Titik Terendah

363 66 4
                                    

Semua sedang berada dirumah sakit, keadaan Angkasa sedang koma hari ini. Embun terus saja, terisak didalam pelukan Elice.

Setelah merasa tenang, Embun melepaskan pelukannya. Matanya menatap, lurus kedepan tanpa tujuan.

Farrel duduk disampingnya, Embun sama sekali tidak terusik dengan kehadiran Farrel disampingnya.

"Semesta jahat ya Rel,"

Farrel mengalihkan pandangannya, menatap Embun yang berada disampingnya.

"Semesta, udah bawa pergi semua orang."

"Gue sendirian," isaknya.

"Bunda pergi, ayah pergi, kak Aurora pergi. Angkasa juga pergi, ninggalin gue sendiri Rel"

Farrel segera membawa Embun kedalam dekapannya, Embun menangis tersedu-sedu didalam dekapan Farrel.

"Semesta jahat, jahat Rel." isaknya, dengan memukul dada Farrel.

"Gu-e paham, gue ngerti kak. Sakitnya,"

¥¥¥

Farrel dan Embun sedang berada ditaman belakang rumah sakit, Embun terus saja menatap lurus kedepan.

"Semua orang pergi Rel,"

"Semua orang, ninggalin gue sendirian."

"Dari jutaan, orang didunia. Kenapa harus gue yang ngerasain ini?"

"Karena Tuhan tau, lo kuat kak. Lo hebat," jawab Farrel.

"Lalu, alasan apalagi buat gue hidup?" tanya Embun.

Farrel membenarkan duduknya, menatap kearah Embun. Farrel mengangkat tangannya, dan mengelus perut besar Embun.

"Ini, ini alasan lo harus hidup sampai nanti." jawabnya.

"Jangan, sampe. Ngebuat bayi yang berada dikandungan lo, ngerasa sendirian"

Embun menatap perutnya, dan mengahapus air matanya yang sudah membasahi pipinya.

"A-da mamy sayang, ada mamy" ucapnya bergetar.

Saat semua orang membuatmu merasa sendiri, disaat semesta membiarkanmu terluka. Disaat, semesta membiarkanmu patah.

Apa lagi yang harus dipertahankan? Apalagi, yang harus diterima? Disaat, kehidupanmu sendiri mempermainkanmu.

"Semua udah berubah Rel, gue, lo. Bahkan, dunia juga berubah sejalan dengan waktu"

Farrel terdiam sejenak, dengan apa yang dikatakan oleh Embun. Air mata Embun, kembali menetes dimatanya.

"Gue ngerasa, semuanya buntu Rel. Gue ngerasa, udah ada dititik terendah sebuah kehidupan."

Farrel tersenyum, dan kembali menatap Embun yang sedang mati-matian menahan air matanya untuk keluar.

"Sekarang, serasa semuanya buntu ya kak? Gue juga sama kak, ngerasa kehilangan sahabat gue sendiri yang udah nemenin dari kecil" jawab Farrel.

"Sekarang kakak ngerasa, hanya seonggok beban yang terus aja terluka? Please, bertahan kak."

" Kalo kakak, engga sanggup bertahan buat diri kakak sendiri. Cobalah, bertahan untuk orang yang sayang sama kakak." lanjutnya, membuat Embun menatapnya dengan mata sembabnya.

Embun tersenyum, dan memegang tangan Farrel membuat Farrel ikut tersenyum.

"Sekarang, adik gue udah gede ya? Udah tau, makna kehidupan" ucap Embun, dengan senyumannya.

"Gue sekarang percaya, kekayaan yang paling berharga itu. Adalah, ketenangan hati."

¥¥¥

Embun sedang berada diruangan Angkasa, Angkasa koma selama tujuh jam ini. Embun mendekat, kearah Angkasa yang sudah dipenuhi oleh alat medis.

Embun tersenyum, menahan air matanya. Ia memegang, tangan suaminya. Lalu, menciumnya dengan penuh kerinduan.

"Sa, aku rindu sama kamu. Rindu dipeluk sama kamu, baby juga rindu katanya dielus-elus sama Dadynya" ucap Embun, air matanya sudah turun.

Embun terdiam sejenak, dan menelan ludahnya sendiri. Mengatur, pernafasannya karena sesak.

"Aku rindu larangan kamu, aku rindu posesif Angkasa."

"Kemana Angkasa yang aku kenal? Yang bangun, dan kuat. Engga terbaring, lemah kayak gini. Temuin aku, ke Angkasa yang lama. Yang, aku kenal" lanjutnya, dengan air mata yang terus saja menetes.

"Be-ntar lagi baby, lahir. Kamu engga mau nemenin aku persalinan?" tanya Embun.

"Bertahan Sa, demi aku. Demi anak kita,"

"Sadar Sa, bertahan..."

Tangis kembali pecah, dengan memegang tangan suaminya dengan erat.

"Embun hebat," ucap Cantika, melihat disebuah pintu kaca ruangan.

"Embun, tangguh. Dia bisa, menopang semuanya sendirian" ujar Udin.

"Dia kuat, jika ditukar posisipun. Aku, tidak akan pernah mampu bertahan lama" ucap Elice.

Embun menatap wajah pucat suaminya, Embun mengelus pipi mulus milik Angkasa. Lalu, mencium kening suaminya cukup lama.

"Se-mbuh ya, kita rawat baby kita sama-sama." ujarnya bergetar.

"Elang, lihat putrimu. Dia tumbuh, menjadi wanita kuat dan hebat. Dia, akan menjadi seorang ibu" batin Argan.

"A-ku butuh kamu Sa, aku butuh kamu" lirih Embun, terisak.

"Aku butuh kamu,"

TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Pengen nangis, rasanya.

Jangan sider ya manis!

Luka_10




After EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang