Gara Sakit

176 28 8
                                    

Pagi ini Embun, dikagetkan dengan suhu badan putranya yang meninggi. Membuatnya, ketar ketir, khawatir dan juga takut dengan keadaan putranya.

Angkasa mendekat kearah istrinya, yang sedang berdiri dengan menggendong Gara yang rewel.

Angkasa menempelkan punggung tangannya, diatas jidat putranya. Karen memang benar, panasnya meninggi.

"Masih panas, engga turun" ucap Embun, dengan gemetar.

"Aku takut Sa,"

"Ayo siap-siap! Kita kerumah sakit." perintah Angkasa.

Embun mengganggukan kepalanya, dan segera menyiapkan keperluan yang mungkin akan diperlukan oleh Gara saat dirumah sakit.

Setelah semuanya siap, Embun dan juga Angkasa segera masuk kedalam mobil. Dengan kecepatan, sedang. Angkasa, menjalankan mobilnya menuju rumah sakit.

"Anak Momy kuat, tenang ya sayang" ujar Embun, dengan membelai kepala putranya yang sedang menangis.

"Gara engga akan, kenapa-kenapa. Percaya sama aku," tenang Angkasa dengan menggenggam tangan istrinya.

Selang beberapa menit, Angkasa dan juga Embun sudah sampai dirumah sakit.

¥¥¥

"Tenang saja, ini bukan masalah serius. Gara hanya demam biasa, sering dirasakan oleh bayi pada umumnya. Saat akan tumbuh, gigi." Jelas dokter, dengan tenang.

"Gi-gi?

"Iya gigi, coba saja nyonya dan tuan lihat."

Dengan cepat Embun, membuka perlahan mulut putranya yang sedang tertidur. Ternyata memang benar, ada satu gigi yang tumbuh.

Embun menatap Angkasa tak percaya, serasa baru beberapa Minggu yang lalu Embun melahirkan Gara. Sekarang, ia sudah tumbuh gigi.

"A-nak, momy udah mulai besar." ucap Embun bergetar, dan mencium kening putranya yang masih terasa hangat.

Sulit rasanya mendeskripsikan apa yang dirasakan oleh Embun, dan juga Angkasa sekarang.

Hanya tumbuh satu gigi saja, Embun dan Angkasa sudah sebahagia ini. Apalagi, jika putranya sudah mampu berjalan.

Angkasa mengusap kepala istrinya dengan lembut, lalu menatap manik mata Embun dengan dalam.

"Jangan khawatir, Gara baik baik aja. Jangan nangis lagi," ujar Angkasa pelan.

¥¥¥

Panas Gara menurun, Gara juga sedang tertidur dengan pulas. Embun terus saja memijat pelipisnya, yang terasa sangat nyeri.

"Kenapa?"

"Sakit kepala," keluh Embun.

Angkasa segera duduk disamping istrinya, dan memijat kepala Embun dengan hati-hati.

Embun memejamkan matanya, merasa sangat nyaman saat suaminya memijat kepalanya yang terasa nyeri.

"Kamu kebanyakan nangis, jadi pusing kepalanya"

"Iya, aku takut Gara kenapa-kenapa."

"Gara anak yang hebat, dia tetap harus kuat."

Embun mengganggukan kepalanya, dan tersenyum tipis. Tiba-tiba, Angkasa berhenti memijat kepala istrinya, membuat Embun segera memutarkan kepalanya.

"Ish! Masih sakit, kok dilepas si?!" gerutu Embun.

"Aku bikinin, minuman hangat. Biar lebih enakan," ujar Angkasa dan segera berjalan menuju dapur.

¥¥¥

Angkasa dan juga Embun, sedang berada ditaman belakang rumahnya. Untuk membawa, Gara jalan jalan diputaran rumah.

Gara terus saja memainkan tangannya, Embun sudah beberapa kali melarangnya namun tidak pernah dipatuhi oleh putranya itu.

"Gara sayang, jangan mainin tangan terus jorok." tegur Embun.

Angkasa tersenyum, dan berjongkok untuk bisa berbicara dengan putranya.

"Gara, dengarkan Dady."

Gara menatap wajah Angkasa, dan mencubit kedua pipi Dadynya. Lalu tertawa, dengan begitu renyahnya.

"Jangan pernah nyakitin Momy ya Gara, hargain dia. Sayangi dia, lebih dari kamu menyanyangi Dady." ucap Angkasa, membuat Embun segera menatap suaminya.

"Dia, sudah mengorbankan segalanya demi kamu. Cita-Citanya, sekolahnya. Itu cuma demi Gara,"

"Gara janji sama Dady, buat engga akan nyakitin Momy. Dan, jaga Momy kalo Dady jauh dari kalian."

"Janji sama Dady!"

Angkasa melihatkan kelingkingnya, dihadapan Gara untuk membuat sebuah perjanjian. Gara memegang, kelingking Angkasa dengan kedua tangannya.

Seolah-olah menyetujui janjinya, bersama Angkas untuk menjaga Momynya, menyanyangi dan juga menghargai perjuangannya.

"Anak baik!" Angakasa segera mencium, kedua pipi gembul milik Gara.

Embun tersenyum hangat, dan mengusap kedua pipinya yang menangis terharu. Dengan apa, yang dikatakan oleh Angkasa.

"Ma-kasih,"

"Jangan nangis, kamu adalah ratu untuk kita berdua."

Angkasa mencium kening istrinya, dengan dalam dan penuh dengan cinta.

"Hidup aku gelap kayaknya, kalo engga ada kamu." ujar Embun, dengan tertawa kecil.

"Hidup aku, lebih gelap tanpa kamu sayang."

TBC
.
.
.
.
.
jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Huhuuu... Baru bisa up Sekarang!!!!

Kangen gaaa???

Luka_10

After EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang