Menahan Sakit

446 70 3
                                    

Embun dan Angkasa sedang berada didalam kelas, sudah berpuluh-puluh Kali. Siswa dan siswi, yang menyampaikan duka.

Karena, meninggalnya ayah Embun. Hatinya sebenarnya sakit, ingatannya kembali pada kenangan-kenangan indah yang mere lewati bersama.

Namun, Embun menahannya. Karena dia tau, menangis pun tidak akan membuat ayahnya hidup kembali.

"Hai Embun" sapa seseorang, membuat Embun mendongkakan kepalanya.

"Hai Galaksi" sapa Embun, kembali.

Angkasa hanya menatap Galaksi, malas. Mengapa dia terus-menerus mendekati Embun, pikirnya.

"Gue engga tau harus mulai dari mana, yang intinya lo kuat." ujar Galaksi.

"Makasih ya Si," jawab Embun dengan senyum tipisnya.

Angkasa menatap Embun yang tersenyum kepada Galaksi, membuat hatinya panas seketika.

"Kalo ada apa-apa bilang ke gue ya, gue pasti bantu lo" ucap Galaksi, dengan senyum ramahnya.

"Gue engga tau haru bilang apalagi, yang intinya makasih banget atas semua kebaikan lo" ujar Embun.

Galaksi tersenyum, dan segera duduk dibelakang bangku Embun dan Angkasa. Embun tersenyum tipis, dan membalikan badannya menatap Angkasa.

Angkasa sudah memandang Embun dengan dingin, sudah dipastikan bahwa dia marah dan juga cemburu.

Embun mengelus dada Angkasa, dengan lembut. Lalu, memandang Angkasa.

"Jangan gitu, dia baik sama aku" ujar Embun pelan.

Angkasa tidak membalas ucapan Embun, hanya menikmati elusan didadanya yang Embun berikan.

Angkasa memegang tangan Embun, dan segera memejamkan matanya dimeja. Menikmati setiap elusan, yang diberikan oleh Embun.

¥¥¥

Bel istirahat sudah berdering sekitar, sepuluh menit yang lalu. Embun dan Angkasa, berjalan menuju kantin.

"Udah lama?" tanya Embun, saat sudah melihat keberadaan Farrel.

"Engga kok kak," jawab Farrel.

"Kak Aurora mana?" tanya Angkasa.

"Masih ada kelas tambahan, kan mau ujian nasional" jawab Farrel.

Angkasa hanya mengganggukan kepalanya, lalu menatap Embun yang sedang melihat sekeliling.

"Nyari apa?" tanya Angkasa.

Embun menggelengkan kepalanya, "engga ada" jawab Embun acuh tak acuh.

"Mau pesen apa?" tanya Angkasa.

"Eng-"

"Oke batagor." potong Angkasa, dan segera beranjak dari duduknya.

Embun hanya bisa memasang wajah datarnya, Farrel hanya bisa terkekeh dengan kelakuan Embun dan Angkasa.

Setelah beberapa lama, akhirnya pesanan sudah datang. Aurora, juga sudah bergabung bersama mereka.

"Gue mau nanya dong," ujar Angkasa.

"Ya tinggal nanya aja." jawab Aurora.

"Kalo gue, jadian sama Embun gimana ya?" tanya Angkasa.

Uhuk! Uhuk!

Seketika Aurora tersedak oleh makanannya, dan Embun segera memberikan Aurora minum.

Nafasnya terengah-engah, hatinya sedikit sakit saat Angkasa mengatakan hal tersebut.

Aurora memadang Embun dan Angkasa, silih bergantian. Apa mereka sudah saling menyukai sejak lama?

"Kalian udah jadian?" tanya Aurora pelan.

Saat Embun membuka mulutnya, Angkasa sudah menjawabnya semakin membuat Aurora sakit.

"Iya udah, kemaren" jawab Angkasa.

"O-h selamat ya!" ucap Aurora semangat.

Farrel menatap mata Aurora yang sudah berkaca-kaca, Farrel tidak tega melihat Aurora seperti ini.

"Sumpah si, kalian memang cocok banget!" ucap Aurora, dengan kekehannya.

"Ma-kasih" jawab Embun gugup.

"Haru jajan si ini mah! Jangan sampe engga, gue tandain kalian kalo engga kasih jajan gue" ucap Aurora, dengan diakhiri tawanya.

"Ambil aja sepuasnya, nanti gue yang bayar" jawab Angkasa.

"Wih! Mantep tuh, ayo Rel ambil sepuasnya" jawab Aurora, dengan antusias.

Farrel tersenyum tipis, Aurora kuat. Menahan rasa sakitnya, hanya untuk melihat sahabatnya bahagia.

"Kakak kuat banget, aku salut sama kakak"

TBC
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman🧡

Luka_10



After EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang