Elang sedang sibuk dengan laptopnya, dengan berkas-berkas disekelilingnya. Hingga, kedatangan Elice Elang tidak sadar.
"Elang,"
Elang mendongkakan kepalanya, menatap Elice lalu tersenyum dengan tipis.
"Bunda mau berbicara sesuatu." ujar Elice, seketika Elang berhenti bermain dengan berkas-berkasnya.
"Ada apa bunda?" tanya Elang.
"Bunda takut, Elang." ucap Elice, sedih.
Elang mengerutkan dahinya, ada apa ini? Mengapa Elice merasa ketakutan?
"Takut kenapa bunda? Apa ada yang menggangu bunda?" tanya Elang khawatir.
Elang sudah menggagap Elice seperti, bundanya sendiri. Dia tidak ingin, Elice terluka.
"Bunda takut, jika suatu saat Embun mengetahui. Bahwa dia, bukan anak kandung kamu" ucap Elice, dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Bu-nda engga, siap Elang" ucap Elice terisak.
Elang terdiam, lalu segera memeluk Elice. Elice menangis, didalam dekapan Elang.
"Engga akan bunda, percaya sama aku." ucap Elang mencoba menenangkan.
Pikiran Elang kalut sekarang, jika iya. Suatu saat, Embun akan mengetahui identitasnya. Apakah Embun akan meninggalkan, ayahnya yang sudah membesarkannya?
Meninggalkan semua orang? Bagaimana dengan kehidupan, Elang kedepannya?
Rasa takut kehilangan putrinya semakin besar, dalam jiwa Elang.
🌼🌼🌼
Elice sudah pulang beberapa menit yang lalu, Elang terus saja melamun. Memikirkan, rasanya ditinggalkan.
Rasa sakit ditinggalkan, apa akan terulang lagi? Seperti tujuh belas tahun yang lalu?
"Siang ayah!" ujar seseorang, membuat Elang terlonjak ditempatnya.
"Astaga! Embun," ucap Elang dan memegang dadanya.
"Maaf ayah" ucap Embun, dengan cengengesannya.
"Engga apa-apa, cepet mandi. Lalu makan, tadi omah kesini memasak makanan. Untuk makan, sore kamu" jelas Elang.
Embun segera Salim kepada Elang, karena dia lupa.
"Omah kesini yah?" tanya Embun.
"Iya sayang."
"Kenapa omah engga nunggu aku dulu? Omah engga kangen sama aku?" tanya Embun.
Dibalik kekejaman dalam diri Embun, tanpa orang tau. Bahwa, dia sangat manja saat dekat dengan ayahnya.
Sangat penyayang, dan baik. Tetapi, lingkungan yang membuatnya seperti itu.
"Omah lagi banyak acara, cepet bersih-bersih kamu bau" ujar Elang.
Embun memicingkan matanya, menatap ayahnya itu yang sedang sibuk dengan berkas-berkasnya.
"Yaudah aku mandi dulu," ucap Embun.
Elang mengganggukan kepalanya, saat Embun berjalan naik menuju kamarnya. Elang menatap, kepergian Embun dengan perasaan yang sulit diartikan.
"Ayah sayang kamu. Ayah akan lakuin apapun, demi kebahagiaan kamu" gumam Elang pelan.
🌼🌼🌼
"Kamu bahagia, hidup dengan ayah?" tanya Elang, membuat Embun menatapnya.
"Kenapa ayah bilang gitu?" tanya Embun.
"Jika suatu saat ayah pergi, ayah pasti sudah tenang. Jika kamu sudah bahagia," ucap Elang dengan, senyum tipisnya.
Embun segera memandang ayahnya, matanya berkaca-kaca. Ingin mengeluarkan, mengumpalan air mata.
Embun segera beranjak dari duduknya, lalu memeluk Elang dengan erat. Tidak, ingin kehilangan.
Hanya Elang yang dia punya didalam hidup ini, hanya Elang temannya.
"A-yah, jangan bilang gitu! Embun yakin, kita akan tetap bersama. Ayah, akan tetap menjadi ayahku" ucap Embun.
Elang mengelus rambut Embun, rasanya dia ingin menangis saja. Saat, seperti ini. Tapi dia tau, putrinya kuat.
Elang mencium puncak kepala putrinya, dengan penuh kasih sayang.
Akankah dunia memisahkan keduanya? Akankah perpisahan datang sekarang?
TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman🧡Komen dong, biar tambah semangat buat up!
Luka_10
KAMU SEDANG MEMBACA
After Embun
Novela JuvenilBIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA REVISI DILAKUKAN SETELAH CERITA SELESAI diusahakan untuk membaca cerita Embun terlebih dahulu. Agar tau, alur ceritanya bagaimana. Agar, tidak salah paham. Embun Ravandra Praciska, memang bukanlah bagian keluarga Rava...