Sakit

389 56 4
                                    

Embun terus saja menangis diruangan tengah, hari sudah mulai sore. Angkasa tidak juga pulang, Embun semakin takut.

Matanya sudah sangat sembab karena terus saja menangis, kepalanya terasa sangat pusing.

"Embun," panggil seseorang membuat Embun mendongkakan kepalanya.

"Angkasa!"

Embun segera memeluk tubuh Angkasa, dengan beribu rasa sedihnya. Angkasa tidak percaya, dengan apa yang ia lihat.

Embun sangat terlihat hancur hari ini, amarah Angkasa sudah berada di puncaknya.

"Kalau aja, Galaksi tadi engga ngajak ngobrol dulu. Embun engga mungkin, menangis selama ini," batin Angkasa.

"Ma-afin aku Sa" ucap Embun lirih.

Angkasa segera melepaskan pelukan Embun lalu duduk disamping Embun. Dan menatap, mata sembab itu.

Embun terus saja menangis, wajah Embun yang sudah pucat. Membuatnya, khawatir.

Angkasa segera memeriksa suhu tubuh Embun, dan benar saja. Istirnya sekarang, demam karena ulahnya.

"Kamu demam," ujar Angkasa.

Embun menggelengkan kepalanya, dan memeluk Angkasa dengan erat. Seolah, jangan tinggalkan aku lagi.

"Sayang, kita obatin dulu yuk" ajak Angkasa.

Embun menggelengkan kepalanya, dan terus saja terisak didalam pelukan Angkasa.

"Kamu udah makan?" tanya Angkasa, dengan mengelus kepala istrinya.

Embun menggelengkan kepalanya, Angkasa tampak bingung sekarang. Apa yang harus ia lakukan? Memasak? Ia tidak bisa.

Angkasa segera mengeluarkan handphonenya, dan segera memesan bubur ayam.

"Keatas yuk, istirahat" ajak Angkasa.

"Ma-afin aku," ujar Embun bergetar.

"Udah aku maafin sayang, udah jangan nangis lagi"

¥¥¥

Angkasa memberikan suapan demi suapan, kepada Embun. Embun tidak mau melepaskan, tangannya dari genggaman Angakasa.

"U-dah kenyang" ucap Embun.

Angkasa segera menyimpan buburnya, dan segera memberikan obat kepada istrinya. Embun menerimanya, dan meminum obatnya.

"Maafin aku, aku emang ga becus jadi seorang istri bis-"

"Aku engga suka kamu ngomong kayak gitu." potong Angkasa.

Air matanya kembali menetes, Dimata indahnya.

"Sayang hey denger," perintah Angkasa.

"Kamu istri terhebat buat aku, aku cinta sama kamu dengan apa adanya kamu sekarang. Kamu bisa mengurus semuanya sendiri," ujar Angkasa dan menghapus air mata istrinya.

"Jangan pernah bilang, kamu engga becus dana lainnya. Kamu hebat! Aku cinta sama kamu" lanjut Angkasa.

Embun segera memeluk Angkasa, dan terisak didekapan hangat suaminya.

"Maafin aku, udah bikin bidadari ini nangis" ucap Angkasa.

"A-ku sayang kamu," ujar Embun bergetar.

"Aku lebih sayang kamu,"

¥¥¥

"Kamu engga usah sekolah dulu,"

"Ta-"

"Aku bilang engga ya engga," potong Angkasa.

"Kamu lagi sakit, nurut sama aku sayang" ujar Angkasa lagi.

Embun mengganggukan kepalanya, Angkasa juga tidak bersekolah hari ini. Karena, dia sudah berjanji, untuk mengurus Embun yang sedang sakit.

Embun menerangkan tangannya, "peyuk" pinta Embun.

Angkasa tersenyum tipis, lalu segera memeluk istrinya dengan nyaman.

"Jangan terus membantahnya, kamu harus nurut" ujar Angkasa.

"Aku juga sakit gara-gara kamu!" ucap Embun.

Angkasa hanya bisa terkekeh dengan, ucapan Embun barusan.

"Iya sayang iya, gara-gara aku" jawab Embun.

Embun mengendus-gendus dan mencium leher, Angkasa membuatnya sedikit geli dengan apa yang dilakukan Embun.

"Jangan gitu, geli sayang" ucap Angkasa.

"Aku suka, bau Vanilla" jawab Embun.

Embun semakin mengendus leher Angkasa, membuat Angkasa tidak bisa menahan rasa gelinya lagi.

"Jangan sampe aku terkam kamu, lagi sakit gini" ucap Angkasa, membuat Embun bergenti mencium lehernya.

Embun melonggarkan pelukannya, membuat Angkasa hanya bisa terkekeh dengan kelakuan istrinya ini.

"A-ku engga mau" jawab Embun.

"Makanya jangan mancing, sayang" ujar Angkasa, lalu mencubit pipi istrinya dengan gemas.

TBC
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Luka_10

After EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang