Amarah

306 49 4
                                    

Plak!

Semua yang berada ditempat itu, segera beranjak dari duduknya. Dan menutup mulutnya, tidak percaya dengan apa yang Embun lakukan.

"Pembohong!" teriak Embun.

"K-amu kenapa sayang?" tanya Angkasa, dan memegang tangan istrinya. Namun, ditepis dengan kasar oleh Embun.

"Kalian semua pembohong!"

Elice segera mendekat, dan memegang tangan cucunya. Namun, Embun tepis kembali dengan kasar.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Cantika, mendekat.

Embun membuang nafasnya, dan menghapus air matanya dengan kasar. Lalu menatap, satu persatu orang yang berada diruangan itu.

"Kalian, sembunyikan identitas aku kan selama ini?" tanya Embun.

Semuanya terdiam dengan apa yang ditanyakan, oleh Embun. Angkasa terdiam, dengan apa yang ditanyakan oleh istrinya.

"Kalian hebat ya, sembunyikan semuanya dari aku. Selama delapan belas tahun ini," ucap Embun, dengan tawa hambarnya.

"Kita akan memberi tau, semuanya. Jika sudah tepat, waktunya" jawab Cantika bergetar.

"Aku berhak tau tentang hidup aku?! Aku punya hak, untuk tau! Jika, kalian terus mencari waktu yang tepat mau sampai kapan hah?!" bentak Embun, dengan air mata yang sudah turun.

Semuanya sudah meneteskan air matanya, Aurora sudah tidak bisa membendung air matanya lagi.

"K-ita omongin baik-baik, ya sayang" ucap Angkasa lembut.

"Apa hah?! Apa yang harus diomongin! Kalian bohong? Iya kalian bohong, kalian mencari alasan. Iya itu?!" teriaknya.

"Kalian semua tau kan?! Kalian semua tau?!" tanya Embun, dengan sesenggukan.

"Tante Can, Tante tau kan hah?" tanya Embun, mendekat.

Cantika sudah tidak bisa menahan air matanya, ia sudah menangis dihadapan Embun.

"Omah taukan?" tanya Embun.

"Papi juga tau?"

"Angkasa, Farrel, Kak Aurora?! Kalian juga tau kan?!" tanya Embun, didepan Angkasa.

Embun melihat sekeliling, semuanya sudah menangis sekarang. Embun hanya bisa, tertawa menahan sakitnya.

"Terus apa alasan kalian nangis? Bukannya aku yang tersakiti disini?" tanya Embun.

"K-ita udah janji, buat nutupin semuanya" ujar Elice, membuka suaranya.

"Berbohong kalian berani, tetapi ingkar janji kalian engga bisa?" tanya Embun.

Embun memegang dadanya yang sesak, mengapa harus sesakit ini?

"Kalian tega, ya"

"Ternyata memang benar, orang yang kamu cintai. Adalah ia, yang paham caranya menyakiti" lanjutnya.

Angkasa mendekat, namun ditahan oleh Embun.

"Udah cukup Sa, hati gue makin sakit. Saat lo, buka mulut lo buat membenarkan apa yang kalian lakuin" ucap Embun.

Angkasa menggelengkan kepalanya, "aku tau aku salah. Kita tau, kita salah" jawab Angkasa.

"Lo tau lo salah?" tanya Embun.

"Tapi ketauan lo itu, berbeda jauh dengan tindakan lo!" bentak Embun.

Embun mendongkakan kepalanya, menatap langit ruangan. Air matanya, terus saja menetes.

"Engga ada yang bisa membenarkan, sebuah kebohongan. Sekecil apapun itu," ucap Embun.

"Pa-"

"Stop! Menjelaskan, dan mencari alasan untuk membenarkan kebohongan kalian. Menjelaskan tentang diri kalian" potong Embun, menatap mereka silih berganti.

"Kalian tidak berhutang penjelasan, tentang apa yang kalian lakukan. Hidup kalian akan tetap menjadi hidup kalian, bukan hidup aku" lanjut Embun.

"Semesta juga, muak dengan kebohongan kalian."

Embun segera berjalan dan berlari kecil menuju kamarnya, semuanya terdiam. Angkasa tersungkur kebawah, dengan lemas.

Elice segera mengikuti arah cucunya, saat sudah sampai didepan pintu kamar.

"Jangan ganggu, aku lagi mau sendiri. Aku mau mencoba Nerima semuanya" ucap Embun, sedikit berteriak.

Embun tersungkur kebawah, badannya lemas. Hatinya hancur, dadanya sesak. Embun menangis, dengan tersedu-sedu.

"Ayah jahat,"

"Ayah jahat,"

"Semua orang jahat!" teriak Embun.

Embun memeluk lututnya, dan terus menangis disiang ini. Harinya penuh, dengan air mata hari ini.

Kenyataannya terlalu pana, memberikan luka yang dalam dihatinya.

¥¥¥

"Udah aku duga, bahwa semuanya akan menjadi seperti ini"

"Jangan menyalah diri kamu sendiri Sa, kita semua berperan dalam hal ini. Memberikan luka, yang teramat dalam untuk Embun" ujar Argan.

"A-ku takut, Embun membenci aku" isak Cantika, didekapan Aurora.

"Embun, sedang mengandung anak aku" ucap Angkasa, membuat semua orang yang berada diruangan menatapnya.

"Kandungan berjalan satu Minggu," lanjutnya.

Aurora terdiam ditempatnya, "H-amil?" beonya.

"Mereka sudah menikah, dihari meninggalnya ayah Elang" jawab Cantika.

Aurora semakin lemas, lukanya bertambah lagi. Saat mengetahui apa yang sebenarnya, namun ia tau Embun lebih sakit dari dirinya sekarang.

"Ayah, akan ceritakan semuanya"

"Kita, harus cari tau siapa yang menjadi dalang. Untuk membongkar, semuanya." ucap Udin, membuka suaranya.

"Mereka akan habis ditangan kita," ucap Baskara.

Angkasa menatap lurus kedepan, dengan tangan yang terkepal. Matanya, memperlihatkan sebuah dendam.

"Apa mungkin, ini ulah Galaksi?" batin Aurora.

"Sa, jaga kandungan istri kamu. Jangan membuat dia, stress. Kandungannya masih rentan," ucap Cantika.

"Siap Tante."

TBC
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Luka_10

After EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang