Menunggu Waktu

367 64 0
                                    

Embun sedang duduk dikantin, bersama dengan Aurora, Farrel dan juga Angkasa. Mereka sedang, sibuk dengan makanannya masing-masing.

Aurora memandang, Embun dan juga Angkasa dengan bergantian. Seperti ada yang aneh.

"Kenapa kalian diem-dieman terus?" tanya Aurora.

"Dia yang diemin gue." jawab Angkasa.

"Gue engga suka sama, orang ingkar janji." jawab Embun.

Farrel memandang keduanya, dan menatap Aurora dengan tatapan penuh tanya. Aurora menggelengkan, kepalanya.

"Kalian udah gede, udah dewasa juga. ayo maafan" perintah Aurora.

"Dia juga udah dewasa, seharunya gak pernah ingkar." ucap Embun.

Saat Embun akan beranjak dari duduknya, Angkasa segera menahan tangan Embun. Membuat Embun terdiam, dan menatap tangannya.

"Gue tau, gue salah. Gue minta maaf Embun, gue lagi banyak masalah saat itu. Gue engga bisa, kalo lo diemin gue kayak gini terus" ucap Angkasa.

Embun menatap Angkasa dengan tatapan yang sangat, sulit untuk diartikan. Angkasa menatap kedua mata, Embun dengan penuh harapan.

"Iya, gue rasa ini terlalu childish" jawab Embun.

Angkasa tersenyum senang, dan segera memeluk Embun dengan penuh bahagianya. Karena, Embun tidak lagi marah.

Farrel menatap Aurora yang tersenyum tipis, Farrel merangkul pundak Aurora. Membuatnya, menatap Farrel.

"G-apapa kok"

¥¥¥

Elang sedang duduk diruangan kerja, rumahnya. Memijat pelipisnya, yang terasa sangat berat dan jug pusing.

Tok! Tok!

Elang segera menatap pintu, "masuk" perintahnya.

Tiba-tiba ada yang membukakan pintu, Elang tersenyum dan segera beranjak dari duduknya.

"Bunda, ayo masuk" ujar Elang ramah.

Elice tersenyum dan segera duduk menghampiri Elang, Elang bersalaman dan memeluk Elice penuh rindu.

"Bagaimana keadaan kamu?" tanya Elice dengan senyum cerahnya.

"Baik bunda."

Elice memandang foto wanita remaja, lalu tersenyum. Dan memandang, foto putri kecil yang sangat cantik disebelah meja Elang.

"Kamu sangat mencintai keduanya?" tanya Elice.

Elang mengganggukan kepalanya, "iya seolah-olah mereka, yang membuat aku menikmati sisa hidupku" jawab Elang.

Elice segera memandang wajah Elang, yang sudah sangat pucat dia rasakan sekarang.

"Kamu harus obati penyakit ini sayang, bunda engga mau kehilangan dua anak bunda" ucap Elice bergetar.

"Shutt! Bunda engga boleh nangis, aku pasti sembuh" jawab Elang, dan segera berjalan duduk disamping Elice.

"Mau sampai kapan, kamu mau rahasiakan penyakit dan juga identitas Embun?" tanya Elice.

Elang tersenyum, dan memegang kedua tangan Elice dengan lembut. Dan menatap, Elice dengan senyumannya yang tidak pernah pudar.

"Suatu saat, jika memang. Sudah waktunya" jawab Elang.

"Sejahat apapun ibunya, dia akan tetap menjadi ibunya Embun" ujar Elang.

"Embun pasti akan marah, tidak menerima itu pasti ada. Namun, semuanya akan terasa sebentar" ucap Elice.

Elang mengganggukan kepalanya, dan memeluk Elice dengan penuh kasih sayangnya.

Elang, sudah menganggap Elice seperti bundanya sendiri. Sedangkan Elice, sudah menganggap Elang sebagai anaknya. Setelah, kepergian Embun.

"Kamu harus kuat untuk Embun."

TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Luka_10

After EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang