Terbongkar

365 63 7
                                    

Hari Senin, hari dimana. Embun dan Angkasa, kembali kesekolah. Setelah, libur panjang.

Embun terlihat malas-malasan, saat berkaca dicermin. Berbeda, dengan suaminya. Yang terlihat, biasa-biasa saja.

"Yuk,"

Embun menaikan halisnya, dan berjalan lebih dulu menuju garasi. Ia merasa, moodnya sedang tidak baik pagi ini.

Saat sudah menaiki mobil, Angkasa segera menjalankan mobilnya. Pagi ini, Embun tidak banyak bicara.

Saat suaminya bertanya pun, ia hanya menjawab dengan anggukan dan gelengan saja.

Angkasa hanya bisa tersenyum, karena ini adalah masa-masa terindah untuknya. Mood, Embun menjadi berubah-ubah.

Namun, Angkasa sama sekali tidak terbebani dengan sikap istrinya itu.

Saat sudah sampai, dilingkungan sekolah Embun dan Angkasa segera keluar dari mobil.

Embun dan Angkasa berjalan beriringan, saat mereka berjalan menuju kelas. Banyak siswa, dan siswi menatap mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Masalah, baru ni" batin Embun.

Saat Embun dan Angkasa melewati papan, pengumuman. Dan benar saja, ada foto dirinya dan Angkasa.

Dengan, kata-kata yang sangat menjijikan. Embun, hanya bisa menahan tawanya. Cara mereka, terlalu kotor.

"Bangsat! Siapa yang nempel ini hah?!" tanya Angkasa murka.

Angkasa segera mencopot kan, fotonya dan Embun dengan kata-kata yang sangat tidak baik.

"Udah Sa, udah gapapa" ujar Embun, mencoba menahan.

"Embun Ravandra Praciska, hamil diluar nikah. Oleh sahabatnya sendiri?" ucap seorang wanita, mendekat kearah Embun.

Embun membalikan badannya, dengan Angkasa yang sudah mengepalkan tangannya siap untuk membunuh wanita yang berada didepannya itu.

"Lo dibayar berapa?" tanyanya, dengan diakhiri oleh tawa semua murid sekolah.

Embun mendekat kearah wanita tersebut, dengan kedua tangan yang dilipat didada.

"Tapi, yang lebih cocok dipanggil lonte lo deh Lula, dari cara pakaian Lo yang kurang bahan ini" ucap Embun, membuka suaranya.

"Lo, mau sekolah. Atau cari mangsa?" tanya Embun, sedikit berbisik.

"Anjing! Gue bukan lonte ya!" ucap Lula, tak terima.

"Oh lo, bukan lonte?" tanya Embun.

"Tapi, kelakuan lo mirip banget sama lonte" ucap Embun, dengan diakhiri kekehannya.

"Dibayar berapa sekali pake?" tanya Embun lagi, dengan senyum miringnya.

Lula menatap Embun, dengan amarahnya. Tangannya, terkepal. Wajahnya, memerah padam menahan emosinya.

"Lah lo? Kasih semuanya dengan gratis?"

"Iya, gue kasih dengan gratis ke Angkasa. Dan gue, engga minta bayaran kedia" jawab Embun.

"Tapi ini jadi pahala, karena gue ngelakuin sama suami gue. Sedangkan Lo?"

"Hamil duluan nii? Ups.." ucap salah satu, teman Lula. Membuat, Embun tertawa.

"Belum tau apa-apa, udah berani menghakimi?" tanya Embun.

"Bodoh banget manusia bumi ini,"

"Eh, iya gue denger-denger Lo pernah aborsi ya?" tanya Embun, membuat Lula membulatkan matanya.

"Eh! An-"

"Angkasa, Embun!" keruangan bapak sekarang!"

¥¥¥

"Jadi benar, kamu hamil Embun?" tanya Pak Samsul.

Embun mengganggukan kepalanya, karena memang benar. Ia, sedang mengandung anak Angkasa.

"Dan itu, anak Angkasa?"

Embun kembali mengganggukan kepalanya, "kalo bukan anak dia, anak siapa lagi?" tanya Embun.

"Kalian memang benar-benar ya! Memalukan, nama sekolah!"

"Jadi bapak mau kapan, ngeluarin kita dari sekolah?" tanya Embun, membuat Angkasa menatapnya tak percaya.

"Sekarang?" tanya Embun lagi.

Pak Samsul, terdiam dengan apa yang dikatakan oleh siswi didepannya ini.

"Tolong, jelaskan apa yang terjadi sebenarnya." perintah Pak Samsul.

"Tidak usah pak, yang jelas. Saya sedang hamil, dan Angkasa ayahnya" jawab Embun.

"Kami permisi, mulai sekarang kita tidak akan ke sekolah ini lagi. Terimakasih,"

Embun segera beranjak dari duduknya, yang diikuti oleh Angkasa dibelakangnya.

Saat sudah keluar dari ruangan BK, Lula dan kedua temannya ternyata menunggu didepan ruangan.

"Ada yang dikeluarin nii.." sindir, salah satu.

"Gue mengakui, dan gue siap keluar. Engga kayak lo, munafik" ucap Embun.

"Maksud Lo apa hah? Ngomong kayak gitu!" bentak Lula.

"Gue engga bermaksud apa-apa, kok Lo marah? Merasa? Bagus deh, itu udah nunjukin bahwa Lo rendah." jawab Embun, dengan senyum liciknya.

"Dan satu lagi, Lo mau menghancurkan gue. Dengan cara bongkar semuanya? Lo salah, mental gue lebih diatas Lo" lanjut Embun.

"Dan gue, sama sekali engga ngerasa hina. Dari sekolah ini,"

Embun segera mengandeng tangan suaminya, didepan ketiga manusia berwujud iblis itu.

"Ayo sayang, anak kamu rindu ayahnya ni" ujar Embun, dan segera berjalan menuju parkiran.

"Anjing!"

TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Jangan lupa, komen dan vote ya!

Biar tambah semangat!!

After EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang