"Sa!" panggil Embun, yang sedang berada didapur.
"Iya sebentar!" jawab Angkasa.
"CEPETAN!" teriak Embun.
Angkasa segera berlari menuju dapur, jika Embun sudah berteriak sulit baginya untuk menanti-nanti.
"Apa?" tanya Angkasa, dengan nafas terengah-engah.
"Bantuin aku, aku mau buat kue. Baca resepnya" perintah Embun.
Angkasa mengganggukan kepalanya, dan segera membaca resep yang berada dibuku resep.
"Masukan keluarga," perintah Angkasa tanpa beban.
"Hah? Keluarga?" tanya Embun heran.
"Iya family" jawab Angkasa lagi.
"Vanili bodoh!" maki Embun.
Angkasa hanya bisa tertawa tanpa dosa, Embun memijat kepalanya.
"Serius dong, jangan becanda Sa." ucap Embun lembut.
"Siap bunda!"
"Dih bunda, apaan"
"Bunda dari anak-anak kita nanti," jawab Angkasa dengan mengedipkan sebelah matanya.
Embun segera melempar terigu, tepat diwajah Angkasa. Membuat Angkasa menatap Embun, tidak percaya.
"Aku baru mandi yang," ucap Angkasa sedih.
"Makanya jangan genit!" bentak Embun.
"Genit sama istri sendiri ini" ucap Angkasa.
"Mandi sana, nanti aku siapin bajunya" perintah Embun.
Angkasa tersenyum cerah, dan mengganggukan kepalanya. Lalu berjalan, menuju Embun.
Angkasa memeluk dari belakang tubuh Embun, membuat Embun sedikit terhentak.
Angkasa mencium pipi sebelah kiri istrinya, lalu melepaskannya dan berjalan menuju kamarnya.
"Ada-ada aja" kekeh Embun.
¥¥¥
"Yang,"
Embun berdehem, sebagai jawaban dari panggilan suaminya.
"Yang ih!"
"Ih apasi?" tanya Embun, sedikit judes.
"Aku dulu, sebelum tidur. Suka berhayal tidur, sampingan sama kamu gini sambil peluk" ucap Angkasa, lalu memeluk Embun.
Embun hanya bisa terkekeh, dan mengelus rambut suaminya dengan lembut.
"Terus juga, aku pernah halu cium kamu" ucap Angkasa lagi.
"Tapi sekarang udah bisa." lanjut Angkasa dengan, senyum cerahnya.
Lalu, Angkasa mencium pipi istrinya beribu-ribu kali lebih banyak dari biasanya.
"Aku bahagia! Bahagia banget! Jadi suami kamu!" teriak Angkasa.
Plak!
Angkasa membulatkan matanya, dan memegang pipinya yang terasa perih. Karena, Embun menamparnya.
"Maaf kelepasan" ucap Embun, dengan mengelus pipi Angkasa yang memerah.
Angkasa hanya mengedipkan matanya, dengan mulut yang menganga tidak percaya dengan kejadian yang barusan. Ia alami, untuk pertama kalinya.
"Kan, aku udah bilang maaf!" sentak Embun, membuat Angkasa gelagapan.
"I-ya sayang, iya aku maafin kok." jawab Angkasa, dengan gugup.
"Tidur yu tidur" ajak Angkasa.
Angkasa menyelimut Embun, dan memeluknya dengan nyaman. Agar Embun, tidak kedinginan.
"I love you," bisik Angkasa.
"I love you too" jawab Embun, dengan mengendus ke leher suaminya.
Embun tersenyum tipis, dan mulai memejamkan matanya. Didalam, dekapan hangat suaminya.
Angkasa tersenyum tipis, "aku bahagia milikin kamu" ucap Angkasa pelan.
¥¥¥
"Bisa engga si, kalo handuk basah jangan disimpen dikasur. Nanti basah, ke kasurnya juga!" bentak Embun, dipagi hari ini.
"Bisa engga si, kalo pagi-pagi jangan ngomel terus" jawab Angkasa lembut.
"Aku juga, engga akan ngomel! Kalo kamu engga simpen handuk basah, ditempat tidur!" bentak Embun.
Angkasa menelan ludahnya, dan menggaruk kepalanya. Mengapa Embun menjadi semakin marah?
"Euu.. iya maaf" jawab Angkasa.
"Ini lagi, kenapa dasinya belum dipake? Kancingin, yang bener baju seragamnya!" teriak Embun.
"Yaallah sayang, kamu belum sarapan padahal. Udah kuat aja ya ngomelnya" ucap Angkasa, mencoba membuat Embun tertawa.
"Jangan ketawa! Engga lucu!" sentak Embun.
Angkasa menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia bingung jika Embun sudah marah-marah dengan hal kecil sepeti ini.
"Kamu pms?" tanya Angkasa.
"Iya! Kenapa?! Masalah?!" tanya Embun.
Angkasa membulatkan matanya, apakah ia juga salah? Menanyakan hal tersebut?
TBC
.
.
.
.
jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡Luka_10
KAMU SEDANG MEMBACA
After Embun
Teen FictionBIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA REVISI DILAKUKAN SETELAH CERITA SELESAI diusahakan untuk membaca cerita Embun terlebih dahulu. Agar tau, alur ceritanya bagaimana. Agar, tidak salah paham. Embun Ravandra Praciska, memang bukanlah bagian keluarga Rava...