"kapan dedenya, keluar momy?"
"Bentar lagi Abang,"
Gara terus saja mengelus perut besar Embun, dengan menempelkan telinganya tepat diperut besar sang ibu.
"Dedenya, cewek momy?" tanya Gara, dengan mendongakkan kepalanya.
"Momy belum tau sayang, dedenya belum keluar" jawab Embun, dengan lembut.
"Abang bakal jagain Dede kok momy! Momy engga ucah takutnya,"
Embun terkekeh, dan membelai kepala Gara lalu mengganggukan kepalanya, "Momy, percaya sama Abang." ujarnya, dengan diakhiri senyum manis.
Embun sedikit meringis, memegang perut besarnya. Membuat Gara segera melepaskan pelukannya, dan menatap Embun yang sedang menahan sakit.
"Awww.. sakit"
"Mo-my kenapa? Dede bikin momy sakit?"
Embun melihat handphonenya, diatas lemari kecil. Saat melihat kakinya, yang sudah berlumuran darah membuat Gara mundur ketakutan.
"M-omy itu apa?"
"A-bang, bantu momy sayang. Ambilkan handphone momy,"
Gara terdiam sejenak, lalu melihat keringat dingin yang bercucuran dikening Embun. Membuatnya, berlari untuk mengambilkan handphone milik Embun.
Embun segera menerima handphonenya, dengan bergetar dan menahan rasa sakit. Ia menelpon, Angkasa.
Dringg... Dring..
Angkasa berhenti sejenak dengan laptopnya, dan melihat handphone yang berada disampingnya.
"Hallo sayang kenapa?"
"Yatuhan, aku kesana sekarang."
Angkasa segera berlari menuju parkiran, dan meninggalkan pekerjaannya dikantor. Ia, segera menjalankan mobilnya.
"Momy sakit?"
Embun mengganggukan kepalanya, dan menggenggam tangan kecil milik Gara. Untuk menahan, rasa sakitnya.
"Sayang!"
"Dilantai atas Dady!" teriak Gara.
Angkasa segera berlari menuju lantai atas rumahnya, ia melihat Embun yang menggenggam tangan Gara dengan erat.
"Ayo kita kerumah sakit!"
Angkasa segera memangku Embun, menuju mobil. Dengan diikuti oleh Gara, dibelakangnya.
"AW... Sakit Sa!"
Angkasa segera menjalankan mobilnya, tiba tiba tangan embun menjambak rambut Angkasa membuat Angkasa sedikit menjerit.
"Yatuhan.. sakitt Mbun"
"Ini sakit banget!!" teriak Embun.
Gara hanya bisa melihat kedua orang tuanya silih bergantian, merasa sedikit ngeri saat melihat Momynya menjambak rambut Dadynya.
"Sakit dad?"
"Engga bang, engga sakit" ujar Angkasa, dengan matanya yang merah menahan rasa sakit jambakan dari sang istri.
"Semangat Dady,"
Angkasa tersenyum walaupun terpaksa, dan mengganggukan kepalanya. Ia terus saja, menahan dan juga membuang nafasnya perlahan.
¥¥¥
Embun, sedang berada diruang persalinan, dengan Angkasa disampingnya. Menggenggam tangan suaminya, dengan erat.
"Ka-mu pasti bisa," ujar Angkasa sedikit bergetar.
"Omah, momy kenapa?" tanya Gara, yang sedang duduk lemas disamping Elice.
"Dede bayinya, mau keluar" ucap Farrel.
"Kenapa Dede engga kelual cendili aja om? Kenapa halus, bikin bunda cakit?" tanya Gara, membuat Farrel terdiam.
"Ahhh!!!"
"Ayo Bu, sebentar lagi."
"A-ku engga kuat dok,"
Dokter memandang suster disampingnya, lalu sang dokter sedikit berbisik kepada suster. Dokter hanya, mengganggukan kepalanya.
"Sekali lagi Bu, jika bayi masih sulit untuk dikeluarkan. Maka kita, akan lakukan Cesar"
"Ayo sayang, kamu pasti bisa"
Embun semakin mempererat genggamannya, "AHHH!!!!!"
"Eaa.. Ea..."
"Itu suara bayi omah! Om!" teriak Gara, membuat semua yang berada diluar ruangan sedikit terlonjak.
"Alhamdulillah,"
Elice segera memeluk Gara dengan penuh kasih sayang, dan mencium puncak kepala sang cucu.
"Wah selamat, udah punya Ade aja ni" ledek Farrel.
"Bayinya perempuan, ya bapak ibu."
"Kamu hebat sayang, kamu hebat" ujar Angkasa mencium puncak kepala istrinya, yang sedang menangis tersedu-sedu.
TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡Udah lama ni ga up😭
Luka_10
KAMU SEDANG MEMBACA
After Embun
Teen FictionBIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA REVISI DILAKUKAN SETELAH CERITA SELESAI diusahakan untuk membaca cerita Embun terlebih dahulu. Agar tau, alur ceritanya bagaimana. Agar, tidak salah paham. Embun Ravandra Praciska, memang bukanlah bagian keluarga Rava...