Thirty Six

495 77 222
                                    

Kami pergi ke mall sore ini, mencari hadiah untuk seungcheol.

Setelah mengelilingi mall selama hampir satu jam, kami akhirnya mendapatkan pencerahan kado apa yang cocok untuk diberikan kepada Seungcheol dari ingatan Mark.

Karena sungguh, aku ragu kalau ada hal yang belum Seungcheol miliki, atau tidak bisa miliki. Apalagi setelah aku tahu di lingkungan seperti apa huniannya berada.

"Paman pernah bilang kalau mesin pembuat kopinya rusak jadi dia selalu mengantuk di pagi hari." Mark menjelaskan.

Karena itu kami memilih sebuah mesin pembuat kopi untuk dikemas menjadi kado seungcheol, dilengkapi dengan kartu ucapan selamat yang dibuat oleh Mark dan sebungkus permen kenyal rasa cherry (yang juga adalah ide mark). Walaupun aku, maupun Mark, tidak dapat memastikan kalau pria itu belum membeli mesin pembuat kopi baru, atau mendapatkan segunung hadiah yang lebih berharga, baik dari segi harga maupun utilitas. Tapi aku tidak membiarkan prasangka itu melunturkan sedikit saja rasa antusias Mark.

Sampai saat ini antusiasme Mark terpantau masih pada stadium tinggi.

Kami dalam mobil sekarang, dalam perjalanan menuju rumah seungcheol yang ternyata sudah tidak asing bagi Mark. Mark memberikan sebuah fakta mengejutkan kalau dia sering ke rumah Seungcheol dan dengan senang hati memberikanku detail-detailnya. Dalam lima menit aku sudah bisa membayangkan seperti apa berada di dalam rumah itu. Ruang-ruang berukuran besar, kolam renang dalam, pekarangan cantik yang difavoritkan Mark. Sebenarnya semua pekarangan dan tempat hijau adalah favorit Mark, karena kami tidak memiliki itu di apartemen.

Mark bilang mereka pernah membangun tenda dan ber-camping di sana. Aku juga bisa membayangkan itu.

Setelah menjelaskan itu Mark belum mengatakan apapun lagi. Dia asik menyenandungkan irama lagu michael jackson, 'heal the world', yang megalun lewat pengeras suara di dalam mobil kami dalam bentuk gumaman kecil.

Kemudian gumaman itu berhenti. "Papa juga punya hadiah untuk paman?" Mark bertanya.

Aku terdiam, melirik paperbag kecil di sampingku.

Mark tidak tahu tentangnya. Aku pun sebenarnya tidak tahu apa yang kupikirkan. Tapi menghadiahkan ini, sesuatu yang bukan mesin pembuat kopi, kepada Seungcheol anehnya terasa seperti hal yang benar untuk dilakukan. 

Lagi, Seungcheol tidak berulang tahun setiap saat. Pun aku hanya ingin menepati janji yang dibuat oleh seorang remaja konyol tujuh belas tahun bernama Lee Jihoon.

Setelah beberapa saat aku baru bergumam mengiyakan.

"Apa itu?" Mark kembali bertanya.

Aku tersenyum dan memandangnya dari kaca tengah. "Rahasia."

"Apa yang papa tulis di kartunya?"

"Selamat ulang tahun."

Aku bohong. Aku lupa menulis kartu ucapan selamat.

Terimakasih mark sudah mengingatkan.

"Hanya itu?"

"Dari Lee Jihoon." Bohongku sekali lagi.

"Papa bisa memintaku untuk membuatnya, papa tahu?"

Aku hanya tersenyum.

Kembali Mark bersenandung. Aku memfokuskan perhatian pada jalanan. Setidaknya tujuh puluh persen dari diriku. Tiga puluh persen sisanya fokus pada pikiran-pikiran yang berseliweran di dalam kepalaku.

Datang ke rumah Seungcheol saja sudah cukup membuatku gugup, tidak, menemui Seungcheol saja sudah membuatku gugup.

Berapa orang kiranya yang datang?

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang