Fifty Six

627 68 123
                                    

Pertama-tama, saya mau ngucapin terimakasih super besar buat kalian yang bertahan sampai sini dan ngikutin cerita papa uji sampai sejauh ini. Salut dan cinta banget saya tuh sama kalian TT

Now,

saya persembahkan untuk kalian akhir kisah dari Jihoon-Mark-Seungcheol.


***


Angin dingin Desember bertiup ke wajahku melalui jendela yang kubuka. Aku bergidik sesaat.

Salju turun malam ini. Jalanan dihiasi cahaya lampu jalan dan warna-warni lampu Natal. Pintu-pintu dihiasi karangan bunga dan kaus kaki. Seekor rusa putih bertopi sinterklas menatapku dari pekarangan rumah seberang.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, aku merayakan Natal kali ini bersama kedua orang tua ku di rumah mereka. Donghyuck beserta kedua orang tua dan neneknya juga bergabung bersama kami. Jeonghan dan Joshua juga akan datang selepas mengunjungi panti asuhan. Lebih banyak orang yang merayakan Natal bersama kami kali ini. Tentu aku senang, meskipun dari semua orang itu, Seungcheol tidak termasuk ke dalamnya.

Sudah dua bulan berlalu sejak dia pergi dan begitu banyak hal yang terjadi dalam dua bulan terakhir ini; Mark terpilih untuk mengikuti turnamen sepak bola lagi, dan juga penilaian akhir semester pertamanya baru saja dilaksanakan beberapa hari yang lalu. Ulang tahun ku pada bulan November kemarin. Mark yang mengenakan kostum tyrannosaurus pada hari Helloween. Hingga Jeonghan dan Jisoo yang akhirnya memantapkan hati untuk mengadopsi seorang putri.

Hal-hal baik tak henti-hentinya terjadi hingga aku lupa kapan terakhir kali aku tidak tersenyum. Walaupun begitu, aku tetap tidak bisa berhenti berpikir bahwa mungkin semuanya bisa lebih baik lagi seandainya Seungcheol ada disini.

Seungcheol baru akan pulang sembilan hari lagi. Itu artinya kami tidak dapat merayakan pesta tahun baru bersama seperti yang dia janjikan. Namun bagiku itu tidak masalah, aku hanya butuh dia kembali. Tidak peduli kapan selama aku tahu bahwa dia akan selalu ada, aku percaya dia akan kembali.

Mark, semenjak Seungcheol memberitahu tanggal kepulangannya, tidak bisa berhenti menghitung kalender. Kami bahkan sudah membuat semacam taruhan seperti baju warna apa yang akan Seungcheol kenakan, dan kata apa yang akan pria itu ucapkan pertama kali nanti. Kami menjadi semakin antusias setiap hari.

Aku mengulurkan tangan ke luar dan sekeping salju jatuh di telapak tanganku. Menyengat tanganku dengan rasa dingin yang membekukan sebelum akhirnya berubah menjadi bulir air. Bulan bersinar keperakan di atas, kontras dengan langit, senada dengan salju, nampak seperti bohlam yang digantung di angkasa.

Menatap bulan itu benakku tidak tahan untuk tidak ikut berkelana sama jauhnya. Aku bertanya-tanya apa kiranya yang sedang Seungcheol lakukan meskipun aku sudah memiliki jawab untuk pertanyaan itu sekitar dua belas jam yang lalu ketika menelponnya.

Malam ini, Seungcheol diundang ke rumah salah satu professor nya untuk merayakan Natal bersama. Mengingat bahwa hari masih terlalu dini di tempat Seungcheol, kemungkinan pria itu masih bergelung di bawah selimut. Bayangan tentang dia meringkuk di dalam selimut, lelap dan begitu nyenyak, tanpa sadar membuat sudut bibirku tertarik.

Aku mengeluarkan ponsel dari saku untuk mengambil gambar langit di atas.

Aku memotret, dan suara ayahku berujar di belakang.

"Astaga. Kupikir aku tanpa sadar menyalakan pendingin udara." Aku memutar tubuh menghadap beliau. Ayah bersedekap dan menggelengkan kepala. Aku tersenyum penuh rasa bersalah. "Apa yang kau lakukan? Cepat ditutup atau seluruh rumah akan membeku."

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang