Fourty five

536 76 68
                                    

Aku terbangun dengan mata yang luar biasa berat dan sedikit ingatan akan apa yang terjadi tadi malam. Aku ingat bahwa Seungcheol menyatakan cinta padaku kemudian dia memelukku. Kami berpelukan dan aku menangis, dia kemudian menciumku, mencium kepalaku lebih tepatnya.

Pengetahuan itu malah membuat kepalaku pening karena aku tidak dapat mengingat dengan pasti apa yang terjadi setelah itu, yang mana membuatku ragu bahwasanya itu bukan hanya sekedar mimpi.

Aku kerap mengalami semacam disorientasi ingatan ketika aku kelelahan. Saat aku tidur sehabis kelelahan, biasanya beberapa ingatan tentang apa yang aku lakukan sebelum aku tidur akan kabur. tapi juga tidak menutup kemungkinan bahwa sesuatu yang kukira terjadi tadi malam ternyata hanya lah mimpi.

Tapi kalau itu bukan mimpi, apa tepatnya yang terjadi tadi malam? Apakah aku menangis sampai jatuh terlelap? Atau saking terkejutnya mendengar apa yang Seungcheol ketakan aku jatuh pingsan? Perkiraan memalukan apalagi yang aku miliki?

Satu pesan singkat dari Seungcheol yang kuterima di ponselku setidaknya sedikit memberikan bukti bahwa kehadirannya tadi malam di rumahku adalah kenyataan yang terjadi.

Sudah bangun?

Pertanyaan itu sederhana namun kurasakan wajahku menghangat membaca dua kata itu. Sesuatu mebeludak di dalam dadaku, sesuatu yang membuatku ingin berteriak seperti fanatik. Aku menggigit bibir, jari begeriliya di layar menulis balasan.

Sudah.

Meskipun sekarang aku tahu bahwa itu bukan sekedar mimpi. Aku masih memiliki pertanyaan lain yang juga sukar kutemukan jawabannya.

Hubungan apa yang kami miliki sekarang?

"Papa?"

Aku tersentak. Sosok kecil Mark berdiri di ambang pintu, masih mengenakan piyama, memeluk mr. Beagle.

"Tolong ketuk pintu kalau mau masuk." Aku memperingatkan.

Mark meringis. "Maaf." Dia berjalan ke arahku. "Kukira papa masih tidur." Katanya sambil meletakan kepala di atas kasur, di depan wajahku.

Aku membelai surainya, sekaligus menatanya. "Ada apa?" Tanyaku.

"Tolong keramasi rambutku ya?"

Aku tersenyum dan mencubit hidungnya. "Oke."

***

Semenjak bisa melakukannya sendiri, Mark sungkan meminta bantuanku untuk mencuci rambutnya, atau menggosok punggung nya ketika mandi. Selalu aku yang memintanya mengizinkan ku membantunya.

Setelah terkesan menjaga jarak denganku beberapa hari yang lalu, kelakuan nya yang seperti ini bagiku tentu saja terasa drastis.

Aku menduga mungkin Mark sedang menumpahkan segala sesuatu yang dia tahan untuk lakukan sedari kemarin. Bukannya aku ingin mengeluh. Tidak mungkin aku keberatan jika Mark menjadi sedikit lebih manja, namun fakta bahwa sifatnya ini adalah hasil dari perundungan yang dia alami di sekolah membuatku merasa lebih simpatik daripada antusias

"boleh aku minta potongan semangkanya lagi?" Tanya Mark. "aku ingin membaginya dengan jaemin."

Aku tersenyum. "tentu saja."

aku menambahkan beberapa buah semangka yang sudah kupotong dadu ke dalam kotak bekal Mark bersama kimchi, telur gulung, dan onigiri. Kemudian buzzer berbunyi. 

Aku bertatap-tatapan dengan Mark yang menaikan alis. Dari ekspresinya kutahu, seperti diriku, Mark sama sekali tidak menduga kedatangan tamu sepagi ini.

"Sebentar." Aku berkata pada Mark lantas meninggalkannya di dapur untuk membuka pintu. 

Pintu kubuka, aku langsung berhadapan dengan Seungcheol, necis dalam balutan celana bahan dan kemeja beserta dasi. Pria itu melambaikan tangan. Sesaat aku hanya mampu terdiam sementara merasakan dadaku bergemuruh mendapati sosok itu.

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang