Twelve

619 99 94
                                        

Bagaimana cara menjelaskannya. Kalian pasti sudah sulit percaya jika kubilang bahwa hari ini adalah hari terburuk dalam hidupku. Aku tahu aku selalu mengatakan ini, namun percayalah, grafik kesialan ku terus melonjak naik seolah tanpa batas. Sejurus dengan itu grafik kewarasan ku terus merosot. Mengejutkannya semua itu hanya disebabkan oleh satu orang, Choi Seungcheol.

Hari ini adalah klimaksnya. Ibarat sup dalam panci, alih-alih surut karena terlalu mendidih sup ku justru meluap dan meledakkan seisi rumah. Dan karena itu aku merasa harus benar-benar memukul Choi Seungcheol.

Siang ini seperti biasa aku menjemput Mark dari sekolahnya. Di tengah perjalanan, sebuah panggilan dari nomor tak dikenal masuk. Aku mengabaikan, namun sebuah pesan suara ditinggalkan. Suara familiar yang berkata dengan suara parau, "Kau harus datang ke rumah sakit".

Aku tentu punya berbagai pertimbangan bijak untuk tidak langsung menurut, atau percaya pada sang pemilik suara, namun ketika dia menyebut nama Mark, aku tidak perlu berpikir dua kali untuk berputar arah, membelokan tujuanku dari menjemput Mark di sekolah bocah itu ke rumah sakit yang beruntungnya tidak jauh dari sekolah Mark. detik itu, tekad ku teguh untuk membencinya seumur hidup.

Aku berpapasan dengan sosok itu di lobi rumah sakit, aku pasti akan memukulnya, tetapi sekarang aku terlalu sibuk memikirkan keselamatan putraku. Bahkan sekedar untuk menebak kenapa dan bagaimana dia bisa bersama dengan Mark, otakku benar-benar tidak punya waktu.

"Jihoon ... Jihoon!" Seruan itu tidak membuatku memperlambat langkah, justru sebaliknya. Kupacu langkahku menuju ruangan tempat Mark di rawat menurut resepsionis sebelum tanganku dicekal, dipaksa berhenti.  "Jihoon maafkan aku. Aku tidak tahu jika Mark alergi dengan-"

"Tentu saja kau tidak tahu," kataku. "Sekarang berhenti. Berhenti melakukan apapun yang sedang coba kau lakukan. Berhenti menemui putraku ataupun berpikir untuk melakukan itu, lagi." kusentak tanganku, menyebabkan genggamannya terlepas.

Ekspresinya berubah suram seolah aku tidak hanya membuat dia melepaskan tanganku, tapi juga sesuatu yang berharga dari genggamannya.

"Kenapa Lee Jihoon? Demi Tuhan, kenapa aku tidak boleh menemui mu? Kenapa kau tidak mau bertemu denganku?" Aku merasa tidak memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaan bertubi-tubinya jadi kuputuskan untuk terus berlalu. tapi aku masih bisa mendengar ketika dia mengatakan, "Apa ini karena apa yang terjadi pada malam itu?"

bodohnya, aku berhenti.

"Jihoon kumohon ... Kita perlu bicara."

***

Perutku terasa bagai sesuatu yang mengambang, jantungku rasanya meluncur jauh dari tempatnya ketika aku mengikuti Seungcheol menuju taman belakang rumah sakit, melewati jalan setapak yang dibentuk oleh deretan conblock menuju suatu tempat di sudut taman yang kurang menarik dan lekang dilewati seseorang.

Di bawah pohon maple tua yang meranggas pria itu berhenti, begitupun denganku.

"Maafkan aku," katanya. "Mark baik-baik saja."

"apa yang ingin kau katakan?" desakku, namun kuharap dia tidak benar-benar mengatakan sesuatu, kuharap kami tidak perlu membicarakan tentang apa yang terjadi pada malam itu, atau apapun.

Namun semuanya tidak pernah berjalan sesuai keinginanku.

Seungcheol menarik napas dan jantungku mulai berdentum tak wajar. "kau tahu, bulan-bulan awal setelah aku pergi, aku selalu bertanya-tanya kenapa aku tidak bisa menghubungimu, kenapa kau tidak pernah sekalipun menghubungiku sejak malam kelulusan. Setiap kali aku kembali aku selalu mencari mu, tapi kau tidak ada di manapun untuk ditemukan. aku pergi ke rumahmu dan ternyata kau sudah tidak tinggal di sana dan tidak ada yang tahu kau dimana, seolah-olah kau lenyap begitu saja. dua tahun yang lalu kau juga tidak datang ke acara reuni." Dia menatapku, menudingku dengan tatapannya, dan kurasakan semua masalah berpusat kepadaku. "Soonyoung, kwon Soonyoung--jika kau masih ingat, dia memberitahuku apa yang terjadi malam itu, ketika kalian mengantarku pulang. sejak saat itu aku--aku mulai mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi."

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang