Eight

664 103 36
                                    

Satu hal yang paling tidak aku mengerti di dunia ini, jika kalian tanya padaku, adalah konsep berpasangan. Kenapa seseorang membutuhkan pasangan saat mereka bisa menjalani hidup yang utuh sebagai satu individu. Pertanyaan itu sudah muncul sejak aku kecil. Dikutip dari pernyataan ibuku, Lee Jihoon kecil selalu memiliki pertanyaan aneh setiap kali beliau mengajak bocah itu menghadiri acara pernikahan.

Aku tidak terlalu ingat masa-masa itu tapi aku ingat benar pendapatku 10 tahun yang lalu tentang pasangan hidup. yaitu jika Tuhan benar-benar menciptakan belahan jiwa bagi setiap manusia, bukankah kita seharusnya langsung tahu? bukankah seharusnya ada tanda untuk itu? kenapa Tuhan mengabaikan detail sekecil itu dan lebih memilih melihat manusia kebingungan, saling menyakiti perasaan dalam upaya mencari cinta sejati, bahkan pada sebagian kasus kalap karena sesuatu yang mereka pikir cinta?

"karena Tuhan tidak ingin mengurangi hak kita dalam menentukan segala keputusan berdasarkan akal dan hati kita. sayang, kau akan tahu jika kau sudah bertemu dengan dia. Dia adalah bagian kecil dari dirimu yang bahkan tidak pernah kau sadari kau miliki sebelumnya. dia akan melengkapi mu dan mengerti dirimu karena pada dasarnya kalian adalah satu."

Itu jawaban yang eomma berikan untuk semua pertanyaan ku. Tapi aku tidak pernah mengerti maksud dari perkataan beliau sampai aku bertemu Choi Seungcheol. Tidak, tentu saja aku tidak melihat tanda apapun. Tapi saat itu aku benar-benar yakin telah merasakan apa yang dimaksud  dari menemukan bagian kecil dirimu. Untuk pertama kalinya aku merasa tidak utuh, bak puzzle yang tidak sempurna karena kehilangan satu kepingan kecil yang selama ini tidak pernah kusadari seberapa pentingnya bagian itu untuk membuat puzzle-ku utuh. 

Namun enam tahun yang lalu aku sadar bahwa semua itu tidak lah benar. Belahan jiwa tidak pernah ada, hanya ada orang-orang beruntung yang berhasil menemukan seseorang yang mencintai mereka dengan tulus.    

selama ini aku tidak pernah menjajal peruntunganku dalam mencari seseorang yang kurang beruntung itu. Mungkin tidak akan pernah jika saja aku menolak berkencan buta dan tidak harus bertemu orang aneh yang minta dikenalkan dengan putraku dari awal.

Aku sungguh tidak mengerti Park Chanyeol.  sayangnya aku sudah pastikan bahwa dia bukan orang suruhan Bumzu maupun Jeonghan, apalagi salah satu agen biro jodoh yang ingin mempromosikan bisnisnya, jadi aku benar-benar tidak tahu motif dibalik ajakan jalan-jalan akhir pekannya yang dia utarakan malam tadi.

Mark, yang termasuk dalam daftar undangan bersamaku, sama bingungnya. Bahkan setelah aku menjelaskan berkali-kali bocah itu tidak mau berhenti memberi pertanyaan default seperti siapa Park Chanyeol, kemana kita akan pergi, siapa saja yang akan pergi. Dan sayangnya aku harus menjawab semua pertanyaan itu tanpa terkecuali karena Mark tidak akan membiarkanku tidak melakukannya.

aku tidak tahu apakah ini ada hubungannya dengan gips kakinya yang sudah dilepas, tapi kurasa bocah itu semakin senang bertanya, bahkan walaupun aku tidak membuka sesi tanya jawab.

"kenapa paman Jeonghan dan paman Jisoo tidak boleh ikut?"

pertanyaan lainnya.

"karena dia hanya ingin bertemu denganmu."

"kenapa ingin bertemu denganku?"

dan lagi. ingin sekali ku jawab dengan ABC-an, andaikan bisa.

"habiskan dulu sarapan mu."

Mark menyuap sepotong pancake ke dalam mulutnya, lantas tanpa menelannya terlebih dahulu dia kembali bertanya. "kenapa ingin bertemu denganku?"

"karena dia penasaran dengan putraku yang tampan, pintar dan jago bermain bola." kuusak kepala bersurai madu tersebut. gemas, sayang dan kesal.

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang