Nine

587 90 24
                                    

Selama hampir seminggu ini dunia rasanya terlalu baik padaku. Aku tahu aku harusnya tidak boleh terlalu cepat berasumsi dan menetapkan ekspektasi karena tentu aku tidak bisa mngantisipasi jika nyatanya hal itu tidak benar, namun nyatanya 5 hari sudah hidupku berjalan tanpa kejadian-kejadian yang membuat jantungku rasanya ingin pecah.

Secara mengejutkan, dan benar-benar di luar dugaan, tidak pernah lagi kudengar kabar dari dia, ataupun melihat kemunculannya yang tiba-tiba. Bak 6 tahun yang lalu, Choi seungcheol kembali lenyap begitu saja, namun kali ini aku tidak punya waktu untuk memikirkannya, merenungi hari-hariku ke depan tanpa dia, ataupun bertanya-tanya bagaimana aku akan membesarkan anakku nantinya.

Kuharap ini sebagai pertanda baik. Sebuah kata pembuka yang sempurna untuk memulai lembaran baruku: orang baru yang menyenangkan, Mark yang menyukai sekolahnya dan punya banyak teman, dan perginya orang dari masa lalu yang tidak pernah kuharapkan.

Jika hal tadi adalah kata pembukaku yang sempurna, maka hari ini pantas menjadi bab awal yang sempurna. Hari Sabtu cerah yang akan kami habiskan dengan pesta barbeque bersama Jeonghan dan Jisoo, dan yang aku maksud dengan kami adalah aku, Mark dan Chanyeol.

Jangan tanya bagaimana aku meminta Park Chanyeol ikut karena Jeonghan dan Jisoo bahkan tidak akan pernah tahu.

Ini adalah pesta barbeque pertama yang Mark hadiri tahun ini sekaligus barbeque pertama setelah kakinya sembuh. Rasanya mustahil Mark bisa lebih antusias dari pada sekarang. Dia bahkan sengaja tidur lebih awal tadi malam. Merelakan acara TV favorit yang biasanya akan dia lihat 15 menit sebelum tidur. Namun tadi malam bocah itu langsung bergelung di bawah selimut setelah mengerjakan tugas sekolah, khawatir aku akan meninggalkannya besok jika dia tidak bangun lebih awal dariku.

Saat aku bangun pagi ini bocah itu sudah berada di depan TV. Piyama tidurnya sudah diganti dengan kaos dan celana pendek kasual yang sudah kusiapkan sejak tadi malam. Kakinya sudah di balut kaos kaki. Bucket hat-nya telah dia kenakan dan dia sedang menonton spongebob, sementara gelas susu yang isinya sudah ditanggalkan setengah berada di atas meja kopi.

Bahkan tempat makanan Ace sudah diisi.

Mark sepertinya tidak main-main saat mengatakan ingin cepat-cepat tumbuh dewasa, dengan begini bertambahlah daftar hal-hal yang perlu kucemaskan.

Mark menyapa dengan lengkap dengan senyum tiga jari, "Pagi papa!"

"Pagi."

Aku tidak punya pilihan selain menyegerakan mandi dan menyiapkan sarapan untuk diriku sendiri, sembari memerhatikan Mark yang sekarang tengah asik mondar-mandir, seolah sedang menjalani simulasi untuk kehidupanku 12 tahun lagi.

Lima belas menit kemudian ketika sarapanku sudah habis, semua barang bawaan telah siap di dalam tas, dan Ace sudah menunggu penuh harap di depan pintu-tidak sabar untuk ikut keluar-, Mark masih senantiasa mondar-mandir, melihat ke bawah meja dan sofa, tidak jelas mencari apa.

"Mark, ayo! Paman Chanyeol sudah menunggu," kataku.

"Aku tidak bisa menemukan bola Ace!" serunya kesal.

Ace, yang merasa ikut dilibatkan dalam percakapan kami, menggonggong semakin tidak sabar.

"Ace akan baik-baik saja, ayo!"

Bocah itu akhirnya menyerah dan memakai jaketnya.

***

Chanyeol sedang bersandar di mobil Hyundai hitamnya ketika kami sampai di parkiran. Melihat kami pria itu tidak menunggu untuk menghampiri.

"Maaf membuatmu menunggu," ucapku.

Chanyeol tersenyum. "Bukan masalah. Biar kubantu."

Dia mencoba meraih goodie bag yang kubawa di satu tangan dan tidak kubiarkan.

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang