Four

829 105 17
                                    

"dia sudah baik-baik saja eomma. Dokter bilang kakinya akan sembuh dalam dua sampai tiga minggu," kataku lewat telepon.

"eomma ke sana, ya?" dari nadanya bicara bisa kubayangkan wajah khawatir eomma.

"tidak, tidak usah. Kami akan ke sana jika mark sudah sembuh," Kataku cepat-cepat. Bukannya aku tidak suka, aku hanya tidak bisa mencemaskan tiga orang sekaligus.

"tapi benar kan cucuku baik-baik saja?"

Aku tersenyum tanpa sadar. Ada perasaan menyenangkan setiap kali mendengar orang tuaku memanggil mark cucuku, hampir sama seperti perasaan menyenangkan saat aku diingatkan bahwa aku tidak sendiri.

"iya. dia bahkan sudah masuk sekolah hari ini," jawabku. Kemudian lampu lalu lintas berubah dari merah ke hijau. "sudah dulu ya, aku harus menjemput Mark."

"hati-hati! Jangan lupa, cium mark untukku."

"oke."

"eomma menyayangimu."

"oke."

"Ji..."

"aku juga sayang eomma."

Dengan begitu sambungan telepon terputus tepat ketika mobilku berbelok dan berhenti di depan gerbang sebuah sekolah dasar.

Mark duduk di bangku panjang di depan sekolahnya ditemani wali kelas dan seorang anak sebaya yang kukenal beberapa hari yang lalu, Jaemin. Bocah yang selalu tersenyum seolah setiap hari adalah hari natal.

"hei, sudah lama?" aku menghampiri mereka bertiga.

"tidak," jawab mark sambil menggeleng. Dengan hati-hati dia berdiri dengan tongkatnya.

"terimakasih sudah menjaganya, Guru Jung. Terimakasih juga sudah menemainya Jaemin."

Guru Jung tersenyum ramah. "tidak masalah tuan Lee."

"hati-hati Mark! Sampai bertemu lagi besok." Jaemin melambaikan tangan. Kukira senyumnya tidak bisa lebih lebar dari sebelumnya ternyata bisa. Bocah itu terus mengejutkanku. "sampai nanti tuan Lee."

"sampai nanti." Aku balas melambai, kemudian kubopong Mark dan kududukan bocah itu di kursi belakang, kuletakan tongkatnya di kursi kosong tepat di sampingnya sebelum aku duduk di kursi pengemudi.

"dah!" Mark melambaikan tangannya keluar jendela.

Aku terkesiap saat teringat sesuatu. Spontan aku cepat-cepat melompat turun dari mobil dan menghampiri mark. "papa lupa sesuatu." Dan kukecup pipinya. "itu dari nenek."

"nenek?!" wajah itu berseri-seri. "apa nenek menelpon?"

"yup." Jawabku di tengah usaha kerasku memakai kembali sabuk pengaman.

"kapan?"

Aku masih menarik-narik sabuk pengaman. "tadi saat papa akan menjemputmu." Masuk dan klik. Akhirnya. "kau bisa menelpon nenek lagi nanti."

Mark mengangguk. Walaupun aku tidak melihatnya, tapi aku tahu dia mengangguk karena dia tidak menjawab. Kumohon jangan pernah meragukan instingku yang itu.

Saat kutengok kaca spion tengah Mark ternyata sedang sibuk dengan totebag yang dia bawa. Aku tadinya tidak memperhatikan sebab kupikir itu tas kotak bekalnya. Setidaknya instingku masih 99% akurat.

"hei apa itu?"

"tadi dokter-dokter berkunjung ke sekolahku lalu memberikan kami ini." Dia menunjukan beberapa pasta gigi rasa buah-buahan, sebuah sikat dengan gagang berbentuk kepala dinasaurus, sebotol cairan pembersih tangan dan setoples jajanan yang terdapat stickey notes di depannya bertuliskan jangan lupa cuci tangan sebelum makan dan sikat gigi sesudahnya. Mark membacanya keras-keras untukku.

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang