Chapter Side 1

538 57 102
                                    

Bagian ini akan mengkisahkan Jihoon sebelum Mark lahir a.k.a waktu Jihoon hamidun. So, yu know lah, bakal kentel bgt mpreg nya. Buat kalian yang gak terlalu suka Mpreg, ato gak nyaman sama Mpreg, yu can just skip this part, toh ceritanya udah selesai juga. Tapi karena kalian udah sampe sini asumsi saya sih kalian fine2 aja ya sama mpreg (harusnya) 🤣

Saya juga gak pake pov orang pertama disini. Saya pake pov orang ketiga dan lebih fokus sama Jeonghan.

Saya harap kalian oke sama Jihan😘


***

Malam ketika Jeonghan merengkuh tubuh ringkih itu dalam lengannya dan menggiringnya masuk ke dalam mobil, setelah dia berhasil membuat keraguan pemuda itu hilang dan membuat pemuda itu yakin bahwa dia bersungguh-sungguh akan membantunya, hujan turun menggempur bumi. Langit begitu suram dan gelap bak semesta kehilangan seluruh warna yang ada dan telah memutuskan untuk memihak pada kesedihan yang dirasakan oleh seorang pemuda dalam rangkulannya.

Jeonghan sama terkejutnya seperti semua orang ketika dia mendengar apa yang menimpa Jihoon.

Selalu bagi dirinya, Jihoon adalah sebuah pelita di ruangan gelap, sedangkan dia, dan semua orang lain di dunia ini, merupakan benda-benda usang di dalam ruangan gelap itu, terletak di sudut ruangan sehingga tidak mencolok dan tidak cukup penting untuk dapat menarik perhatian.

Setiap acara keluarga Jihoon selalu memiliki sebuah pencapaian untuk dibanggakan kedua orang tuanya kepada semua orang. Paman dan bibinya, kedua orang tua Jihoon, selalu bercerita tentang si putra tunggal dengan semangat dan penuh kebanggaan. Olimpiade sains hingga pertunjukan musik klasik, Jihoon pernah mengikuti semua itu. Nilai akademis nya selalu sempurna begitupun kemampuan bermusiknya.

Maka saat Jihoon mendapatkan beasiswa di salah satu SMA paling elite di Seoul, Jeonghan tidak terkejut, tidak ada yang terkejut. Semua orang seolah sudah menduga hal itu sedari awal. Di mata siapapun masa depan Jihoon dapat dilihat dengan jelas seperti kehidupan seekor ikan di balik kaca aquarium.

Sampai hal itu terjadi, seperti tsunami yang tak dapat diprediksi atau dihentikan.

Dari begitu banyaknya orang di dunia ini, Jeonghan tidak pernah menduga bahwa Jihoon menjadi salah satu orang yang mengalami ini.

Dan Jeonghan melihat bagaimana pelita itu meredup dengan mata kepalanya, menjadi satu lagi benda yang tidak mencolok dan tidak diperhatikan di sudut ruangan. Bahkan lebih parah lagi. Menjadi tidak mencolok dan tidak diperhatikan nyatanya tidak cukup bagi Jihoon, dia menolak untuk dilihat.

Jeonghan maklum jika Jihoon terguncang. Hidup Jihoon sebelum semua ini terjadi bagaikan sepeda motor yang melaju di jalanan asri dan mulus dengan tujuan yang sudah jelas. Lantas hal ini terjadi bak sebuah lubang menganga yang muncul secara tiba-tiba di jalanan mulus yang tidak pernah diduga oleh siapapun, menjerumuskannya ke tempat yang sepenuhnya asing dan tidak dia kenali. Dan seketika semuanya berubah.

Seketika kebanggaan dan perhatian yang tak henti-hentinya ditujukan kepada dirinya dulu, berubah menjadi rasa iba dan prihatin. Dan Jihoon yang sadar akan hal itu, menyelubungi dirinya sendiri, mencoba begitu keras untuk mengenyahkan itu semua. Namun entah pemuda itu sadari atau tidak, yang terjadi justru sebaliknya.

Pada minggu pertama Jihoon tinggal di rumahnya pemuda itu hampir tidak mengatakan sepatah katapun selain menjawab pertanyaan yang dia ajukan, bahkan terang-terangan menghindari kontak mata dengan siapapun.

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang