special thankies to @KeteknyaCoups ✨💖💖✨ terimakasih uga buat kalian yang setia nungguin, setia baca bahkan vote, komen🙏
. . .
Ini adalah hari ke lima sekaligus malam terakhir kami menginap. Sore tadi, dengan semangat, Mark telah melaporkan agenda terakhir yang akan dia lakukan padaku.
Kata Mark, dan kukutip, "Aku akan membuat cheescake paling enak sedunia bersama nenek, lalu aku akan mengajak donghyuck menginap. kita akan makan cheescake, lalu bermain dan bercerita sampai tidur."
Setiap kami menginap di rumah kakek neneknya, malam terakhir adalah malam muram Mark. Malam dimana daftar hal-yang-harus-dilakukan milik Mark Lee hanya berisi: (1) merengek. Merengek agar itu tidak jadi malam terakhir, (2) merajuk. Merajuk agar dia bisa tinggal lebih lama lagi bersama kakek dan neneknya.
Tapi walaupun ini malam terakhirnya, Mark hampir sama semangatnya seperti saat kami berangkat kemari.
Jujur, bahkan jika Mark ingin menjadi begitu manja dan merengek terus-terusan sekarang, aku tidak keberatan, tidak pernah. Bagaimana bisa aku keberatan hanya karena anakku yang berusia 7 tahun menunjukan padaku bahwa dia tak lebih hanya seorang anak berumur tujuh tahun?
Namun mengetahui bahwa Mark menikmati setiap waktu yang dia miliki disini sampai akhir membuatku lebih lega.
Setelah bicara pada nenek Donghyuck dan mendapatkan ijin dari beliau, bocah itu sekarang berada dalam belatara rimba (kamar tidur yang didekorasi Mark bersamanya dengan berbagai hal berwarna hijau yang dapat mereka temukan di dalam rumah), mengaung dan meraung seperti singa, berusaha menerjang Mark, seorang ilmuwan yang tersesat di dalam hutan sendirian.
Aku tahu jalan cerita itu karena Mark membiarkanku bergabung untuk menjadi kameo (suatu hal yang bisa kusombongkan pada Seungcheol, jika aku mau). Mengenakan selimut hijau sebagai jubah aku berperan sebagai pohon penyembuh yang bertugas menyelamatkan Mark setelah diserang Donghyuck, sang singa.
Cerita berakhir dengan bahagia pada pukul sepuluh. Setelah kekenyangan akibat makan cheesecake sebelumnya dan kelelahan akibat bermain Mark dan Donghyuck memutuskan bahwa saat ini lah waktunya mereka bercerita sampai tertidur.
Sampai pada detik ini aku tidak menganggap janggal ide awal Mark untuk mengajak Donghyuck menginap.
Ini bukan pertama kalinya. Jika momennya pas, Donghyuck sering kali menginap, pun sebaliknya, Mark juga tak jarang menginap di tempat nenek Donghyuck. Biasanya mereka berdua akan tidur di kamarku lalu aku akan tidur di kamar tamu.
Karena melupakan satu fakta itu jadi lah aku terjebak perdebatan dengan Seungcheol tentang siapa yang akan memakai kamar tamu malam ini.
Kebodohan yang mengesankan.
"Aku bisa tidur di sofa ruang tamu." Begitu dalih Seungcheol, padahal itu adalah ide ku sejak awal.
Siapapun tahu dan setuju bahwa jika ada satu di antara kami yang pantas tidur di sofa, itu adalah aku.
Sulit untuk kuakui secara lantang, namun kakiku memang lebih pendek, jadi tidur di sofa tidak akan terlalu menganggu bagiku atau setidaknya itu lebih nyaman karena aku tidak perlu tidur dengan lutut yang terus tertekuk selama delapan jam penuh. Namun Seungcheol begitu kekeuh. Mungkin karena wacana tentang mengalah kurang lumrah baginya.
Aku mencengkram selimut di dekapanku lebih erat. Perdebatan ini tidak membuatku nyaman, malahan tidak sekalipun berdebat dengan Seungcheol pernah membuatku tidak merasa gelisah.
Dalam berdebat aku biasanya tidak pernah memiliki masalah. Aku bisa berargumen selama setengah jam kalau aku mau, namun tidak pernah begitu dengan Choi Seungcheol. Lidah ku seolah terikat seiring pikiranku yang kacau karena aku membuat pilihan yang salah dengan menatap matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
What If? (JICHEOL)
FanfictionBagaimana jika aku berhasil mencegah Seungcheol malam itu? Bagaimana jika aku menolak untuk menjemputnya? Bagaimana jika aku memberitahunya tentang malam itu? Apakah Seungcheol akan menerimaku dan membatalkan kepergiannya, rencana masa depannya yang...