Thirthy eight

400 78 153
                                    

Seharusnya aku tahu bahwa Choi Seungcheol akan selalu mengejutkanku.

Seharusnya itu lah pelajaran hidup yang aku patri di dalam ingatanku. Ku camkan baik-baik dan ku ingat selalu.

Dengan begitu aku tidak akan lagi terkejut luar biasa ketika mendapati Seungcheol di depan rumahku pagi ini.

"Paman!" Mark sudah berseru, teramat sangat girang, ketika aku masih tidak tahu harus berkata apa untuk menyambut tamu dadakan kami ini.

Mark bangkit, menghentikan kegiatan mengikat sepatunya dan membiarkan sebelah sepatunya tidak terikat, lalu bocah itu berlari ke arah Seungcheol.

Saat hatiku dihinggapi perasaan khawatir tali sepatu Mark akan membuat bocah itu terjerembab, Mark sudah berada di pelukan Seungcheol dengan selamat.

"Hei kawan."

Seungcheol mengacak rambut Mark yang baru beberapa menit tadi kusisir rapi. Tapi tidak ada yang bisa keluar dari mulutku untuk mengecam apa yang dia lakukan.

"Seungcheol?" Ketika aku akhirnya bisa menemukan suara untuk bicara, satu pertanyaan retoris nan bodoh itu lah yang keluar. Maksudku, sudah jelas itu Seungcheol, kenapa aku perlu mengajukan pertanyaan. "Kenapa.. Apa yang kau lakukan disini? Kami akan berangkat sebentar lagi."

Kepala Mark mendongak, menatap seungcheol dengan penasaran seolah dia juga memiliki pertanyaan yang sama denganku.

"Aku akan mengantar kalian," Tutur Seungcheol sambil menatap aku dan Mark secara bergantian.

"Yey!"

Kembali, Mark lah yang pertama bereaksi sedangkan aku masih setia membisu sebab jawaban Seungcheol hanya menjawab sedikit dari rasa penasaran ku atas alasannya kemari. Sedang jika aku bertanya lebih lanjut kenapa Seungcheol mau mengantar kami aku tahu jawabannya akan seperti "karena aku mau" Dan walaupun aku tergugah untuk bertanya kenapa dia mau, aku tidak melakukannya.

"Taksi kami sudah menunggu di luar," Jelas ku.

Beberapa saat yang lalu aku telah memesan taksi dan aku yakin sekarang taksi ku sudah menunggu di luar.

Mobilku baru akan keluar dari bengkel sekurang-kurangnya dalam tiga hari. Karena bus terlalu menguras begitu banyak waktu, taksi adalah pilihan paling efektif untuk mengantarkan Mark ke sekolah sekaligus membawa ku ke tempat kerja. Atau setidaknya kupikir begitu, sampai Seungcheol datang dan menempatkan ku di situasi dilematis ini.

"Batalkan saja. Akan kuantar kalian."

Mark kembali berseru antusias. Seungcheol menyadari ketika Mark melompat-lompat kecil di tempatnya bahwa tali sepatu sebelah kiri bocah itu belum diikat, dia lantas berjongkok, menali sebelah sepatu mark dengan simpul yang sempurna.

Seungcheol menatapku dan tersenyum. "Ayo. Tidak ada yang ingin terlambat, bukan?"

Aku masuk ke dalam untuk mengambil barang-barangku seperti dompet dan ponsel dan tak lupa tas sekolah Mark.

Di depan bocah itu aku berjongkok untuk membantunya memakai tas.

Kugunakan momen itu untuk berbisik di telinga Mark. "Bisakah kau bilang padanya untuk tidak menjemput papa nanti?"

Mark menatapku dan mengedikan bahu. "Bukan aku yang membawa mobilnya."

Luar biasa. Inikah rasanya pengkhianatan?

***

Napasku terhenti ketika laju mobil Seungcheol berhenti.

"Sudah sampai." Seungcheol menoleh ke belakang.

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang