Aku bohong, tidak ada sesuatu yang ku kerjakan. Apa yang bisa kulakukan di akhir pekan? tidak ada. Aku tersadar bahwa selama ini aku tidak pernah benar-benar memiliki kegiatan di akhir pekan kecuali menemani kesibukan Mark: bermain, jalan-jalan, dan tidur siang. Dan sekarang setelah bocah itu pergi kesibukanku hanya menelusuri saluran tv sambil bernapas di atas sofa. Sesekali tanganku akan bergerilya mengusap Ace yang berbaring di bawah sofa.
Di saat seperti ini hanya anjing itu yang setia menemaniku, sayangnya dia bukan lah lawan bicara yang menyenangkan. Tidak peduli apapun yang aku katakan dia hanya akan diam, kalaupun dia berkomentar aku tidak yakin bisa mengerti apa yang dia katakan.
Mulai hari ini rutinitas Minggu pagi ku benar-benar telah mengalami pembaharuan. Pembaharuan yang secara ironisnya justru tidak lebih baik.
Selama hampir 7 tahun hidupku, aku tidak pernah merasa senewen. Pun bagaimana bisa jika aku memiliki seorang anak untuk diurus di samping pekerjaan yang sudah cukup menguras waktu.
Namun sekarang, dengan tidak adanya Mark di sampingku dan kegiatan untuk kulakukan, membuatku luar biasa suntuk.
Ponsel ku sesekali berdenting oleh notifikasi dari Jeonghan dan Jisoo. Sengaja ku abaikan semenjak mereka tak henti-hentinya mengirim swafoto berpasangan hanya karena mereka sedang pergi berdua ke Jepang untuk menghadiri sebuah pameran seni, itu lah alasan kenapa aku hanya diam di rumah.
Aku sungguh tidak mengerti intensi sejoli itu melakukan hal demikian. Kalau untuk membuatku merasa lebih kesepian niscaya usaha mereka tidak sia-sia.
Aku bosan luar biasa, belum lagi kepalaku terus dihinggapi pikiran demi pikiran tak mengenakan tentang putraku. bagaimana kalau dia tidak betah? bagaimana kalau dia tidak suka tempat dimana dia berada sekarang? bagaimana kalau dia tidak suka makanan yang sedang dia makan? bagaimana kalau dia mengantuk? bukankah sekarang waktunya dia tidur? kemana Seungcheol membawanya? apakah dia baik-baik saja?
"Aghh ... " Aku mengerang frustasi. Ace menoleh padaku, menatapku dengan tatapan yang seolah-olah menantang. "Kau tahu aku tidak akan menghubunginya kan?"
Anjing itu kembali tertunduk. Tak lama berselang bel rumahku dibunyikan. aku berderap menuju pintu untuk mempersilahkan sang tamu, yang tak lain adalah Chanyeol, masuk.
"hai."
Beberapa menit yang lalu, digerakan oleh kesuntukan, aku berbasi-basi memintanya datang. Aku tidak benar-benar mengharapkan dia datang karena aku sedang tidak dalam mood yang baik untuk melakukan sesuatu, tidak saat otakku tak henti-hentinya memproyeksikan kecemasanku dengan memikirkan yang tidak-tidak tentang Mark. namun kurasa lebih baik memiliki lawan bicara yang tidak suka menjilat kakinya sendiri dan aku mengerti. dan nyatanya pria itu benar-benar datang.
"terimakasih sudah datang."
"tidak masalah."
Chanyeol menanggalkan jaket, menyampirkannya begitu saja di sandaran sofa sebelum memposisikan dirinya sendiri di sofa ikea ku. Dia mengusap Ace sebelum anjing itu berpindah menuju ke dapur, mengambil tempat hangat di sudut ruangan seperti yang biasa anjing itu lakukan setiap ada seorang tamu datang ke rumah.
"kopi?" Aku menawarkan dan langsung melenggang ke dapur ketika Chanyeol mengangguk. Ku tuang air ke dalam mesin pembuat kopi kemudian dua sendok makan kopi ke dalamnya. sembari menunggu tetes demi tetes kopi memenuhi teko aku duduk di kursi bar. Tak lama Chanyeol datang dan ikut duduk di sampingku. "sungguh hyung tidak ada rencana untuk pergi hari ini, kan?"
"tidak, kecuali kau ingin pergi?"
Aku menggeleng. "aku sedang tidak ingin pergi kemanapun."
Chanyeol mengangguk kemudian dia tebarkan pandangan ke sekeliling ruangan. "dimana Mark?" dia bertanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
What If? (JICHEOL)
FanfictionBagaimana jika aku berhasil mencegah Seungcheol malam itu? Bagaimana jika aku menolak untuk menjemputnya? Bagaimana jika aku memberitahunya tentang malam itu? Apakah Seungcheol akan menerimaku dan membatalkan kepergiannya, rencana masa depannya yang...