Semoga chapter ini tidak membosankan yes💗
Happy reading 🥰
Lima belas menit berlalu hanya dengan berdiam diri di kedinginan malam, Hana tak merasa lebih baik. Semakin ia mengingat percakapan Juna dan Lusi, hatinya semakin tercabik-cabik.
Banyak pemikiran yang sudah Hana otak-atik. Salah satunya apakah sebaiknya ia pergi dari keluarga ini, meninggalkan Samuel agar bahagia dengan Clarine. Bagaimana dengan anaknya nanti?
Apalagi Juna bersikeras pada cucu pertamanya ini. Hana tahu pergi dari Samuel tidak bisa semudah itu saat ini.Hana mendesis lagi. Luka menganga di hatinya belum membeku juga padahal tubuhnya sudah sangat dingin. Ia memeluk tubuhnya sendiri, menyuapkan udara yang masih hangat dari mulutnya ke telapak tangan beberapa kali. Sialnya, ia belum ingin kembali ke kamar.
Wanita itu akhirnya menyerah pada rasa sakit di hatinya. Ia membiarkan butiran air mata meleleh ke pipinya yang dingin. Hana dilanda dilema. Ia ingin bahagia, tetapi Tuhan sepertinya belum mengizinkannya. Hana yakin bisa bahagia tanpa Samuel, pasti. Namun, bagaimana dengan bayinya? Benarkah anak ini akan baik-baik saja nantinya tanpa hadirnya sosok ayah dalam hidupnya?
Isakan kecil keluar dari mulut Hana. Kenapa permainan Tuhan semenyakitkan ini? Hana kira ia bisa setidaknya berlindung pada kasih sayang orang tua Samuel, bukan Samuel. Namun, nyatanya mereka juga tidak tulus dan penuh perhitungan pada Hana.
Tiba-tiba saja Hana merasakan bahunya dibalut selimut tebal dan ia tahu siapa orang di belakangnya. Hana menyibak selimut itu agar terlepas, tapi Samuel langsung melingkarkan tangan kanannya di bahu Hana dan tangan kirinya di perut.
"Sam, lepas!" Hana mencoba menolak pelukan itu.
Samuel malah mengeratkan pelukannya. "Kamu membuat anakku kedinginan."
Hana berhenti memberontak kemudian memejamkan matanya rapat-rapat. Bahkan sekarang Samuel bisa menyebut bayi ini anakku. Sikapnya terlalu membingungkan untuk dipahami. Sejenak, Samuel bisa menerbangkannya dengan janji manis dan harapan cerah untuk masa depan anaknya nanti, tetapi tidak sampai pergantian bulan dan matahari, pria itu akan kembali menyakiti Hana dengan kalimat tanpa perasaannya.
"Kenapa malam-malam malah di luar?" tanya Samuel ketika mereka sudah cukup lama diam.
Hana memilih bungkam, ia takut suaranya menjadi parau karena terisak tadi. Hana tidak ingin Samuel menjadi sombong karena bisa membuatnya menangis.
"Hana," panggil Samuel lagi ketika Hana tak bersuara. "Memikirkan apa?"
"Samuel," panggil Hana pelan.
"Hm?" jawab Samuel sembari membalik tubuh Hana ke arahnya.
Hana masih menundukkan kepalanya. Memikirkan keputusannya sekali lagi sebelum melontarkan hasil dari pertimbangannya pada Samuel.
Pria itu membenarkan letak selimut yang membungkus bahu Hana hingga ke depan agar tubuh Hana tidak kedinginan.
"Aku sudah memutuskannya," gumam Hana masih ragu-ragu. Ia perlahan mengangkat wajahnya.
"Memutuskan apa?"
"Aku ingin kita ...." Hana menatap mata Samuel sekali lagi. "Berhenti di sini."
Samuel tersenyum tenang. Ibu jari pria itu menyapu jejak air mata di pipi Hana. "Kamu yakin? Kamu yakin anak ini tidak butuh ayah?" tanya Samuel yang seperti sudah tahu kelemahan Hana. Hana pasti langsung goyah jika Samuel menyinggung tentang figur ayah untuk anaknya nanti.
Jika Hana tidak memberatkan hal ini, Samuel yakin sudah lama sekali Hana pergi darinya.
"Hei." Samuel menangkup wajah Hana yang ternyata sudah sangat dingin. Pria itu menyalurkan kehangatan dari telapak tangannya. "Apa yang membuatmu tiba-tiba memutuskan hal ini? Bukankah kamu sudah berdamai dengan kenyataan bahwa aku hanya bisa menyayangi anak ini, bukan ibunya. Kamu masih berharap?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Who You Love (Pindah ke Kubaca dan Icannovel)
Romansa"Ini terlalu lama, Sam. Pada akhirnya kamu tetap harus memilih antara aku atau Clarine. Jangan egois dengan berpikir kamu bisa memiliki keduanya." "Aku tahu. Aku sangat paham perasaanmu, Hana. Clarine sangat penting bagiku, tapi... aku mungkin harus...