Happy reading 😍
Gabriel tak tahan, ia membuka suaranya untuk menyela, "Dia adalah adik kami. Adik kami sekarang sedang hamil karena ulah putra Anda."
Lusi tercengang mendengarnya sedangkan Samuel semakin mengepalkan tangannya.
"Apa? Tidak mungkin," gumam Lusi tak percaya dengan apa yang baru saja mereka katakan. "Sam, katakan pada ibu jika itu tidak benar!"
"Ibu, Sam akan mengurus semuanya—"
"Apa itu artinya ucapan mereka benar?" tanya Lusi dengan tajam. Belum sempat Samuel mencoba menjelaskan, wanita paruh baya itu sudah berdiri dari duduknya. "Ayah, Ayah!"
"Ibu." Samuel ikut berdiri dan memegang kedua bahu ibunya. Ia tak akan bisa berkutik jika sampai ayahnya tahu hal ini.
"Ada apa ini?" Seorang pria lima puluhan keluar dari sebuah pintu dan menghampiri istrinya.
Lusi segera meraih kedua tangan suaminya. "Sayang, Samuel...."
"Ibu," potong Samuel semakin panik. "Sam bisa menyelesaikannya, Bu." Samuel tampak gusar dan hampir putus asa.
"Ayah, Samuel menghamili adik mereka," kata Lusi dengan air mata yang membasahi wajahnya.
Juna menatap tajam Samuel yang langsung menunduk. "Angkat kepalamu dan katakan yang sebenarnya, Sam!"
Samuel belum bereaksi. Pernikahannya di ujung tanduk sekarang.
"Jangan jadi pecundang dengan lepas dari tanggung jawab, Sam!"
"Ayah, ini tidak seperti yang Ayah dan Ibu pikirkan. Samuel tidak berselingkuh dari Clarine. Semuanya hanya kecelakaan."
Juna melirik Gabriel dan Ricky bergantian.
***
Di luar dugaannya, Hana sangat menikmati status kehamilannya saat ini. Meski ia mengalami mual ringan di pagi hari, tapi Hana masih bisa mengatasinya dengan meminum jahe hangat setiap pagi hingga mualnya berkurang.
Kemarin Dini mengajak mereka menonton panduan kehamilan bersama hingga sekarang Dini, Gabriel, dan Ricky selalu mengatakan iya jika ia meminta sesuatu.
Itu benar-benar bisa dimanfaatkan untuk menjahili ketiga temannya.
Seperti hari Minggu ini, saat Hana mengatakan ingin kelapa muda di grup obrolan mereka, Gabriel langsung menyahut akan membawakannya. Bahkan Ricky menawarkan ingin sarapan dengan apa pagi ini. Hana senang pada perhatian hangat teman-temannya itu yang bisa dengan mudah membuatnya lupa jika kehamilannya saat ini tanpa suami.
Hana sama sekali tak merasa kesulitan.Sembari menunggu Gabriel, Hana sibuk berbalas pesan dengan Dini. Kedua wanita itu tampaknya sangat puas melihat Gabriel yang sangat malas jika disuruh Hana kini malah sering menawarkan diri untuk membantu Hana.
Mereka merencanakan kejahilan selanjutnya untuk mengerjai pemuda tampan itu.Bel apartemen berbunyi. Dengan antusias Hana berlari kecil ke arah pintu dan membukanya semangat. Senyumnya seketika sirna saat melihat bukan Gabriel yang datang dengan kelapa mudanya. Hana baru sadar, Gabriel tidak pernah menekan bel apartemennya karena pemuda itu tahu password-nya.
"Maaf, mencari siapa, ya?" tanya Hana sopan pada sepasang paruh baya di hadapannya.
"Boleh kami masuk dulu?" tanya sang wanita yang Hana taksir berusia empat puluh lima tahun dan masih sangat segar.
Hana ragu-ragu membuka pintu lebih lebar karena kemarin Gabriel sudah mewanti-wanti agar tidak sembarangan memasukkan tamu. Hana harus mewaspadai orang asing. Namun melihat raut ramah kedua orang ini, membuat Hana percaya mereka tidak akan berbuat jahat padanya. "Silakan," kata Hana masih agak ragu. Perempuan itu tidak mempersilakan mereka duduk dulu karena yakin mereka salah alamat.
"Maaf, mencari siapa, ya? Di sini hanya saya yang tinggal."
"Hana Taruma," ujar Wanita paruh baya itu dengan tatapan sendu. Ia mengulurkan kartu nama milik Hana pada pemiliknya.
Hana menganggukkan kepalanya pelan, tanpa sadar membenarkan namanya yang disebut wanita itu dan tidak menerima kartu nama itu kembali padanya. "Saya Hana, ada keperluan apa, ya? Apa kita saling mengenal?"
"Perkenalkan, saya Juna. Ini istri saya Lusi," jelas pria paruh baya itu yang mengaku bernama Juna. "Kami adalah orang tua Samuel."
Hana melebarkan matanya terkejut. Kedua tangannya yang masih menegangi pintu tiba-tiba saja berkeringat. Tubuhnya langsung kaku di tempat. Seingatnya ia hanya menemui Samuel tentang pertanggungjawaban itu, bagaimana bisa orang tuanya juga tahu? Hana yakin Samuel tak mungkin seberani itu mengatakan pada orang tuanya mengingat jika pria itu tak sudi bertanggung jawab tempo hari.
Napas Hana mulai memburu. Ada emosi yang tiba-tiba saja menguasai dirinya tanpa bisa ia cegah. Hana berpikir, mungkin saja sinetron-sinetron di televisi itu tak sepenuhnya fiktif belaka. Ia yakin orang-orang kaya dan berkuasa seperti keluarga Atmaja ini pasti akan melakukan segala cara untuk mempertahankan nama baik mereka. Apa anak-anak orang kaya selalu diawasi orang tuanya meski sudah besar? Apa mereka mengawasi Samuel hingga langsung tahu jika ada seorang perempuan yang tengah hamil anak dari putra mereka? Setidaknya itulah yang sedang Hana pikirkan.
Hana bahkan sudah bisa menebak dua pilihan di kepalanya. Menggugurkan bayi ini atau diasingkan. Demi Tuhan, Hana tak akan menyetujui keduanya karena ia juga tidak akan memanfaatkan situasi ini untuk mengambil keuntungan dari keluarga mereka.
"Saya harap obrolan kita cukup sampai di sini. Saya tidak butuh apa pun dari kalian. Saya bisa merawat bayi ini sendiri. Anggap saja ini bukan ulah putra kalian," ucap Hana berubah dingin. Ia hanya berusaha mempertahankan harga dirinya meski sangat gugup.
"Maafkan Samuel, Hana. Dia bilang, dia tidak sengaja. Dia mengaku salah." Lusi mendekati Hana lalu memegang kedua tangan Hana yang sudah basah oleh keringat.
Hana menatapnya dengan senyum kecil, wanita ini ternyata sangat lembut. Hana kemudian menggeleng. "Saya tahu, Tante. Tapi ini juga karena kecerobohan saya. Maaf, saya berjanji tidak akan mengungkit hal ini pada siapa pun. Saya akan melupakan siapa ayah biologis bayi ini, Tante." Hana menggigit bibir bawahnya. Ia tahu Samuel tak akan sudi bertanggung jawab dan Hana tak butuh tanggung jawab dari pria pengecut itu.
Lusi memeluk Hana dan menangis pelan mendengar jawaban Hana. Hana menahan air matanya mendapatkan pelukan penuh kasih sayang itu.
"Hana," panggil Juna yang sedari tadi hanya diam menyaksikan.
Hana menatap Juna. "Iya, Om."
"Kamu yakin itu anak Samuel?"
"Ayah...," tegur Lusi yang sontak saja melepaskan pelukannya dengan Hana lalu berbalik menatap suaminya.
"Tidak apa-apa, Tante. Saya paham." Hana tersenyum kecut. "Ini anak saya sendiri, Om. Sialkan meninggalkan rumah saya dan kita akan sama-sama sepakat tidak pernah saling mengenal."
Lusi memegangi bahu Hana. "Bukan begitu maksud suami saya, Hana."
Dari belakang, Juna menyahut, "Maaf jika itu tadi menyinggungmu. Tapi Samuel bukan pengecut, dia akan bertanggung jawab jika benar itu adalah anaknya." Juna berucap dengan tegas. Dari tatapannya, sepertinya pria itu yakin putranya tidak akan menjadi pengecut dengan berlari dari tanggung jawab.
Hana menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Jika saja mereka tahu Samuel berniat mengasingkannya dan menyuruhnya menggugurkan bayi ini, apa mereka masih berani menampakkan wajah dengan mengatakan Samuel bukan pengecut? Bahkan ketidakhadiran Samuel adalah indikasi kuat bahwa pria itu tidak bertanggung jawab. Pria itu tak punya cukup nyali untuk datang bersama orang tuanya. "Saya hanya ingin hidup tenang tanpa mengenal keluarga Anda."
![](https://img.wattpad.com/cover/235825591-288-k62474.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Who You Love (Pindah ke Kubaca dan Icannovel)
Romans"Ini terlalu lama, Sam. Pada akhirnya kamu tetap harus memilih antara aku atau Clarine. Jangan egois dengan berpikir kamu bisa memiliki keduanya." "Aku tahu. Aku sangat paham perasaanmu, Hana. Clarine sangat penting bagiku, tapi... aku mungkin harus...