Happy reading 😍
Mobil Alan melaju santai menuju rumah sakit tempat Lusi dirawat.
Hana merasa gelagat Alan agak aneh. Pria itu beberapa kali melirik kaca spion. "Alan, ada apa?"
Alan menoleh pada Hana sekilas dan kembali melihat kaca spion. "Mobil hitam di belakang kita, dia sama sekali tidak menyalip meski aku menurunkan kecepatan berkali-kali."
Hana menoleh ke belakang, melihat langsung mobil yang dimaksud Alan dari sela tengah mobil Alan. "Maksudmu ... itu mengikuti kita?"
Alan agak ragu-ragu. "Mobil ini ada di belakang kita saat kita melewati minimarket di depan apartemenmu. Beberapa mobil di belakang kita tadi selalu menyelip ketika aku menurunkan kecepatan. Bahkan kita berjalan sangat santai dan dia tidak pernah menyelip."
"Lebih pelan," kata Hana mengintruksikan dan ingin tahu apakah mobil itu benar-benar mengikuti mereka atau tidak.
Alan memperlambat laju mobilnya sampai seperti orang yang baru belajar menyetir dan berkali-kali mobil lain menyalip mereka sedangkan satu mobil yang mencurigakan itu tetap ada di belakang mereka dengan kecepatan yang sangat rendah. Bahkan mobil itu mempertahankan jarak yang konsisten dengan mobil Alan.
"Mobil itu benar-benar mengikuti kita," ujar Alan dan mengubah kecepatan mobilnya menjadi sedang.
"Mungkinkah orang di dalamnya baru saja belajar menyetir sehingga tidak berani menyalip?" duga Hana masih mencoba berpikir positif.
Alan tertawa kecil mendengar analisis sederhananya. "Mungkin saja." Ia tidak ingin membuat Hana khawatir, jadi mengatakan persetujuannya.
"Hana, jika sering bersama, perasaan kita yang dulu bisa saja kembali berkembang."
"Apa maksudmu?" tanya Hana agak waspada. "Kamu setuju bahwa kita hanya akan berteman. Jangan bilang kamu memiliki niat padaku!"
Alan kembali tertawa. "Apakah kurang terlihat jika aku memiliki niat padamu?"
"Alan, kamu tahu kita tidak bisa melewati batasan pertemanan. Sungguh, aku ingin kamu mendapatkan wanita yang lebih baik dariku." Hana menatap Alan yang sesekali menoleh padanya dengan sendu. Melepaskan Alan sebenarnya sangat sulit, tapi Hana ingin yang terbaik untuk Alan.
"Banyak wanita yang lebih baik darimu, tapi jika wanita yang tepat untukku adalah kamu, aku bisa apa?"
"Alan ...." Hana tak bisa berkata-kata dan merasa bersalah. Apakah pilihan yang kurang tepat jika ia meminta Alan menemaninya ke rumah sakit?
Melihat raut putus asa Hana, Alan tertawa. "Lihat wajahmu." Pria itu meraih dagu Hana dengan lembut. "Aku hanya bercanda, Hana. Kamu gugup sekali."
"Alan!" Hana memukul tangan Alan dari dagunya dengan kesal. "Menakutiku setengah mati!"
Alan tersenyum simpul dan menatap ke depan untuk fokus mengemudi.
Alan dan Hana baru saja keluar dari mobil di parkiran rumah sakit. Pria itu melirik ke sekitar dan melihat mobil yang tadi di belakang mereka juga ikut masuk ke parkiran.
"Ayo." Pria itu meraih tangan Hana untuk ia genggam dan membawanya masuk ke rumah sakit.
"Kenapa?" tanya Hana agak bingung karena Alan terlihat buru-buru mengajaknya masuk.
"Di luar sangat terik, tidak terlalu nyaman."
Hana mengangguk percaya dan melihat ponselnya untuk mengetahui di kamar mana Lusi dirawat.
"Lewat sini," kata Alan yang memimpin jalan karena sudah hafal pesan yang tadi Samuel kirimkan.
"Alan, jangan bilang kamu pernah ke rumah sakit ini," tebak Hana karena pria itu menekan tombol lift. "Kamu bahkan langsung tahu di mana letak lift."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Who You Love (Pindah ke Kubaca dan Icannovel)
عاطفية"Ini terlalu lama, Sam. Pada akhirnya kamu tetap harus memilih antara aku atau Clarine. Jangan egois dengan berpikir kamu bisa memiliki keduanya." "Aku tahu. Aku sangat paham perasaanmu, Hana. Clarine sangat penting bagiku, tapi... aku mungkin harus...