Happy reading 🥰
Alan tidak berbohong saat ia mengatakan bahwa dirinya sedang ada di luar. Mobilnya sudah dari setengah jam lalu berhenti di depan sebuah gerbang rumah mewah yang tampak sangat sunyi.
Setelah menimbang lagi beberapa saat, pria itu membuka pintu gerbang dengan remote control di tangannya dari mobil dan masuk ke dalam.
Pekarangan yang memisahkan gerbang dengan pintu utama rumah agak jauh. Lebih dari seratus meter setelah masuk, Alan baru menghentikan mobilnya di depan pintu utama.
Pria itu tidak langsung keluar dari mobil, tetapi mengamati keadaan sekitar dengan saksama. Ekspresinya tidak terlalu baik, ada luka yang terpancar di matanya.
Hatinya terasa berat ketika ia memutuskan untuk turun dari mobil dan berdiri menghadap air mancur di tengah pekarangan. Meski tidak ditempati, setiap hari akan ada orang yang akan membersihkan rumah ini dan melihat keadaan di dalamnya, memastikan semua barang di dalamnya akan siap pakai sewaktu-waktu dibutuhkan.
Seperti air mancur yang kini menjadi objek paling menarik bagi Alan. Meski tidak ditempati, air mancur itu tetap menyala setiap harinya.
Pria itu belum berkedip menatapnya, mengulang memori tentang bagaimana air mancur itu masuk ke dalam desain rumah impiannya.
Kala itu ia pergi ke Bali bersama Hana untuk mengunjungi Rosa sebelum ia pergi ke Canada. Selama seminggu di Bali, mereka juga mengunjungi beberapa tempat wisata. Tak terkecuali sesederhana ke taman kota untuk melihat Air Mancur Menari yang cukup terkenal di Denpasar.
Seperti pasangan muda lainnya, hari itu adalah malam Minggu. Tentu saja keadaan taman kota sangat ramai dengan pengunjung yang ingin melihat pertunjukan air mancur yang hanya bisa dilihat di hari Sabtu dan Minggu.
Warna-warni air mancur mulai terlihat pada pukul tujuh malam dan membuat para pengunjung kagum.
Hana asal bicara, "Nanti di pekarangan rumah kita jika ada air mancur mungkin suasananya lebih sejuk."
Alan menoleh dan tersenyum lembut. "Ide bagus. Kamu bisa mengirimkan konsep air mancur yang kamu inginkan, aku akan membuat desain matangnya."
Hana sedikit mendongak ke samping untuk membalas tatapannya. "Aku hanya bercanda, Alan. Aku ingin rumah yang sederhana. Satu tempat tidur dengan kamar mandi di dalamnya, dapur dan ruang tengah dipisah dengan meja pantry. Jika bisa aku ingin seperti apartemenku saja. Jadi ketika aku di dapur dan kamu di kamar, kita masih bisa saling mendengar pergerakan masing-masing. Jika aku di kamar dan kamu di ruang makan, kita masih bisa mengobrol."
"Begitu?"
Mata Hana berbinar saat tidak mendapati raut keberatan dari Alan kemudian wanita itu mengangguk.
"Baik jika kita hanya masih berdua. Ketika kita nanti memiliki anak, tentu saja harus menyesuaikan diri."
"Aku paham, tapi aku ingin yang sesederhana mungkin. Semakin kecil akan semakin hangat rasa kekeluargaannya. Kalau kamu sendiri sebenarnya suka rumah yang seperti apa?" Hana bertanya kembali.
"Luas lima ratus meter tiga lantai."
"Alan!" Hana spontan memukul dada Alan karena terkejut. "Serius sedikit!"
Alan terkekeh dan mengusap dadanya yang kena pukul. "Aku serius. Di lantai pertama akan kita tinggali bersama anak-anak ketika mereka masih kecil sampai lulus sekolah. Lantai kedua akan kita gunakan untuk anak-anak kita yang telah menikah. Lantai ketiga adalah kamar cucu kita, tempat bermain dan bersantai. Bagaimana menurutmu?"
"Apa jika mereka menikah nanti kamu tidak akan membiarkan mereka keluar dari rumah? Kenapa kamu tiba-tiba seposesif ini?" goda Hana dengan senyum geli saat menatap Alan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Who You Love (Pindah ke Kubaca dan Icannovel)
Romance"Ini terlalu lama, Sam. Pada akhirnya kamu tetap harus memilih antara aku atau Clarine. Jangan egois dengan berpikir kamu bisa memiliki keduanya." "Aku tahu. Aku sangat paham perasaanmu, Hana. Clarine sangat penting bagiku, tapi... aku mungkin harus...