Lagi sakit gengs, kalian jaga kesehatan ya. Lagi musimnya nih.
Happy reading 😍
Alan menatap punggung Revan yang hilang di balik pintu ruang keluarga. Ia meraih ponsel di atas meja dan segera menghubungi Gabriel.
"Halo, Alan. Revan mengatakan sesuatu padamu?" Suara Gabriel terdengar khawatir di seberang sana.
"Dia baru saja bertemu Hana."
"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa laki-laki yang dimaksud Revan adalah Samuel? Bagaimana keadaan Hana?" Pertanyaan beruntun Gabriel lempar dengan tidak sabar.
"Revan berani meninggalkan Hana berarti ia sudah baik-baik saja. Jangan panik, berkendaralah dengan aman," pesan Alan dengan helaan napas ragu. "Syukurlah Revan menghubungimu, sebenarnya aku juga khawatir."
"Tentu saja. Kamu masih menyayanginya."
"Jangan dibahas lagi." Alan kembali menghela napasnya. "Aku menghubungimu hanya untuk mengatakan ini, tolong jaga Hana. Dari penjelasan Revan, sepertinya dia sedang bertengkar dengan suaminya. Suasana hatinya sedang tidak baik, mungkin dia akan banyak memakan makanan pedas untuk pelampiasan. Katakan padanya untuk menjaga diri dengan baik."
Gabriel menahan senyumnya agar tak sampai mata mendengar ucapan Alan. Sejak putus dari Alan, Hana tidak pernah lagi makan makanan pedas. Entah karena tidak akan ada yang mengomelinya seperti Alan, atau memang karena Hana sedang hamil. Gabriel cukup menyadari hal itu, tapi tak pernah benar-benar bertanya pada Hana.
Semua orang terdekat Hana tahu, wanita itu jika lelah atau marah yang membuatnya ingin menangis pasti mencari makanan pedas untuk alibinya.
"Alan, tidakkah kamu ingin datang bersamaku?" tanya Gabriel ragu-ragu.
Alan tersenyum kecil mendengarnya. "Kamu tahu sendiri karakter Hana. Di depanku, dia tidak mungkin berani menangis lagi. Bahumu saat ini yang paling tepat untuknya. Biarkan dia menangis agar hatinya lebih lega."
"Sebagai sahabat Hana, aku benar-benar ingin berterima kasih pada kepedulianmu, Alan. Tapi sebagai sahabatmu, aku harus mengatakan ini. Benar, rumah tangga Hana di ujung tanduk. Dia sedang berantakan. Kamu tentu saja punya kesempatan untuk kembali padanya. Tapi jika tidak ingin, lupakan Hana. Hidupmu harus terus berjalan dengan baik tanpa Hana. Temukan seseorang yang bisa membuatmu bahagia lebih dari Hana."
"Hm." Alan mengangguk, tapi bibirnya menunjukkan ekspresi kecut. Melupakan Hana? Ia sudah menyibukkan diri setiap hari seperti orang gila. Namun, semua usahanya untuk melupakan Hana tidak membuahkan hasil. Di hatinya, ia terus mengkhawatirkan Hana.
Selalu penasaran apakah wanita itu bisa menjaga dirinya dengan baik, makan dengan teratur dan tidak gila kerja lagi. Tidur dengan tepat waktu dan tidak begadang demi target berita. Ia juga penasaran, apakah wanita itu masih suka mengeluhkan narasumber yang sulit ditemui dan banyak maunya. Bisakah pria di sampingnya saat ini mendengarkan semua keluh kesahnya sampai wanita itu terlelap seperti yang biasanya Alan lakukan dengan Hana via telepon.
Alan tahu Hana sudah dewasa. Ia terlalu munafik saat berani mengatakan pada Revan dan Gabriel jika Hana pasti baik-baik saja. Alan tak bisa memungkiri jika di hatinya, ia selalu mengkhawatirkan Hana.
"Bisakah mengabariku setelah kamu memastikan keadaan Hana nanti?" tanya Alan tak bisa menahan diri lagi.
Gabriel mengangguk samar di seberang sana. Agak lelah dengan perasaan Alan dan Hana. Mereka masih sangat saling mencintai, tapi tidak bisa bersama. "Aku akan meneleponmu lagi nanti."
"Terima kasih, Gab," putus Alan dengan hati yang masih berat.
Pria itu menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa, menengadahkan kepalanya dan melihat langit-langit ruang keluarga. Dalam hati ia berpikir, apakah ia bisa menemukan wanita yang lebih cocok daripada Hana? Harus ke mana hatinya berjalan? Seluruh perasaannya telah dibawa wanita itu hingga Alan tidak ada hasrat untuk menjalin hubungan lagi dengan perempuan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Who You Love (Pindah ke Kubaca dan Icannovel)
Romansa"Ini terlalu lama, Sam. Pada akhirnya kamu tetap harus memilih antara aku atau Clarine. Jangan egois dengan berpikir kamu bisa memiliki keduanya." "Aku tahu. Aku sangat paham perasaanmu, Hana. Clarine sangat penting bagiku, tapi... aku mungkin harus...