05. Jebakan

174 17 13
                                    

Play now: Bring Me to Life - Evanescence

Follow instagram: @tjartika_

---

Punggung tegap yang membelakanginya kian tercium wangi aroma parfum yang dikenakan laki-laki itu saat Leon melangkah mendekatinya. Tangan Leon hinggap di pundak Liam setelah ia berdiri sejajar dengan lelaki itu. "Gak usah khawatir. I can handle this," ucap Leon.

Kedua tangan Liam masih berada di dalam saku celananya, sedangkan matanya menatap lurus ke depan. Balkon menjadi pilihan laki-laki jangkung itu untuk menenangkan pikiran.

"Biarpun lo ketuanya, lo juga manusia. Lo perlu perlindungan, kayak lo ngelindungi kita semua. Biarpun singa buas, tapi tembakan peluru bisa aja tiba-tiba kena kepalanya kalau singa itu lagi lengah. Pemburu punya banyak cara untuk bisa menangkap mangsanya. Gue cuma takut sesuatu akan terjadi. Bukan lebay, tapi gue peduli."

Seulas senyum terukir di bibir Leon. Satu hal yang Leon suka dari Liam: dia itu tipe orang yang peduli terhadap sesama. Selalu berpikir keras untuk menghadapi suatu permasalahan, tujuannya biar tidak salah langkah. Liam Geraldy. Leon sama sekali tidak salah telah menyematkan 'wakil ketua' kepada laki-laki itu.

"Thanks. Tapi lo harus percaya, gue bisa kalahin Robin lagi malam ini."

Sudut bibir Liam terangkat. "Mau pakai cara apa pun buat cegah lo, tetep aja gue kalah. Satu lawan banyak, mana bisa gue menang?"

"Yam, percaya sama gue. Dan lo harus dateng nanti malem. Menang ataupun kalah, lo sama mereka udah jadi saksi kalau gue gak pernah jadi pecundang buat nolak tantangan."

---

Adzan Magrib baru saja selesai berkumandang. Sedang si pemilik rumah tengah melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan salat Magrib. Hal itu menjadikan kesempatan untuk 'seseorang' yang mengenakan penutup wajah untuk memasuki rumah Leon.

Orang itu mengendap-endap. Masuk melalui gerbang yang tidak dikunci, tak lupa melirik ke sana-kemari untuk mengawasi. Dia datang di waktu yang tepat, 'sesuatu' yang dia cari ada di hadapannya.

Motor berkapasitas 600cc berwarna biru punya Leon ada di halaman rumahnya. Membuat si 'pengincar' motor tersebut memudahkan untuk melakukan aksinya. Bukan untuk mencuri motor Leon, tapi mau melakukan 'sesuatu' terhadap motor kesayangan laki-laki itu.

Orang itu mengeluarkan sesuatu yang dia bawa dari dalam waits bag-nya. Berjongkok di depan motor Leon, kemudian melakukan aksinya tanpa lupa untuk melirik ke sana-kemari. Tanpa waktu lama, dia berhasil melakukan aksinya. Setelah selesai, dia kembali memasukkan benda yang tadi dia gunakan. Dia kemudian buru-buru pergi, takut kalau aksinya bakal ketahuan.

Tanpa sadar, dia pergi meninggalkan 'sesuatu' di dekat motor Leon. Benda itu terjatuh saat 'dia' berjongkok. Benda yang amat penting, benda yang nantinya akan menentukan nasibnya ke depan akan seperti apa.

Apakah rencananya benar berhasil?

---

Pukul delapan lewat lima menit. Malam ini, di tempat ini, akan kembali digelar event balap motor antara ketua Leopard dan ketua Volker.

Teman-teman Leon mengerubungi laki-laki itu. Memberikan petuah-petuah padanya.

"Lo pasti menang, Bang. Singa yang buas, gak pernah takut buat ngelawan kucing yang manja. Fighting!" ujar Lingga. Dia yakin kalau Leon bisa menang lagi malam ini.

"Gue udah ngejamin kalau lo bakal menang, Bos. Gue tunggu traktirannya di kantin, besok."

Zayn menoyor kepala laki-laki yang berdiri di sampingnya, Daniel Cakra Darius. "Maunya gratisan mulu, lo! Gue juga mau, kali!"

Leon mengangguk menanggapi petuah-petuah yang diberikan teman-temannya itu. Kini dia beralih menatap Liam yang sedari tadi hanya diam. "Biasanya lo yang paling bawel buat nyemangatin gue. Keluarin dong petuah lo!"

Liam menatap Leon sekilas. Pandangannya kembali tertuju ke depan—ke jalan yang akan dilalui Leon malam ini. "Berdoa sama Tuhan, minta keselamatan."

Hanya itu kata-kata yang keluar dari Liam. Biasanya dia akan berbicara panjang kali lebar untuk memberi petuah pada ketuanya.

"Kalau itu sih gak pernah telat. Kok tumben lo ngomongnya gitu doang?" tanya Leon.

"Gue... gue ta—"

Zayn langsung memotong perkataan Liam, "Yam. Lo jangan buat Leon kehilangan fokusnya, dong! Harusnya itu lo kasih semangat buat dia. Gimana, sih?!"

"Bisa gak sih gak usah ribut depan gue?" bentak Leon.

"Udah kongresnya?" Tiba-tiba saja Robin datang dengan motor gedenya. "Udah siap kalah malam ini?"

Gelak tawa menggema setelah Robin berkata demikian. Hal itu mengundang amarah dalam jiwa Robin.

"Apa? Leon kalah? Sejak kapan? Bukannya udah terbukti kalau kemarin siapa yang kalah?" ledek Zayn. Dia memang paling nafsu untuk menghina orang lain.

"Itu kemarin, sekarang beda lagi. Gue bakal buktiin, kalau gue bisa kalahin ketua lo yang gak guna ini!" kata Robin dengan tegas.

"Heh, lo gak usah—"

Leon memotong perkataan Theo dengan memelototinya. Laki-laki bermata sipit itu berhasil bungkam meski dia tidak tahan untuk menghantam Robin. "Kapan mulai?" tanya Leon pada Robin dengan nada bicara yang terkesan dingin.

Robin tersenyum menyeringai. "Sekarang."

Tepuk tangan terdengar begitu bergemuruh. Ditambah sorak-sorai yang menambah kebisingan.

Tangan Leon menggenggam setang dengan erat, sedang tatapannya tertuju ke depan. Melirik ke samping, dia bisa melihat wajah Robin yang penuh percaya diri sebelum laki-laki itu menutup seluruh wajahnya dengan helm.

Kedua motor itu melesat setelah sebuah saputangan melayang ke atas saat salah seorang laki-laki yang melayangkannya.

Lagi-lagi Robin berada di garda terdepan, meninggalkan Leon yang masih tertinggal jauh. Sesekali dia melihat ke spion, memastikan kalau Leon masih ada di belakangnya atau tidak. Sialnya, laki-laki yang mengendarai motor sport biru itu berhasil mencuri start.

Leon mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Sampai Robin tertinggal jauh di belakangnya. Laki-laki itu, terlalu percaya diri untuk bisa mengalahkannya.

Robin memang sering kali juara dalam hal adu kecepatan. Dia memang jagonya dalam bidang ini, Leon akui itu. Tapi Leon bisa membuktikan, kalau si raja jalanan itu kalah saat balap dengannya. Dan malam ini, Leon akan kembali membuktikan, kalau dia akan kembali memenangkan pertandingan ini.

"Lho, kenapa motornya gak bisa direm?"

Berkali-kali tangan Leon menarik rem, tapi tidak berfungsi. Dengan kecepatan di atas rata-rata ini, tentu Leon sangat panik saat remnya tidak berfungsi. Padahal dia selalu memerhatikan setiap inci motor kesayangannya. Termasuk rem yang merupakan peran penting dalam kendaraan.

"Brengsek! Motor gue kenapa?!"

Detak jantung Leon berpacu berkali-kali lebih cepat. Tidak. Tidak mungkin rem motornya mengalami kerusakan. Tapi ini benar rusak, rem motor Leon blong.

Kedua mata Leon melotot, di depan sana sekitar seratus meter lagi ada tikungan. Yang sialnya itu adalah salah satu tikungan paling tajam. Bagaimana dengan motornya yang tidak bisa direm?

Tiga meter

Dua meter

Satu meter

Tepat di depannya, tikungan tajam itu tampak terlihat. Perasaan Leon semakin tambah tidak karuan, dari arah berlawanan jalur kanan, ada mobil truk yang melaju.

Kalau nanti aku ninggalin kamu, aku rela kelindas truk

Aku lebih baik kehilangan nyawa, daripada harus kehilangan kasih sayang kamu, Eliza Ravelina.

Apa mungkin ucapannya akan benar jadi kenyataan? Leon teringat sama kata-katanya pada Eliza.



LEONARDO [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang