Suara pintu yang dibanting, terdengar begitu nyaring sampai membuat Karina yang sedang menonton televisi terlonjak kaget. Ia menoleh pada lantai atas yang terdapat kamar gadisnya. Kemudian ibu anak satu itu berjalan untuk menemui gadis yang baru saja pulang sekolah.
"Gue benci sama lo, gue benci!!!"
Teriakan yang disertai isak tangis membuat Karina buru-buru menghampiri Eliza. Banyak barang berserakan di lantai begitu Karina sampai di kamar gadisnya. Gadis itu berdiri di depan meja rias dengan penampilan yang sudah acak-acakan.
"Sayang, kamu kenapa?" Karina mencoba menyentuh putrinya, namun, Eliza sama sekali tak menghiraukan keberadaannya.
Tangis yang terdengar begitu pilu, begitu menyayat hati Karina. Sebagai seorang ibu, ia ikut merasakan apa yang dirasakan putrinya meski ia tidak tahu apa yang menyebabkan Eliza menangis.
Bahu Eliza bergetar dengan air mata yang terus mengalir deras. Meski objek terlihat buram karena air mata yang menggenang di matanya, ia bisa melihat pantulan dirinya di cermin yang begitu memprihatinkan. Derai air mata yang terus menetes, mata sembab dan hidungnya yang memerah.
Karina merapikan tatanan rambut putrinya yang tampak kusut. "Kamu kenapa pulang sekolah keadaan kamu jadi kayak gini, hm? Coba cerita sama Mama."
Eliza menoleh pada sang Mama, tercetak raut bingung penuh tanya di wajah wanita yang selama sembilan bulan mengandungnya itu. Kemudian ia memeluk Karina—menangis di dekapan hangat itu. "Leon, dia mutusin aku, Ma," adu Eliza dengan suara parau.
Mata Karina terpejam seakan menelan kenyataan pahit dari gadisnya. Jemarinya mengelus lembut punggung Eliza yang bergetar. "Kenapa Leon sampai mutusin putri Mama? Gak mungkin kan kalau gak ada alesannya? Kamu bisa cerita sama Mama?"
Pelukan kian renggang saat Eliza perlahan melepasnya.
"Gak apa-apa kalau El gak bisa cerita sekarang, Mama nunggu sampai El siap buat cerita. Apa pun masalah kamu, ada Mama yang selalu siap dengerin keluh kesah kamu, Nak," papar Karina dengan lembut seraya mengelus surai gadis yang tampak bermuram durja hari ini.
"Awalnya cuman kesalahpahaman aja, Ma. Tapi semakin ke sini, hubungan aku sama Leon mulai gak sehat." Meski sang Mama meminta untuk tidak bercerita, tapi Eliza memutuskan untuk menceritakan semuanya saat ini juga. "Leon ngira kalau aku selingkuh sama cowok lain, padahal nggak sama sekali. Aku coba buat jelasin, tapi dia tetep kukuh sama keyakinannya kalau aku selingkuh. Aku gak selingkuh, Ma."
Jemari Karina menyeka air mata Eliza saat gadis itu kembali menangis. "Mama percaya sama kamu. Mama juga lihat kalau kamu itu tulus sama Leon. Ya… mungkin aja Leon kecewa, terus karena terbawa emosi, dia jadi mutusin kamu. Siapa tahu Leon nanti cabut omongannya."
Eliza menggeleng dengan lemah. Tatapan gadis itu kosong dengan benak yang dipenuhi bayangan Leon yang akhir-akhir ini sikapnya banyak berubah. "Dia udah beda, Ma. Leon udah gak kayak dulu lagi. Dia beda semenjak…," Eliza menjeda ucapannya dengan tangisan, "semenjak ada cewek lain."
---
"Kenapa tuh anak?" tanya Adel sama Ana begitu melihat Eliza memasuki kelas. Ana yang tidak tahu pun mengedikan bahunya.
Kedatangan Eliza membuat tanda tanya di benak para teman sekelasnya. Kantong mata gadis itu menghitam ditambah sembap seperti habis menangis. Kedua sahabat Eliza langsung menghampiri gadis itu.
"El, lo kenapa?"
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Eliza saat Ana menanyakan itu. Kedua sahabatnya saling tatap karena melihat Eliza yang seperti tidak ada gairah pada hari ini. Tatapan gadis itu juga tampak kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONARDO [SELESAI]
Teen FictionLeonardo Adiwalaga. Laki-laki yang terlahir dalam naungan zodiak Leo, membuatnya berambisi ingin menguasai dunia dan menjadi orang nomor satu. Si pemilik zodiak berlambang singa ini selalu jadi sorotan, baik di kalangan kaum Hawa yang mencoba untuk...