"THEO?!"
Saat nama itu disebut, pertarungan seketika terhenti. Anggota Leopard langsung mengerubungi seorang laki-laki yang sudah tak berdaya di atas tanah.
Melihat itu, Robin rasa sudah puas. Ia kemudian menginstruksikan kepada anggotanya untuk pergi dari sana secepatnya. Rombongan yang diketuai oleh Robin Prayata itu langsung berhamburan pergi begitu saja.
Suara erangan dari Theo yang kesakitan terdengar begitu menyayat hati teman-temannya. Laki-laki itu terus merintih, sampai air matanya meluruh karena saking sakitnya. Sakit, benar-benar sakit. Tuhan, beri kesempatan untuk Theo bertahan, seperti itu harapan dari semua orang yang menyaksikan.
"Yo?!" Zayn langsung berjongkok di hadapan Theo. Perasaannya benar-benar was-was. Pikirannya kalut melihat kondisi Theo yang seperti ini. Wajahnya penuh lebam sama seperti yang lain. Tapi laki-laki itu terus memegang bagian dada yang membuat Zayn bingung, kenapa sama kondisinya. "Yo, lo bertahan!"
"Bang Theo wajahnya pucet banget," gumam Angga. Ia penasaran, ada apa sama Theo sebenarnya.
Liam sibuk memanggil pihak rumah sakit untuk mengirimkan ambulans dan membawa Theo. Melihat Theo yang terkapar lemah, membuat dia teringat dengan Leon yang malah sibuk dengan kekasihnya. Kedua tangan Liam terkepal dengan napas yang memburu. Ia tidak sabar ingin berjumpa dengan Leon secepatnya.
Kepala Theo berada di pangkuan paha Zayn. "Kalian udah panggil ambulans belum, sih?!" Laki-laki itu membentak karena tak kuasa melihat Theo yang terus mengerang sakit.
"Gue udah panggil, mungkin bentar lagi ke sini," jawab Liam.
"Gu–gue gak kuat, gue u–udah gak kuat lagi, Yen." Suara Theo terdengar parau. "Sakit...."
Zayn menggeleng, matanya pun memerah. Laki-laki itu menahan tangis di hadapan Theo. "Lo kuat, lo bukan cowok lemah! Bentar lagi ambulans dateng. Lo kuat, Yo, lo kuat!"
Melihat Zayn yang seperti itu membuat mereka mati-matian menahan tangis. Sampai Daniel pun diam-diam meluruhkan air matanya.
Tangis Zayn pecah seketika saat Theo batuk dan memuntahkan darah. Yang membuat dia panik adalah saat Theo sudah tak sadarkan diri. Mata Theo terpejam dengan dagu yang penuh darah sampai membasahi hoodie yang laki-laki itu kenakan. Zayn meneriaki nama Theo, berharap mata sipitnya itu kembali terbuka.
Sirine ambulans terdengar mendekat bertepatan dengan kedua mata Theo yang sudah tertutup rapat. Langsung saja Theo dibawa ke mobil itu dengan bantuan dari Zayn, Liam dan Daniel.
Mobil ambulans melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Suara sirine dari ambulans tersebut mengisyaratkan agar tidak ada yang menghalangi jalannya. Di belakang mobil yang membawa Theo itu ada beberapa sepeda motor dari anggota Leopard yang ikut menemani Theo menuju rumah sakit terdekat.
---
Entah kenapa Leon sedari tadi terus gelisah. Ia duduk pun tidak tenang rasanya. Melihat Divia yang sudah tertidur, membuat Leon bergerak untuk membawa gadis itu memindahkannya ke dalam kamar. Langsung saja Leon keluar dari kediaman Divia dan langsung menunggangi motor besarnya.
Markas. Naluri Leon menyuruhnya untuk ke tempat itu. Tidak terasa ia sudah berada di rumah Divia selama tiga jam lamanya.
Pukul sebelas malam. Meski malam semakin larut, tapi jalanan Ibu Kota masih tampak ramai kendaraan yang hilir mudik.
Begitu Leon sampai di markas, ia melihat kekacauan di tempat tersebut seperti habis terjadi sesuatu. Pintu rumah minimalis itu terbuka yang membuat Leon langsung bergegas masuk. Tidak ada siapa-siapa di dalam markas begitu Leon masuk. Mengingat tadi ponselnya dimatikan, laki-laki itu langsung merogoh saku celana dan mengeluarkan benda pipih yang berharga puluhan juta tersebut.
Lima puluh panggilan tidak terjawab dari Angga, membuat Leon semakin dilanda panik saat ponsel itu sudah ia nyalakan. Ada apa sebenarnya?
Panggilan masuk dari Lingga, menyegerakan Leon menekan ikon hijau— mengangkat panggilan tersebut. "Halo, Ngga, lo—"
"Rumah sakit Cahaya Intan, sekarang!"
Panggilan terputus setelah Lingga mengatakan beberapa kata barusan. Suara laki-laki itu terdengar ketus, dan tidak bersahabat. Tunggu, rumah sakit? Kenapa Lingga menyuruhnya untuk ke rumah sakit?
Daripada terus bergelut dengan pikiran, Leon menuruti perintah Lingga yang menyuruhnya untuk ke rumah sakit. Entah apa yang sudah terjadi. Yang jelas, firasat Leon sedari tadi benar-benar tidak enak.
Hanya butuh waktu 25 menit untuk jarak tempuh ke tempat yang Leon tuju, rumah sakit Cahaya Intan. Di depan ruang ICU, ada sekitar belasan orang teman-temannya. Tapi, tunggu, kenapa wajah teman-teman Leon terdapat memar? Karena sebelum Leon meninggalkan markas, wajah mereka tampak baik-baik saja. Begitu ia sampai sana, semua orang hanya diam seakan tidak menyambut kedatangan Leon atau mungkin tidak menghiraukan keberadaannya.
"Kalian kenapa? Si–siapa yang sakit?" Melihat raut wajah teman-temannya yang tidak bersahabat membuat Leon bertanya dengan hati-hati. Baru, semua pasang mata tertuju padanya. Tapi, kenapa tatapan mereka seakan memusuhi?
"Masih ingat teman, rupanya."
Leon melirik Zayn yang seakan menyindirnya. "Maksud lo?"
Berdiri dari duduknya, Zayn kemudian menghampiri Leon dengan raut wajah yang terkesan dingin. Tidak seperti Zayn yang biasanya. "Ke mana aja lo? Ke mana saat kita semua butuh lo? LO KE MANA, HA?!"
Melihat Zayn yang hilang kendali, membuat Yuda dan Bagas bergerak untuk menahan kakak kelasnya itu. "Ini rumah sakit, Bang. Tahan emosi lo!" tegur Bagas yang tidak digubris Zayn sama sekali.
"Ada apa sebenernya? Gue udah bilang kan kalau gue—"
Liam langsung memotong perkataan Leon, "Rumah Divia? Iya, kan?" Sudut bibir Liam terangkat saat melihat Leon yang hanya diam. "Lo tahu gak apa yang udah terjadi sama kita?"
Leon masih bergeming. Menunggu kata apa yang akan selanjutnya Liam ucapkan. Tapi mendengar itu saja sudah membuat Leon yakin kalau ada hal yang tidak diinginkan telah terjadi.
"Markas diserang sama anak Volker, mereka bawa pasukan yang gak kira-kira. Kalah? Jelas. Dalam segi jumlah aja kita udah kalah."
Kedua tangan Leon terkepal di kedua sisi tubuhnya saat kata-kata itu terlontar dari Lingga. "Kenapa gak ada yang ngabarin gue?" tanya Leon.
Ingin rasanya mereka meledakkan tawa kalau saja kondisinya tidak lagi seperti ini.
"Lima puluh kali gue hubungin lo, tapi gak ada satu pun panggilan dari gue yang lo jawab karena nomer lo susah dihubungi." Angga membuka suara. "Nyampe berapa ronde lo sama cewek itu sampai kita butuh bantuan, lo gak ada sama kita?"
"GUE SAMA DIVIA GAK NGELAKUIN APA-APA, SIALAN!" Leon membentak Angga sekaligus melayangkan pukulan sama adik kelasnya itu karena Angga yang menuduhnya yang tidak-tidak.
Melihat itu membuat Zayn kembali marah. Laki-laki itu menghampiri Leon dan balas memukulnya. "APA-APAAN LO PUKUL ANGGA, HA?! LO LIHAT KE DALEM, THEO LAGI SEKARAT, BRENGSEK!"
"ZAYN!" Liam menegur agar Zayn mengecilkan nada suaranya.
Tidak mempedulikan Liam, tatapan tajam Zayn terus tertuju ke Leon. "Dan ini semua itu gara-gara lo!"
"Theo?" Satu nama yang tadi Zayn sebut membuat Leon diam seribu bahasa. Ada apa sama laki-laki itu? Apa dia menjadi korban?
"Kita semua kecewa sama lo." Daniel melontarkan perkataannya untuk Leon. "Lo lebih mentingin orang lain yang bahkan baru aja masuk ke dalam hidup lo. Daripada orang yang selama ini selalu ada buat lo."
"Balik! kita gak butuh ketua kayak lo. Ketua yang gak bertanggung jawab, ketua yang lebih mentingin urusannya sendiri daripada anggota. Leopard ada karena lo yang diriin. Dan Leopard gak bakalan ada, kalau gak ada campur tangan kita semua. Inget, Yon, lo gak akan jadi ketua kalau gak ada anggota. Jangan mentang-mentang jabatan lo lebih tinggi, lo jadi seenaknya sama yang lain."
Perkataan Liam begitu menohok, membuat Leon diam tak berkutik. Ia diserang sendirian. Mungkin benar, Leon tidak pernah berguna sebagai ketua.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONARDO [SELESAI]
Teen FictionLeonardo Adiwalaga. Laki-laki yang terlahir dalam naungan zodiak Leo, membuatnya berambisi ingin menguasai dunia dan menjadi orang nomor satu. Si pemilik zodiak berlambang singa ini selalu jadi sorotan, baik di kalangan kaum Hawa yang mencoba untuk...