30. Penyerangan

93 13 0
                                    

Kedua tangan Farel terkepal begitu melihat Eliza berlari seraya terisak. Farel tidak bodoh, ia sadar kalau Eliza pasti kecewa. Leon, laki-laki itu, lihat saja nanti Farel pasti akan membalas perbuatannya!

Saat Farel berlari hendak menyusul Eliza, ia berpapasan dengan Leon yang juga berlarian. Farel langsung menahan laki-laki itu. "Gak usah deketin dia lagi!" bentak Farel dengan penuh penekanan.

Leon memberhentikan langkah, menatap Farel dengan sinis. "Siapa lo berani ngatur gue? Eliza itu pacar gue, gak ada urusannya sama lo!"

Mendengar perkataan dari Leon, membuat Farel terkekeh sinis. "Pacar? Masih ngaku juga lo? Terus yang tadi apa? Maksud lo nyanyi bareng cewek itu apa? Lo lihat sekarang, Eliza kecewa sama lo."

"Lo gak tahu apa-apa, lo mending diem!"

"Gue gak bakal diem aja kalau Eliza nangis cuman gara-gara cowok sialan kayak lo!"

Farel jatuh tersungkur saat Leon memukul wajahnya. Setiap bertemu dengan Farel, Leon pasti selalu terbawa emosi. Tak tinggal diam, Farel kemudian bangkit dan balas menghajar Leon. Jadilah perkelahian antara dua laki-laki itu di tengah hutan yang gelap gulita.

"Leon!"

"Farel!"

Liam dan teman-temannya datang bersamaan dengan Adel dan Ana. Liam sama Theo langsung menengahi keduanya.

"Kalian apa-apaan sih, ha? Susah banget kayaknya kalau tiap ketemu gak berantem tuh." Liam membentak keduanya dengan tatapan yang menyorot tajam.

"Leon, lo bener-bener keterlaluan tahu, gak?!" Adel membentak Leon, "maksud lo duet sama si cewek ganjen itu apa, ha? Oh... atau lo mau bales dendam gitu biar Eliza sakit hati sama kayak lo? Bahkan lo aja belum dengerin penjelasan Eliza sama sekali!"

Ana menenangkan Adel dengan mengusap-usap bahu gadis itu. "Gak ada gunanya juga lo ngasih tahu dia, biarin aja."

"Aaa!!!"

Suara desingan peluru terdengar begitu keras bersamaan dengan suara teriakan seorang perempuan. Mereka yang mendengar itu menjadi kaget bukan kepalang.

"Eliza?" pekik mereka bersamaan.

Farel mendekati Leon dan mencengkeram baju yang dikenakan lelaki itu. "Kalau sampai ada apa-apa sama Eliza, gue gak akan tinggal diem. Habis lo sama gue!"

"Keadaan lagi genting kayak gini, kalian masih mau berantem? Eliza itu lagi dalam bahaya!" bentak Ana. "Ini semua itu gara-gara lo berdua!" Ana langsung berlari tunggang-langgang untuk mencari keberadaan sahabatnya.

"Na!" Theo berteriak yang kemudian langsung berlari menyusul gadis itu.

"Kayaknya, ini orang yang neror kita kemarin," ujar Liam, "kita susul mereka!"

Semuanya langsung berlarian tanpa menyisakan satu orang pun. Eliza, gadis itu sedang dalam bahaya. Semoga saja tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan pada gadis itu. Mereka berhenti tepat di hadapan puluhan remaja laki-laki dengan Eliza yang berada di posisi paling depan dan seorang laki-laki yang menahan gadis itu.

"Volker?" Kedua mata Liam membola saat melihat Eliza tengah ditahan sama Robin.

Volker? Kenapa mereka semua bisa berada di sini? Dari mana mereka tahu kalau SMA Maheswari tengah mengadakan acara sekolah? Sepertinya, ada yang tidak beres.

"Keparat!" Leon mengumpat dengan tangan yang terkepal kuat begitu ia menghampiri teman-temannya, Eliza ditahan sama Robin yang membuat Leon murka.

"Jangan gegabah, kita kalah jumlah, man!" Theo menahan Leon saat laki-laki itu akan menghampiri Robin.

Yang namanya Leon, tidak akan diam saja melihat seseorang yang berarti untuknya sedang dalam bahaya. Ia menyingkirkan Theo dan kemudian langsung maju ke hadapan Robin.

"Leon!" Liam berteriak. Leon memang keras kepala, tidak bisa melihat situasi kalau mereka sekarang ini kalah jumlah.

"Lepasin dia!" Leon menatap Robin dengan tajam. Bukannya takut, Robin justru menertawakan Leon.

"Lo mau dia? Bukannya dia udah lo buang?" tanya Robin yang mengundang gelak tawa dari pasukannya.

Eliza terus meronta dari kungkungan Robin, membuat Farel ikut emosi melihatnya. Tidak bisa diam saja melihat Eliza dalam situasi seperti ini, Farel juga menghampiri laki-laki asing itu.

"Brengsek!" Robin mengumpat begitu Leon menendangnya dan mengenai tangan Eliza.

Farel langsung berlari menghampiri Eliza. "El, lo gak apa-apa?"

Eliza melihat raut panik dari Farel. Ia kemudian menggeleng. "Leon!" Gadis itu meneriaki nama Leon saat lelaki itu tengah dipukuli sama beberapa orang.

Liam dan yang lain langsung membantu Leon. Meski kalah jumlah, mereka tidak bisa diam saja saat melihat sang ketua tengah dikeroyok. Sebisa mungkin Daniel melawan mereka meski ia kurang pandai dalam segi adu jotos. Ya, meskipun ia mendapati beberapa pukulan yang dilayangkan musuhnya.

"Eliza!" Ana sama Adel berlari menghampiri Eliza. Sementara Eliza, ia menatap Leon khawatir, takut laki-laki itu kenapa-kenapa. Baru kali ini ia menyaksikan perkelahian seperti ini secara langsung.

"El, lo diem di sini sama mereka berdua."

Eliza menahan tangan Farel dan menggeleng. "Gue gak suka keributan, Rel. Lo jangan-"

Mendengar itu, membuat lengkungan senyum terbit di bibir Farel. "Mereka kalah jumlah, El. Gue cuman mau bantu."

Tentu saja Leon menyaksikan interaksi mereka berdua. Membuat amarahnya kembali terpancing, apalagi saat melihat Farel yang mengelus-elus surai Eliza. Ia sampai tidak sadar kalau ada Robin di belakangnya. Leon tersungkur saat Robin menendang punggungnya.

Farel langsung turun tangan, ikut melawan orang-orang yang menurutnya asing ini.

Jelas saja Leon dan teman-temannya kalah, dalam hitungan jumlah saja, sangat kentara perbedaannya. Mereka berlima- ditambah Farel- melawan anggota Volker yang jumlahnya lumayan banyak, membuat ketiga gadis yang menyaksikan perkelahian itu khawatir bukan main.

Perkelahian langsung terhenti saat ada banyak orang yang berlarian menghampiri mereka.

"Apa-apaan ini?!" teriak Pak Danu dengan tatapan yang menyorot tajam.

"Cabut!" Robin memerintah anggotanya untuk pergi dari sana, menyisakan keenam laki-laki yang wajahnya babak belur. Daniel, anak itu yang paling parah.

"Ada apa ini? Kenapa kalian berkelahi seperti tadi, ha?!" bentak Pak Danu pada keenam laki-laki itu. "Siapa mereka?"

"Me-mereka orang asing, Pak," kilah Leon. Ia tidak mau mengatakan kalau mereka itu merupakan musuh dari geng motor yang ia pimpin.

Pak Danu mengimbau kepada para muridnya untuk tetap berhati-hati. Ia rasa, acara ini semakin tidak kondusif. "Semuanya bubar! Besok pagi kita langsung pulang ke Jakarta tanpa ada upacara penutupan!"

Pak Danu dan yang lain langsung pergi dari sana termasuk Eliza dan kedua temannya. Begitu juga Farel, laki-laki itu berjalan dengan lunglai karena kehabisan tenaga.

Daniel terus merintih sakit karena banyak luka pukul di sekujur tubuhnya. Semuanya terdiam dengan pikiran yang berkecamuk.

"Dari mana mereka tahu kalau kita ada di sini?" tanya Leon. Sorot mata laki-laki itu masih menunjukkan kemarahan.

Semuanya bertanya akan kehadiran geng Volker yang tiba-tiba ada di Bandung.

"Gue curiga, jangan-jangan yang neror kita itu mereka pelakunya," ujar Daniel yang menurut mereka ada benarnya juga.

"Kok gue ngerasa ada pengkhianat ya di Leo?"

Perkataan Liam tentu saja membuat keempat temannya menatap lelaki itu.

"Kenapa lo berpikir kayak gitu? Gue aja gak mikir sampe sana," tanya Leon.

"Kalau bukan pengkhianat, terus siapa yang beberin sama Volker kalau kita ada di sini?" Sudut bibir Liam terangkat dengan kedua tangan yang terkepal.

"Gue tahu siapa si pengkhianat itu." Theo berkata demikian dengan tatapan yang tertuju pada satu orang yang sedari tadi hanya diam saja.

LEONARDO [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang