06. Kalah

155 16 3
                                    

Suara ban motor yang beradu dengan aspal begitu mengerikan buat siapa saja yang mendengarnya. Tepat di tikungan tajam itu, motor Leon sudah tidak bisa lagi dikendalikan. Leon memiringkan motornya saat di tikungan, membuat lututnya beradu langsung dengan aspal.

Celana jeans yang membalut kaki jenjangnya, terdapat sobekan besar di bagian lutut kiri. Menjadikan kulit laki-laki itu terkelupas serta mengeluarkan darah yang tidak sedikit.

Leon merasakan perih yang luar biasa. Saat telah melewati tikungan,  Leon memilih untuk menjatuhkan dirinya di bahu jalan. Tapi motornya masih tidak bisa dikendalikan, motor kesayangannya itu justru malah menyakiti Leon dengan cara menyeretnya.

Motor sport biru itu menabrak pohon, sementara tubuh Leon terpental sejauh lima meter dari jarak pohon tersebut.

Sepatu yang melindungi kaki Leon terlepas salah satunya. Lengan jaket kulit sebelah kirinya robek. Bukan hanya pakaian yang dikenakannya saja yang robek, tapi kulit tangannya juga ikut terkelupas. Perih. Sakit sekali.

"AAARRGHHHH...."

Leon merintih, mengerang kesakitan. Punggung tangan, kaki, lutut, lengan, semuanya terluka. Untungnya helm tidak terlepas, meski hidungnya mengeluarkan darah.

Mata tajam Leon kian melemah, mata itu tak mampu menyorot lebih jelas lagi. Kedua tangan bahkan seluruh badannya pun gemetar.

"Gue... ha–harus kuat."

Setelah kata-kata itu keluar dari mulutnya, kedua bibir Leon tertutup rapat. Bersamaan dengan kedua matanya yang juga ikut tertutup.

Robin sedari tadi berada di pinggir jalan, menyaksikan kesakitan Leon yang terkapar lemah di sana. "Selamat bertemu sama Malaikat pencabut nyawa, Leonardo Adiwalaga. Makanya, jangan cari gara-gara sama gue." Setelahnya, Robin langsung pergi melesat dengan motornya.

Sedangkan di tempat lain, tempat berkumpulnya banyak orang. Garis awal untuk Leon dan Robin bertanding. Semuanya menunggu di sana.

"Kok mereka gak muncul-muncul, sih? Kenapa lama amat?" Daniel sedari tadi terus menggerutu sebab kedua laki-laki itu tidak juga terlihat batang hidungnya.

Bukan hanya Daniel, semua orang pun ikut merasa cemas.

"Padahal jaraknya gak jauh-jauh amat. Lima menit juga harusnya mereka udah nyampe," ujar Theo yang memang benar faktanya.

Zayn terus mondar-mandir, sangat cemas karena Leon belum sampai juga. "Dia gak apa-apa, Leon baik-baik aja. Leon pasti menang. Pasti!"

Berkali-kali Liam mengecek jam yang melingkar di tangan kirinya. 25 menit sudah terlewati, belum ada tanda-tanda kemunculan Leon ataupun Robin. Liam benar-benar khawatir, pikirannya kalut. Sangat cemas terhadap sahabatnya itu. "Yon, gue harap lo gak kenapa-kenapa."

Atensi pasukan Leopard beralih ke seseorang yang baru tiba di garis finish. Sorakan yang ramai itu dari anggota Volker yang menyambut kedatangan Robin yang tiba lebih dulu di garis finish.

Harapan mereka untuk Leon bisa menang, sirna seketika. Robin lah yang lebih dulu sampai. Sementara Leon? Ke mana laki-laki itu?

Tanpa diduga, Zayn menghampiri Robin. Lebih parahnya lagi, laki-laki itu mencengkeram jaket Robin saat dia baru saja turun dari motor. "LO PASTI MAIN CURANG, KAN? MANA LEON, HA?!"

Buru-buru, Liam, Theo, Daniel, dan yang lain menghampiri Zayn. Liam sampai memiting leher Zayn. "Diem, sialan. Kendaliin emosi lo!" bentak Liam.

Zayn meronta minta dilepaskan, sampai Liam pun tidak bisa lagi menahannya. Zayn kemudian menghadap Robin, kembali mencengkeram jaket laki-laki itu."Kalau sampai lo apa-apain Leon, habis lo sama gue!"

"Singkirin tangan kotor lo, sialan!" bentak Robin. "Gak sudi gue dipegang sama tangan yang sering pegang-pegang paha jalang!"

Robin terhuyung ke belakang saat Zayn mendorong tubuhnya dengan begitu kencang. "TUTUP MULUT LO, SIALAN!"

"ZAYN!!!"

Liam, Theo, dan Daniel sama-sama meneriaki laki-laki itu. Theo menghampiri Zayn, membawanya untuk menjauh dari Robin. "Jangan dengerin omongan dia, kita harus cari Leon. Itu yang lebih penting!"

Zayn menyingkirkan tangan Theo dengan kasar. Zayn masih melayangkan tatapan perumusuhan pada Robin. "Tutup mulut lo, sebelum kematian yang tutup usia lo!"

Robin memerintahkan pasukannya untuk pergi dari sana. Meski begitu, dia tetap senang karena telah berhasil mengalahkan Leon. Sebelum beranjak, Robin mengingatkan, "Hati-hati! Musuh yang paling berbahaya, ada di deket lo semua." Laki-laki itu tersenyum menyeringai. Selepas itu, dia pergi dari sana bersama pasukannya.

Mereka tidak mengerti apa yang dikatakan sama Robin. Sedangkan 'seseorang' yang mendengar itu, mengepalkan kedua tangannya.

---

"Ayo, dong, tidur! Ish, susah amat, sih?!"

Eliza menyibakkan selimut tebalnya. Dia turun dari ranjang lantaran tidak bisa tidur, padahal sekarang hampir tengah malam.

"Kok gue jadi kepikiran Leon, ya? Kenapa perasaan gue tiba-tiba jadi gak enak gini?"

Anehnya, wajah Leon terus bergentayangan di pikiran Eliza. Meski memang selalu seperti itu, tapi kali ini berbeda. Justru Eliza malah gelisah.

Melirik ke nakas, sebuah ponsel teronggok di sana. Eliza pun mengambil benda pipih itu dan langsung menghubungi nomor Leon.

"Kok nomornya gak aktif, sih?"

Berulang kali Eliza mencoba menghubungi Leon, tetap saja tidak bisa. Nomor kekasihnya tidak bisa dihubungi.

"Leon... kamu gak kenapa-kenapa, kan?"

---

"Itu motornya si bos!"

Semuanya mengikuti arah yang ditunjuk sama Angga. Benar. Motor Leon berada di bawah pohon di tepi jalan. Posisinya terguling, dan Leon tidak ada di sana.

Mereka, anggota Leopard, beramai-ramai mencari Leon. Sampai akhirnya motor laki-laki itu ketemu. Tapi, di mana Leon?

"Motor Leon rusak parah," kata Theo setelah dia berada di depan motor Leon. "Terus Leon ke mana?"

"Brengsek! Ini pasti ulah si Robin!" Zayn memukulkan kepalan tangannya ke pohon. Dia tidak akan diam saja kalau sampai terjadi apa-apa dengan Leon.

Tempat yang gelap ini tidak bisa membuat penglihatan Daniel menangkap objek dengan jelas. Dia menelisik pada objek yang tidak jauh dari motor Leon. "Itu orang bukan, sih?"

Semua orang mengikuti arah pandang Daniel. Benar. Itu manusia. Dia terkapar di sana.

Perasaan Liam semakin gelisah. Dia berpikir kalau itu bukan orang yang mereka cari. Tapi setelah mereka menghampiri orang itu, badan Liam lemas seketika. "Leon...?"

Theo langsung berjongkok di hadapan Leon yang sudah tak sadarkan diri. Dia membuka pelindung kepala laki-laki itu yang masih menempel di kepalanya.

Melihat banyak luka di tubuh Leon, mereka memalingkan wajah ke arah lain karena tak kuasa melihat keadaan ketuanya.

"Yon, bangun, Yon! Lo denger gue, bangun, bodoh!" Zayn menepuk-nepuk pipi Leon. Tidak ada respons dari laki-laki itu.

Liam bergerak cepat untuk menelepon ambulans. Instingnya memang tidak pernah meleset. Ternyata ini jebakan.

Sementara itu, 'seseorang' tampak gelisah. Dia tidak menyangka kalau Leon akan berakhir seperti ini. Apalagi saat mendengar Bagas yang berkata, "Motor Bang Leon disabotase. Ini curang, kecelakaan ini terjadi karena disengaja."

LEONARDO [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang