H A P P Y R E A D I N G <3
---
Aku ada di depan
Pls, keluar
Bentar aja
Aku mau ngomong
Deretan pesan yang dikirim seseorang, membuat Eliza bangkit dari kasur dan langsung menuju ke jendela. Disibaknya gorden yang berwarna abu tersebut, Eliza dapat melihat ada seorang laki-laki yang berdiri di balik gerbang yang menjulang tinggi di depan rumahnya.
Seulas senyum terukir di bibir Leon. Tangan kanannya memeluk boneka panda berukuran besar, sedang tangan satunya lagi menggenggam seikat bunga tulip putih yang cantik.
Gerbang yang dikunci membuat Leon tidak bisa masuk ke rumah gadis itu. Tak apa, dia akan menunggunya di sini bersama kuda besi kesayangannya.
Boneka panda berukuran besar menjadi benda yang Leon pilih sebagai simbolik tanda permintaan maafnya pada Eliza. Karena panda adalah hewan yang suka kedamaian, makanya Leon memilih boneka tersebut. Sama halnya dengan tulip putih yang juga melambangkan kedamaian, Leon membawanya juga. Di dalam boneka yang terbungkus pelastik, ada secarik kertas yang memang sengaja Leon tulis.
"Pasti kamu suka," kata Leon dengan mata yang terus tertuju pada dua benda yang digenggamnya.
Leon kembali melirik pada bangunan besar di depannya, rumah ini tampak sepi kalau dilihat dari luar. Leon tahu, Eliza berdiri di dekat jendela. Dia bisa melihat bayangan gadis itu yang terhalang gorden dari luar.
Dari dalam, di kamar yang berada di lantai dua, Eliza berkali-kali menyibak gorden demi memastikan apakah laki-laki itu masih ada. Dan ternyata sampai detik ini, lelaki itu masih setia berdiri di gerbang, menunggunya.
"Leon ngapain ke sini segala, sih?!"
Pesan itu tak ada satu pun yang Eliza balas. Apalagi untuk menemui laki-laki itu, sangat malas sekali. Bukan malas untuk beranjak keluar rumah, hanya saja, Eliza sudah tidak mau lagi bertemu dengan 'mantan kekasihnya' itu.
"ELIZA RAVELINA, AKU MINTA MAAF!!!"
Bahkan laki-laki itu berteriak, membuat Eliza tidak tahu harus berbuat apa.
Derit pintu terdengar, Eliza menoleh dan menemukan mamanya yang berjalan mendekat.
"El, itu kayak suara Leon yang teriak. Dia ke sini?" tanya Karina.
"Bu-bukan! Itu bukan Leon!"
Tidak yakin dengan jawaban putrinya, Karina berjalan menuju jendela. Saat gorden itu dia sibak, Karina bisa melihat ada seseorang yang berdiri di balik pagar yang menjulang tinggi. "Itu Leon, El. Kok kamu gak biarin dia masuk? Kasihan kan Leon-nya. Bentar lagi mau hujan, loh."
"Bentar lagi dia juga pulang. Lagian, ngapain dia malem-malem ke sini?"
"El, Leon itu kan pac—"
"Mantan," sahut Eliza dengan cepat, "jadi dia udah gak berhak masuk ke kehidupan aku lagi. Apalagi nemuin aku."
Karina berjalan mendekati Eliza. Diusapnya surai gadis itu dengan lembut. "Biarpun kalian udah gak ada hubungan apa-apa lagi, gak seharusnya kamu menutup celah buat dia deketin kamu. Niat dia ke sini kan mau minta maaf. Mama juga tadi denger kok dia teriak."
"Ma, dia itu jahat!"
Dada Eliza bergemuruh, tak suka saat sang mama berkata seperti itu.
"Kalau dia mau mengakui kesalahan, terima maaf dia, Nak. Maafin kesalahan dia. Jangan jadi orang yang hatinya sempit, jangan jadi orang pendendam. Mama gak pernah ngajarin kamu kayak gitu, kan?"
Memalingkan wajahnya, Eliza menutupi isak tangis dari Karina.
Eliza dan Karina tersentak kaget saat terdengar suara petir yang menggelegar. Tak lama kemudian, hujan turun yang perlahan menjadi deras.
Karina kembali melihat ke arah luar, Leon masih berdiri di sana.
Guyuran hujan membuat sekujur tubuh Leon basah. Dua benda berharga yang dia bawa pun juga ikut basah. Sesekali laki-laki itu mengusap wajahnya. Penglihatannya pun sedikit terganggu karena guyuran hujan. Tapi tidak sedikit pun dia berniat untuk beranjak. Sebelum Eliza keluar untuk menemui dan menerima maafnya, Leon tidak akan pergi dari sini.
"ELIZA! AKU TAHU KAMU DENGER, AKU TAHU KAMU LIHAT AKU. MAAFIN KESALAHAN AKU, EL! MAAF!"
Bibirnya yang gemetar menyunggingkan senyum, saat Leon melihat kalau Eliza keluar dari kamar dan berdiri di dekat pembatas balkon. Tapi senyum Leon perlahan pudar saat Eliza berteriak, "PERGI, DAN JANGAN PERNAH TEMUIN GUE LAGI!"
Suara itu sedikit terdengar samar karena teredam hujan.
Leon kembali berteriak, "AKU GAK AKAN PERGI SEBELUM KAMU MAAFIN AKU, ELIZA! AKU NYESEL. AKU BODOH KARENA UDAH NINGGALIN KAMU. DAN AKU MINTA MAAF. AKU JANJI, INI TERAKHIR KALI AKU NGELAKUIN KESALAHAN DAN MINTA MAAF SAMA KAMU!!!"
Lama terdiam, sampai akhirnya Eliza memilih untuk kembali memasuki kamar. Tak peduli sama laki-laki itu yang terus berteriak dan memanggilnya untuk keluar. Eliza tak peduli.
"Kalau kamu gak mau nemuin Leon, biar Mama yang keluar."
Buru-buru Eliza menahan mamanya untuk tidak menemui Leon. Pencegahannya berhasil menahan pergerakan Karina. "Nggak, Ma. Biarin dia di sana. Aku udah gak mau lagi temuin dia. Mama gak perlu repot-repot kehujanan cuman buat nemuin dia."
"Kasihan Leon, El. Dia pasti kedinginan."
"Apa Mama masih mau kasihan sama cowok yang udah nyakitin anak Mama?" tanya Eliza yang membuat Karina terdiam. "El nangis tiap hari, apa Leon peduli? El dulu pernah berusaha untuk ngejelasin kesalahpahaman waktu itu, apa Mama tahu tanggapan Leon?"
Karina masih terdiam. Sedangkan Eliza, gadis itu sudah menumpahkan air yang sedari tadi dia tahan di pelupuk matanya.
Eliza kembali melanjutkan, "Leon justru buang aku. Bahkan dia sampai ngata-ngatain hal kotor ke aku, Ma. Dan parahnya lagi, Leon lebih milih nyelesain hubungan daripada nyelesain masalahnya. Dia juga lebih milih cewek lain daripada aku. Apa Mama masih kasihan sama dia? Dia itu jahat, Ma. Jahat!"
Karina tentu tahu apa yang dirasakan oleh anak gadisnya. Dia pun membawa Eliza ke dalam dekapan. "Kalau kamu ngelakuin itu, apa bedanya kamu sama Leon? Sejak kapan putri Mama jadi pendendam kayak gini, hm?"
Eliza terisak di pelukan Karina.
"Maafin dia, Nak. Sebelum kamu menyesal nantinya," perintah Karina.
Eliza melepaskan pelukan itu. Matanya menatap Karina lekat-lekat. "Bukan aku, tapi dia yang bakal nyesel. Dan aku gak akan pernah nyesel," ujar Eliza dengan sangat yakin.
Memangnya, Eliza harus menyesal karena apa? Bukankah Leon yang menyesali perbuatannya?
Kilatan dan suara petir yang menggelegar seakan menakuti Leon untuk segera pergi dari sana. Tapi laki-laki itu masih kukuh dan berharap kalau Eliza akan menemuinya. Memayungi atau bahkan mengajaknya masuk ke rumah, atau sekadar mendekap untuk menyalurkan rasa hangat pada tubuhnya yang kedinginan.
Tapi itu hanya harapan. Karena sampai detik ini, pintu rumah itu masih tertutup. Dan si tuan rumah pun enggan untuk menemuinya.
Melihat tidak ada tanda-tanda Eliza untuk menemuinya, Leon pun beranjak untuk pergi. Tapi sebelum itu, dia menyimpan boneka panda besar dan bunga yang disandarkan pada pagar. Biarlah kedua benda itu basah, biarlah Eliza tidak datang menemuinya, setidaknya Leon sudah meminta maaf yang tulus dari lubuk hatinya.
Dua benda itu dibiarkan teronggok di bawah dengan hujan yang mengguyurnya.
"Aku janji, besok aku gak akan nemuin kamu lagi supaya kamu gak keganggu sama kehadiran aku. El, aku sayang kamu. Selamanya akan sayang sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONARDO [SELESAI]
Teen FictionLeonardo Adiwalaga. Laki-laki yang terlahir dalam naungan zodiak Leo, membuatnya berambisi ingin menguasai dunia dan menjadi orang nomor satu. Si pemilik zodiak berlambang singa ini selalu jadi sorotan, baik di kalangan kaum Hawa yang mencoba untuk...