10. Taruhan

127 16 4
                                    

Play now: Numb - Linkin Park

---

"Apa? Aku gak setuju ya kalau kamu ngelakuin kayak gini lagi! Kamu aja baru keluar dari rumah sakit, Yon!"

Eliza tentu terkejut saat Leon mengatakan kalau dia akan kembali melakukan balapan. Bahkan luka laki-laki itu masih basah, Eliza tidak ingin kalau Leon kenapa-kenapa lagi.

Suasana taman sekolah yang permai, menjadi pilihan Leon untuk membawa Eliza ke sini. Dia mau berbicara berdua tanpa gangguan dari orang lain.

"Aku janji, aku—"

Eliza memotong perkataan Leon, "Hari sial gak ada di kalender, Yon."

Leon menghadap Eliza, sedangkan gadis itu mengarahkan pandangan ke arah lain seakan tidak mau menatapnya. "Kamu minta aku buat saling terbuka, kan? Sekarang aku udah lakuin apa yang kamu mau. Aku udah jujur, dan aku bilang kayak gini—"

Eliza menoleh menatap Leon. Keduanya saling beradu tatap dengan tatapan yang berbeda dari masing-masing netra. "Yon, aku tetep gak setuju!"

"Gak apa-apa. Yang penting aku udah bilang sama kamu. Kamu mau setuju atau nggak, aku akan tetep ikutan event ini."

"Kamu kapan sih gak egois?!" Eliza kesal yang membuat dia berdiri dari duduknya. "Jangan celakain diri sendiri demi orang lain yang bahkan udah khianatin kamu!"

Sama halnya dengan Eliza, Leon pun berdiri. "Aku butuh uang, cuma dengan cara ini supaya aku bisa dapet uang, El. Aku pastiin, kalau aku yang akan menang balapan!"

"Leon?!" Eliza berteriak. Kini Leon sudah tidak di hadapannya lagi, laki-laki itu berlalu begitu saja. "Kamu bahkan rela ngelakuin sesuatu demi orang yang gak tahu caranya balas budi. Kalua sampai Leon kenapa-kenapa, Lingga orang pertama yang akan gue samperin!"

---

Setelah mencari-cari keberadaan orang yang dia cari, akhirnya Eliza menemukan Lingga di rooftop. Laki-laki itu tengah sendirian, badan tingginya membelakangi Eliza.

Lingga mencium wangi parfum khas perempuan. Saat dia menoleh, Eliza berada di sampingnya. Ada apa gerangan kakak kelasnya ini menemuinya? Pikirnya.

"Harusnya seorang pengkhianat itu didepak, bukan diperlakukan kayak raja."

Kening Lingga mengkerut. Dia tidak paham terhadap penuturan Eliza.

"Jangan lupa bilang 'makasih'. At least, itu sebagai bentuk penghargaan lo ke Leon." Sudut bibir Eliza terangkat—tersenyum sinis. "Orang kayak lo, mana tahu balas budi."

"Gue gak ngerti sama apa yang lo maksud, Kak," kata Lingga.

Eliza menatap Lingga dengan sinis. "Bahkan Leon mau ngelakuin sesuatu buat lunasin hutang lo ke Robin, setelah lo celakain Leon. Dia bahkan gak peduli sama lukanya yang belum sepenuhnya sembuh. Itu semua buat lo, Lingga. Dia bahkan ngotot, sampai berani bentak gue cuma karena seorang pengkhianat kayak lo!"

Mendengar penuturan dari Eliza, Lingga terkejut. "Gue gak ngerti apa yang lo maksud. Dan gue gak pernah minta Bang Leon buat lunasin hutang gue. Karena Robin nganggap, kalau hutang gue ke dia udah lunas."

Eliza terkekeh sinis. "Lunas? Lo lunasinnya pake nyawa orang. Nyawa yang gak akan pernah sebanding dengan uang. Demi 300 Juta, lo bahkan hampir ngebuat Leon mati."

"Lo gak tahu masalah gue. Lo juga gak pernah ngerasain ada di posisi gue. Lo bahkan menyimpulkan kalau gue orang yang paling kejam, tanpa lo lihat dari sisi lain. Gue terpaksa ngelakuin ini semua, karena ada satu nyawa yang lebih berarti buat gue."

LEONARDO [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang