43. Kepingan Puzzle

68 9 0
                                    

Semua orang yang berada di dalam sana terdiam dimakan sunyi yang meraja. Tak ada lagi tawa menggema, hanya kesunyian yang selama hampir satu jam tercipta. Sebab yang menjadi sumber tawa, kini tidak ada di sana untuk sekadar kumpul bersama.

Semuanya sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing. Memikirkan bagaimana kabar Theo yang tengah berjuang melawan sakitnya.

"Sepi banget markas kalau gak ada Theo." Daniel membuka suara. Meredam kesunyian yang menurutnya sangat memuakkan.

"Gue ngerasa ada yang janggal." Setelah sedari tadi sibuk bergelut dengan pemikirannya, akhirnya Liam mengatakan hal demikian. Iya, sedari tadi laki-laki itu terus memikirkan kejadian demi kejadian yang terjadi belakangan ini.

Karena tidak mengerti akan maksud dari wakil ketua, Lingga pun bertanya, "Maksud lo, Bang?"

"Dari awal gue udah punya feeling yang gak enak. Semenjak kedatangan Divia ke Mahes, gue ngerasa kayak bakalan ada bencana besar."

"Terus maksud lo, anak baru itu bakalan ngundang kedatangan tsunami atau gempa, gitu?" tanya Daniel.

Karena Daniel berada di sampingnya, membuat Liam leluasa untuk menoyor kepala laki-laki tengil itu. "Bukan itu yang gue maksud. Lo diem, karena ini bukan waktunya untuk bercanda!"

Merasa perbincangan kali ini akan lebih serius, semua orang yang berada di markas langsung tertuju pada Liam.

"Jangan bawa-bawa orang lain yang bahkan dia sendiri gak tahu apa-apa."

Mendengar Leon yang mengeluarkan pendapat, membuat Zayn terkekeh sinis. "Lo bilang kayak gitu, karena itu cewek lo, kan? Kenapa? Gak suka kalau Divia disebut-sebut?"

"Jadi yang buat bang Theo masuk rumah sakit, karena Divia, dong?" tanya Yuda.

"Theo masuk rumah sakit itu karena dia punya penyakit, bukan karena Divia!" Tentu saja Leon menyangkal perkataan Yuda, ia tidak mau kalau orang lain dibawa-bawa ke dalam masalah ini.

"Gak usah ngegas, lo!" Zayn membentak Leon yang membuat ia berdiri dari duduknya. "Gak usah bawa-bawa penyakit Theo!"

Zayn menyangkal kalau Theo punya penyakit yang serius. Dia menganggap kalau Theo hanya sakit biasa. Yang bahkan hal itu tidak bisa ditampik, karena ini sungguh kenyataan yang menyakitkan.

"Niat gue ngajak kumpul di markas itu buat cari jalan keluar, bukan buat nambah masalah dengan cara kalian bertengkar!" Liam membentak. Selalu saja seperti ini setiap kali mau menyelesaikan masalah. "Lo semua boleh berpendapat, berasumsi. Karena gue mau kita itu diskusi, bukan berkelahi!"

"Gak dengan cara nuduh Divia juga, bisa?!"

Liam mendorong Leon yang membuat  laki-laki itu kembali duduk. "Lo ketua di sini, harusnya lo lebih bisa nguasai diri lo sendiri. Gue gak nuduh, tapi ini berdasarkan feeling gue."

Kedua tangan Leon sampai terkepal, tanda kalau ia sensitif sama perbincangan kali ini.

Setelah semuanya kembali kondusif, Liam kembali ke tempatnya duduk tadi. "Mereka nyerang markas, setelah Leon pergi ke rumah Divia."

Perkataan Liam seakan membuat pikiran mereka langsung terbuka, mereka baru menyadari akan hal itu.

"Gue mau nanya, kenapa hp lo bisa mati?" Angga mengajukan pertanyaan pada Leon.

"Divia yang matiin," jawab Leon dengan nada bicara yang masih terkesan dingin. Kentara sekali kalau ia tidak suka mereka membicarakan kekasihnya.

Mendengar itu membuat Zayn tersenyum menyeringai. "Cewek lo yang pernah gue taksir, tapi gak jadi. Dia ada hubungannya sama Volker!"

Sontak saja Leon langsung berdiri dan menghampiri Zayn, mencengkeram kerah seragam laki-laki itu. "Jangan nuduh kalau gak ada bukti!"

"Lo berdua bisa gak sih kalau gak ribut? Hargain yang lain!" Liam membentak keduanya karena tak kuasa menahan kesal. "Kenapa gue curiga sama Divia? Udah jelas lo semua paham, kan? Cewek itu yang nyuruh Leon buat nemenin dia supaya Leon masuk jebakannya. Setelah Leon masuk perangkap, Volker nyerang markas Leo! Apa alasan gue buat gak curiga sama cewek lo, Yon?"

"Mereka nyerang markas saat perisai kita gak ada. Itu lo, Bang, perisai yang gue maksud," kata Lingga yang ditujukan pada Leon. "Gue gak peduli sama kekalahan, tapi gue gak terima kalau mereka pake cara kayak gini. Apalagi sampai bikin Bang Theo masuk Rumah sakit!"

"Divia matiin hp Bang Leon supaya nanti kita butuh bantuan, Bang Leon gak tahu." Bagas ikut menimpali.

"Karena Bang Leon adalah orang yang paling berpengaruh. Bang Leon kelemahan mereka. Dan mereka manfaatin Bang Leon. Manfaatin kesempatan ini buat nyerang kita," ujar Angga.

"Brengsek! Kenapa gue gak kepikiran sampai ke sana, ha?!" Zayn selalu tidak bisa untuk mengontrol emosinya. Kemudian ia menghampiri Leon, mencengkeram kerah laki-laki itu. "INI SEMUA ITU GARA-GARA CEWEK LO! Kalau aja lo gak nurutin kemauan itu cewek sialan, THEO GAK BAKAL MASUK RUMAH SAKIT! THEO GAK BAKAL KRITIS! Theo masih ada di sini, di samping kita, kalau lo gak samperin itu cewek!"

"LO DENGERIN OMONGAN GUE GAK SIH, HA?! KITA SELESAIN MASALAHNYA BARENG-BARENG, GAK KAYAK GINI CARANYA!" Liam mendorong tubuh Zayn, menjauhkan laki-laki itu dari Leon.

Atmosfer di dalam markas itu semakin memanas. Zayn tetap saja menatap Leon dengan tatapan permusuhan, ia tidak terima kalau Theo masuk rumah sakit.

Leon diam termenung. Apa benar jika Divia menjebaknya? Mendekatinya hanya untuk memanfaatkan Leon?

Satu per satu kepingan puzzle sudah mereka temukan, menempatkan kepingan itu di lubang yang seharusnya. Masalah satu per satu berhasil mereka pecahkan. Bersama. Meski selalu saja ada pertengkaran di dalamnya.

"Ini bukan salah Leon, dia cuma dijebak."

Daniel menyangkal perkataan Liam. "Tapi kalau Leon gak jalin hubungan sama itu cewek, semuanya gak akan kayak gini, Yam!"

"Leo hancur, mereka berhasil memecah belah pertemanan kita." Lingga ikut menimpali.

"Kita balas dendam, kita balas perbuatan mereka!" kata Zayn dengan menggebu-gebu sampai ia mengepalkan kedua tangannya.

"Balas dendam gak akan nyelesain masalah, sampai kapan pun gak akan pernah selesai." Liam berasumsi. "Kita harus lakuin sesuatu!"

LEONARDO [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang