Kau berbicara dengan serapi-rapinya kata.
Kau menjaga dengan sebaik-baiknya penjagaan.
Kau memupuk harap pada relung yang tak siap.
Kau mencipta cinta pada sanubari yang terluka.
Kau yang kupikir hadir sebagai penyembuh luka, tapi ternyata luka itu kau buat semakin menganga.
Kau yang berperan sebagai insan penabur tawa, kau juga yang menyulap tawa itu menjadi hilang bergantikan air mata.---
Acara jurit malam dipaksa berhenti karena takut akan ada sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi. Pak Danu sudah memutuskan hal tersebut setelah ada informasi dari Pak Giri yang melaporkan kejadian yang terjadi pada kelompok satu. Begitu mendengar kabar baru lagi, Pak Danu terkejut kalau hal itu juga terjadi pada kelompok dua.
"Gak nyangka ya, acara camping kita malah berakhir kayak gini." Eliza membuka suara saat ia dan keempat temannya sudah berkumpul di dalam tenda. Waktu sekarang menunjukkan pukul satu dini hari.
"Gue masih gak percaya kalau kita hampir aja celaka," imbuh Ana, "gue bener-bener takut."
"Tapi kalian gak kenapa-kenapa, kan?" tanya Lili memastikan.
Baik Eliza, Ana, dan Adel, ketiganya menggeleng menjawab pertanyaan dari Lili. Lili dan Veren bersyukur karena tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada ketiga teman sekelasnya.
"Gengs, mending kita tidur. Gue udah ngantuk banget."
Keempatnya mengangguk menyetujui ajakan Adel untuk tidur.
Malam sudah larut, tetapi tidak membuat kelima laki-laki yang sedang duduk di luar tenda berniat untuk beristirahat. Kelimanya duduk dengan pikiran yang berkecamuk di masing-masing benak mereka. Semuanya sibuk memikirkan kejadian yang mereka alami tadi.
"Gue perhatiin, lo banyak diem dari tadi. Kenapa?" Theo membuka suara yang langsung memecahkan keheningan. Pertanyaan itu ia tujukan pada Zayn yang duduk di sebelahnya.
Pertanyaan itu tentu saja membuat semua pasang mata tertuju pada Zayn. Keempatnya menunggu perkataan yang akan keluar dari laki-laki itu. Tidak hanya Theo, yang lain juga merasa kalau Zayn sedari tadi tidak banyak bicara. Mengingat sifatnya yang hiperaktif, sangat membuat mereka terheran-heran karena Zayn hanya diam saja.
"Kenapa lo nanya kayak gitu? Gue juga kaget kali kena teror kayak gitu," jawab Zayn yang membuat Theo tidak puas akan jawaban yang laki-laki itu berikan.
"Nggak, aneh aja. Lo kayak—"
Perkataan Theo langsung terputus saat ada Pak Surya yang berteriak, "Kalian kenapa masih pada di luar? Cepat masuk tenda!"
Langsung saja kelimanya memasuki tenda karena tidak mau mencari gara-gara lagi. Lagian sekarang sudah larut malam, mereka harus beristirahat untuk memulihkan tenaga supaya besok pagi lebih bersemangat menjalani hari.
---
Malam ini merupakan malam terakhir acara perkemahan. Di mana di setiap malam terakhir perkemahan selalu mengadakan api unggun sebagai acara penutup. Kurang lengkap rasanya kalau berkemah tanpa ada acara tersebut.
Semua siswa-siswi sudah berkumpul melingkari kayu yang sudah siap untuk dibakar. Mereka juga sudah menyiapkan kamera dan masing-masing ponsel guna mengabadikan acara penutupan tersebut.
Semuanya bersorak heboh dan gembira begitu beberapa anggota OSIS menyalakan api unggun. Si jago merah berkobar yang membuat wajah mereka menyala terang dengan senyuman merekah di masing-masing wajah. Semuanya bersorak, bergembira di malam penutupan perkemahan.
Hal seperti ini yang wajib mereka abadikan. Bergaya di depan kamera dengan backround api unggun yang berkobar bareng sama sahabat mereka.
Kelas dua belas adalah masa terakhir sekolah. Masa di mana mereka bersenang-senang dan menikmati sebelum nanti tiba di masa yang akan datang.
"Iiih, muka gue kok jelek banget? Lo kalau fotoin yang bener dong, Na."
Ana begitu kesal karena sedari tadi Adel terus menggerutu setelah melihat hasil bidikkannya. "Ya emang muka lo nya aja yang jelek. Kalau udah jelek mah jelek aja kali. Gak usah nyalahin gue."
Bagaimana Adel tidak kesal? Hasil bidikannya yang memotret Ana begitu bagus, tapi ketika giliran dirinya yang meminta difotokan, hasilnya malah jauh dari kata bagus. Menyebalkan, bukan?
Eliza tertawa lepas melihat wajah Adel yang murung. "Kita foto bertiga aja, gimana?" ajaknya yang disetujui kedua orang itu.
"Minta fotoin sama siapa?" Begitu pertanyaan tersebut keluar dari mulut Ana, ia memasang senyum cerah saat ada Farel yang berjalan mendekat. "Rel, fotoin kita, dong!"
"Dibayar berapa gue kalau fotoin kalian?" tanya Farel setelah dia berada di hadapan ketiganya.
"Elah, lo sama temen perhitungan banget sih. Susah dapet jodoh, tahu rasa lo!" ujar Eliza yang membuat Farel cengengesan.
"Gak susah, kok. Jodoh gue kan lo, El."
Eliza mengabaikan ocehan Farel, ia kemudian menyodorkan ponselnya pada laki-laki itu. "Yang bagus, ya!"
Andai saja Eliza tahu, kalau yang Farel ucapkan barusan itu bukan hanya sebuah guyonan.
Ketiga gadis itu berpose dengan Farel yang mendadak menjadi seorang fotografer. Setelah mereka puas berfoto, Farel kembali memberikan ponsel tersebut pada Eliza.
Senyum Eliza merekah saat melihat-lihat hasil bidikan dari Farel yang hasilnya bagus. Ia tertawa cekikikkan karena gaya saat mereka berpose begitu menggelikan. Tapi tak lama kemudian, tawa itu kian redam saat Ketua OSIS membuka suara dengan menggunakan pengeras suara yang membuat hatinya berdenyut sakit.
"Oke, guys. Malam ini akan ada sambutan dari anak kelas 12 IPS 1. Leon dan Divia akan membawakan sebuah lagu untuk menghibur kalian semua!"
Tepukkan tangan terdengar begitu ramai saat Andre si Ketua OSIS memaparkan berita tersebut. Berbeda dengan Eliza yang diam menatap Leon dan Divia duduk di tengah-tengah keramaian dengan Leon yang memegang gitar. Eliza melihat jelas senyum Leon yang merekah bahagia di samping Divia. Apa dia lupa kalau ada satu hati yang harus dia jaga perasaannya?
"El, kok Leon…." Ana menggantungkan ucapannya. Ia menatap Eliza dan Leon bergantian. Terpampang jelas raut kecewa dari Eliza.
Leon mulai memetik gitar diikuti suara merdu dari laki-laki itu. Lagu 'Cinta Luar Biasa' dari Andmesh, ia bawakan bersama seseorang yang duduk di sebelahnya, Divia. Kemudian suara Divia membaur mengikuti petikan gitar tersebut. Semuanya bersorak heboh saat suara keduanya menyatu.
Bernyanyi dengan senyum yang merekah serta tatapan yang saling beradu, membuat Leon dan Divia menikmati lagu tersebut. Sama halnya dengan penonton yang ikut terbawa suasana. Tidak sedikit dari mereka yang merekam aksi keduanya.
Kedua orang itu bernyanyi seolah melupakan seseorang yang hatinya hancur lebur. Leon, dia tidak sadar kalau Eliza memperhatikannya dengan tangisan yang coba gadis itu tahan. Leon tidak tahu perasaan Eliza saat melihat ia mendendangkan lagu dengan gadis lain. Apa Leon lupa? Eliza itu masih resmi kekasihnya.
"El—"
Eliza menghempaskan tangan Farel yang mencoba mencekalnya. Ia kemudian berlalu pergi dari sana, muak melihat kekasihnya sendiri beradu tarik suara dengan gadis lain. Lagu itu, apa maksudnya Leon menyanyikan lagu itu dengan Divia?
Setelah selesai bernyanyi, Leon sadar akan Eliza yang berlari dari tempat gadis itu berdiri. Hal itu membuat Leon berdiri dan hendak menyusul Eliza. Tapi tidak jadi karena ada Divia yang menahan tangannya.
"Leon, kamu mau ke mana?" tanya Divia.
"Div, gue—"
Tanpa mau mendengar perkataan Leon, Divia langsung menarik tangan laki-laki itu.
Eliza, apa dia marah? Apa dia memperhatikan Leon yang berduet dengan Divia tadi? Pikiran Leon semakin berkecamuk, tapi Divia terus menahannya. Ia tadi hanya menerima ajakan dari Divia yang mengajaknya duet bareng. Tapi, ia lupa kalau ada Eliza yang pastinya akan kecewa melihat tindakan yang ia ambil.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONARDO [SELESAI]
Fiksi RemajaLeonardo Adiwalaga. Laki-laki yang terlahir dalam naungan zodiak Leo, membuatnya berambisi ingin menguasai dunia dan menjadi orang nomor satu. Si pemilik zodiak berlambang singa ini selalu jadi sorotan, baik di kalangan kaum Hawa yang mencoba untuk...