Pukul 23.00 WIB. Seluruh siswa-siswi yang mau mengikuti acara jurit malam sudah berkumpul sesuai arahan dari Pak Danu. Sementara yang tidak ikut, berdiam diri di tenda.
Eliza membalut tubuhnya dengan hoodie berwarna abu-abu. Ia menggesek kedua telapak tangan karena dinginnya suasana malam hari apalagi di tengah hutan seperti ini.
Sedari tadi pandangan Leon tidak pernah lepas dari Eliza yang berdiri tak jauh darinya. Ada rasa ingin menghampiri untuk sekadar basa-basi, atau memegang kedua telapak tangan Eliza saat melihat gadis itu yang sepertinya kedinginan. Tapi, ada rasa kecewa saat kembali mengingat hal itu. Eliza, andai dia tahu, kalau Leon merindukannya, sangat.
"El, Leon dari tadi ngelihatin lo terus tuh." Adel memberi kode pada Eliza untuk melihat ke arah kanan. Dan benar saja, begitu Eliza menoleh, Leon tengah memperhatikannya. Tapi laki-laki itu langsung memalingkan wajah saat ketahuan tengah memerhatikan.
Eliza memandangi Leon dengan sendu. Ada rasa kerinduan yang tersirat pada laki-laki yang mengenakan hoodie berwarna hitam itu. "Dia udah benci banget sama gue."
"Coba lo pelan-pelan jelasin sama dia, El," saran Ana. "Apa lo belum kasih tahu ke Leon kalau Farel itu—"
Eliza langsung memotong perkataan Ana, "Belum. Percuma juga kalau gue kasih tahu dia, Leon gak mungkin percaya."
Melihat Eliza yang tak bersemangat, membuat Adel sama Ana saling tatap. Kemudian keduanya serempak memeluk Eliza dari samping.
"Kepercayaan itu kayak kaca, El. Bakalan susah diperbaiki kalau udah pecah. Sekalipun bisa, gak mungkin bisa utuh lagi kayak dulu," kata Ana yang membuat Eliza tersenyum kecut.
Eliza membalas pelukan dari kedua sahabatnya. Hanya mereka berdua yang selalu mendukung setelah kedua orang tuanya. Ketiga gadis itu serempak melepaskan pelukan saat mendengar komando dari Pak Danu.
"Cek. Oke, selamat malam, anak-anak yang saya cintai dan saya banggakan," sapa Pak Danu dengan menggunakan pengeras suara dan berdiri di tengah-tengah.
Sapaan itu dibalas seruan ramai dari murid-murid, "Malam kembali, Paaaak!!!"
Seruan tersebut terdengar semangat yang membuat Pak Danu menyunggingkan senyuman. "Sepertinya kalian sudah tidak sabar untuk melakukan jurit malam."
Tidak sabar? Iya, tidak sabar untuk pulang. Berbeda dari yang lain, Daniel justru malah tidak ada semangatnya sama sekali. Ia bahkan sampai merapalkan doa—berharap kalau malam ini turun hujan yang begitu deras agar acaranya mendadak tidak jadi. Tapi, sepertinya, lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak pada Daniel. "Siapa sih yang bikin acara beginian pertama kali? Gak ada seru-serunya!" sungutnya.
"Bilang aja kalau lo takut," bisik Liam yang berdiri di belakang Daniel.
"Bukan takut!" kilah Daniel.
"Terus?"
"Ya… gak berani aja."
Dengan senang hati Theo menoyor kepala Daniel. "Sama aja, buddy!"
"Oke, sesuai peraturan, setiap yang mengikuti jurit malam akan dibagi per kelompok." Suara Pak Danu membuat kelima laki-laki itu kembali fokus pada pria yang berdiri di tengah-tengah. "Karena yang ikutan cuman sedikit, jadi saya bagi menjadi lima orang per kelompoknya," ujar Pak Danu.
"Semoga aja kita satu kelompok." Adel berharap supaya bisa satu kelompok sama kedua sahabatnya, begitu juga dengan mereka.
Eliza melihat raut Ana yang sepertinya ketakutan. "Na, are you okay?"
Ana kembali menormalkan raut wajahnya supaya terlihat seperti biasa-biasa saja. Padahal, ia sedari tadi tidak bisa tenang karena acara jurit malam akan dimulai sebentar lagi. "Gu–gue gak apa-apa, kok."
Pak Danu memilih-milih kelompok dengan cara diacak. Ia bekerja sama dengan guru yang lain untuk membagikan kelompok. Setelah selesai membagi dan mencatatnya, ia kemudian menyebutkan urutan nama untuk ditempatkan di satu kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari lima orang. "Kami selesai membagi kelompok. Dan kelompok pertama ada: Adelyn Stephanie."
Adel tampak tegang saat namanya disebut sama Pak Danu lebih dulu.
Pak Danu kembali menyebutkan deretan nama pada kelompok satu, "Ariana Moza."
"Yes! Akhirnya gue satu kelompok sama Ana!" seru Adel. Senang sekali.
Ana mengembuskan napas lega karena dia bisa satu kelompok dengan temannya.
"Liam Geraldy, Tristan Theo Adelard, dan terakhir; Zayn Raditya Samuel," lanjut pak Danu.
Ketiga laki-laki tadi yang disebut namanya, melakukan tos ala laki-laki. Senang karena bisa satu kelompok.
"Bye-bye, Daniel!" Zayn melambaikan tangan pada Daniel, mengejek anak itu sampai membuat Daniel bersungut.
Setiap kali ingin menghindar, kenapa selalu saja dipersatukan? Sepertinya, semesta ingin bermain-main. Ana, perempuan itu semakin tidak berselera untuk mengikuti acara jurit malam ini. Kenapa ia harus satu kelompok sama Theo?
Setelah tadi menyebut deretan nama untuk kelompok satu, Pak Danu kembali melanjutkan menyebut deretan nama untuk kelompok kedua. "Oke, sekarang giliran kelompok kedua. Yang pertama ada: Eliza Ravelina."
"Yah, El, sayang banget deh kita gak satu kelompok," ujar Adel yang membuat Eliza mengerutkan bibirnya.
"Zeroun Farel Adelio," sambung Pak Danu yang langsung membuat Farel bersorak karena bisa satu kelompok dengan Eliza. "Daniel Cakra Darius, Leonardo Adiwalaga."
Begitu mendengar 'nama itu' disebut, Eliza langsung menoleh pada Leon yang berdiri tak jauh darinya. Pun dengan Leon, ia juga menatap Eliza yang membuat kedua pasang mata itu jadi beradu tatap.
Ya, semesta memang kadang sering bercanda.
"Dan terakhir, Pradivia Sheina."
Divia, tentu saja gadis itu bersorak senang dalam hati. Senang karena bisa satu kelompok dengan Leon. Apalagi sekarang Leon sama Elzia tengah ada perselisihan. Jadi, ia bisa bebas untuk mendekati lelaki incarannya.
"Wah, Bos, gue satu kelompok sama lo!" Karena saking senangnya, Daniel sampai berjingkrak-jingkrak sampai orang-orang menatapnya heran.
"Yang kayak gini emang halal buat ditampol," cibir Zayn. Emang si Daniel itu bisanya cuman bikin malu. Begitu pikirnya.
Pak Danu kembali menyebutkan nama-nama kelompok yang lain sampai selesai. Setelah selesai, ia menyuruh muridnya untuk berkumpul dengan kelompok yang sudah dibagikan. "Silakan semuanya berkumpul dengan kelompok masing-masing. Ingat, kelompok itu dibuat untuk kalian menjadi dekat dan lebih akrab lagi. Tetap jaga kekompakkan setiap kelompoknya. Semangat, semuanya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONARDO [SELESAI]
Ficção AdolescenteLeonardo Adiwalaga. Laki-laki yang terlahir dalam naungan zodiak Leo, membuatnya berambisi ingin menguasai dunia dan menjadi orang nomor satu. Si pemilik zodiak berlambang singa ini selalu jadi sorotan, baik di kalangan kaum Hawa yang mencoba untuk...