24. Paksaan

91 11 12
                                    

Hari kedua di bumi perkemahan. Panasnya terik matahari membuat siswa-siswi enggan untuk beranjak keluar dari dalam tenda. Acara demi acara yang dimulai pagi tadi sudah terselesaikan. Mulai dari sarapan bersama, senam, dan terakhir operasi semut atau bersih-bersih bersama.

Duduk melingkar dengan makanan dan minuman yang sudah tersedia di depan masing-masing siswa maupun siswi. Setelah kelelahan membersihkan tempat area perkemahan, sekarang sudah saatnya untuk makan siang, waktu yang selalu mereka nanti-nanti.

Theo duduk di depan tenda sendirian karena teman-temannya yang lain masih menikmati makanannya. Begitu mendengar dering ponsel, ia langsung masuk ke dalam tenda. Ternyata dari dalam tas Zayn bunyi itu berasal. "Dasar anak Mami, baru camping sehari aja udah dicariin," cibir Theo saat melihat nama 'Mami' di layar ponsel Zayn.

"Zayn udah makan? Pokoknya anak Mami jangan sampai telat makan. Baik-baik ya kamu di sana, Sayang."

Theo menahan bibirnya untuk tidak menyemburkan tawa. Begitu panggilan tersebut ia angkat, suara Zara—ibu dari Zayn, terdengar begitu khawatir dan terus berbicara tanpa henti. "Ini Theo, Tante."

"Lho, kok Theo? Emangnya anak Tante ke mana?"

"Ada. Lagi makan."

"Em... gitu, ya? Ya sudah, kalau gitu Tante titip salam ya sama Zayn. Bilangin, jangan nakal. Tante tutup ya teleponnya, Theo."

"Iya, Tante." Sambungan telepon sudah terputus. "Gayaan gonta-ganti cewek, acara beginian doang masih dicariin emak," cibir Theo setelah ia selesai bercakap-cakap di telepon tadi.

Theo kembali menyimpan ponsel Zayn di carrier laki-laki itu. Namun sebelum itu, ia melihat ada sesuatu di dalam tas Zayn yang menyita perhatiannya. Kedua mata Theo membola begitu tangannya mengeluarkan sebuah pistol dari dalam tas tersebut. Pikiran negatif mulai berkelana di benaknya, kedua tangan Theo sampai bergetar saat menyekal benda tersebut. "Ini…."

---

Malam ini seakan menjadi malam paling mencekam dan penuh tantangan. Ada yang tidak sabar untuk menguji mental, bahkan ada yang sudah melambaikan tangan— menyerah karena tidak ingin ikut-ikutan acara jurit malam.

"Gengs, gue gak ikutan, deh."

Adel langsung menarik tangan Ana saat gadis itu hendak kembali ke tenda. "Gak! Pokoknya lo harus ikut, Na. Kapan lagi kan kita ikutan acara beginian? Pokoknya lo harus ikut!"

Ana menggeleng dan mencoba melepaskan cekalan Adel di tangannya. "Nggak. Gue gak mau. Gue gak mau kalau nanti lihat yang begituan."

Samar-samar, Adel dapat melihat raut ketakutan dari Ana. Karena penerangan yang minim, membuat ia kesulitan untuk melihat ekspresi wajah Ana dengan jelas. "Ya elah, Na. Kalau pun ada, itu juga bohongan kali. Lo mah penakut!"

Serius, Ana lebih baik menaiki wahana roller coaster daripada ia harus ikutan uji nyali malam-malam seperti ini. Apalagi ini hutan, pasti banyak sesuatu yang akan ia temui nanti. Mending kalau setannya bohongan seperti kata Adel, kalau yang ia temui nanti setan asli, bagaimana? Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk Ana berdiri.

"Ya udah kalau lo gak mau. Emang nanti lo gak takut kalau di tenda sendirian?" Adel semakin gencar menggoda Ana. "Anak-anak kelas kita pada ikut semua, loh. Gak apa-apa sih kalau misalnya lo gak mau. Ya... paling nanti ada yang nemenin lo di dalem tenda. Bajunya putih, rambutnya panjang, mukanya jelek, yakin sih kalau yang ini asli."

"Ih, lo apaan, sih? Ya udah iya, gue ikut!" putus Ana. Oke, untuk kali ini Adel menang dan ia kalah. Daripada nanti ada sesuatu yang tidak diinginkan, lebih baik Ana menuruti saja ajakan temannya. Ya, meskipun ia takut.

Adel mengembangkan senyumnya saat ia berhasil membujuk Ana. Padahal ia sendiri juga tidak tahu kalau teman sekelasnya ikut jurit malam semua atau tidak. Tapi buat menakut-nakuti, boleh, 'kan? "Gitu, dong. Ini baru temen gue."

Sama halnya dengan Adel, Zayn dengan begitu gencar untuk membujuk Daniel supaya mau ikutan acara jurit malam. Memang tidak wajib acaranya, siapa saja boleh ikut, boleh juga kalau tidak mau ikut. Tapi tidak seru rasanya kalau ada salah satu teman tidak ada yang ikut.

"Ayolah, Dan. Masa lo gak mau ikutan, sih? Apa nanti kata orang-orang kalau anak Leo ada yang penakut? Cemen lo ah!" Zayn terus saja membujuk Daniel supaya anak itu mau ikut acara jurit malam.

Ingin rasanya Daniel berteriak di telinga Zayn, kalau ia tidak mau ikut. "Gak!"

Zayn memberi isyarat pada Theo untuk membantunya. Dengan senang hati Theo membantu Zayn untuk membujuk Daniel yang manja ini.

"Lo mau di tenda?" tanya Theo yang membuat Daniel mengangguk dengan antusias. "Kalau ikut jurit malam sih setannya bohongan, dan itu juga kita rame-rame. Tapi kalau nanti lo di tenda? Sendirian, udah gitu nanti pasti ada yang nemenin. Dan satu lagi, kemungkinan nanti setan yang nemenin lo di tenda itu beneran, Dan."

Langsung saja Daniel menendang kaki Theo yang membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan. Ia kesal karena tidak ada yang mengerti akan ketakutannya. Iya, Daniel akui, kalau ia penakut. "Sialan lo, ya. Gak mungkin ada lah!" tegas Daniel, mencoba untuk tidak goyah.

"Yang namanya hutan, itu tempatnya, Dan," ujar Zayn dengan sangat yakin. "Ya kalau lo gak mau sih, ya udah. Kita gak maksa, kok."

"Jangan kaget ya kalau nanti ada yang lompat-lompat," timpal Theo yang membuat wajah Daniel semakin pucat pasi.

"Siap-siap aja nanti tangan sama pala lo kepisah," kata Zayn yang membuat Theo langsung menoyor kepala anak itu.

Theo berujar, "Tangan sama kepala emang udah kepisah, gimana sih lo?!"

Sementara Leon sama Liam, keduanya sedari tadi hanya diam menyaksikan ketiga teman mereka.

Daniel menelisik sekitar. Suasana gelap yang mencekam, suara burung gagak yang sialnya langsung membuat bulu kuduk Daniel berdiri, ditambah Zayn sama Theo yang terus menakutinya. Oke, Daniel kalah. Dengan ragu, ia langsung mengiyakan ajakan kedua teman laknatnya itu. "Oke, lo berdua menang. Gue ikut jurit malam, puas lo?!"

Tentu saja Zayn dan Theo senang. Keduanya langsung melakukan tos seakan telah selesai melakukan misi.

"Gitu, dong. Ini baru temen kita," ujar Theo seraya merangkul Daniel.

Lain halnya dengan Daniel, anak itu malah mencibir. Ribet memang jadi laki, tidak mau ikut acara seperti ini pasti disangkanya bukan laki beneran. Daniel akan membuktikan, kalau ia beneran laki-laki sejati.

LEONARDO [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang