Setibanya di area camping, mereka bekerja sama untuk mendirikan tenda. Seperti kelompok Eliza dan teman-temannya. Ia satu tenda bareng Adel, Ana, Lili dan Veren. Kelimanya sibuk berkutat supaya tenda berkapasitas lima orang itu bisa berdiri kokoh.
"Akhirnya selesai juga." Adel menyeka keringat yang membasahi dahinya setelah selesai mendirikan tenda.
"Kepada seluruh siswa-siswi SMA Maheswari, dimohon untuk berkumpul di posko, sekarang juga!"
Suara Pak Danu yang terdengar nyaring karena menggunakan pengeras suara, menginstruksi siswa-siswi untuk berkumpul. Setelah semuanya berkumpul, Pak Danu memberikan pengumuman tentang kegiatan acara yang akan diisi selama masa camping berlangsung.
"Untuk hari ini kita free, semuanya bebas mau ngapain asal jangan pergi jauh-jauh," ujar Pak Danu. "Dan untuk mengisi acaranya, kita mulai dari besok. Meski ini bukan acara perkemahan seperti yang di organisasi, tapi tetap, saya mau acara ini diisi sama hal-hal yang positif."
Semua murid-murid mendengarkan arahan dari Kepala Sekolah itu dengan saksama.
Eliza berdiri di posisi paling belakang. Insting gadis itu merasa seperti ada seseorang dari arah lain yang memperhatikannya. Begitu ia menoleh ke belakang, tidak ada siapa-siapa. Tapi fokus Eliza pada satu titik— pohon rindang berukuran besar yang menjulang tinggi membuat Eliza merasa kalau ada sesuatu di balik pohon itu.
Pak Danu menjelaskan rentetan acara demi acara untuk mengisi acara tersebut. Acaranya dimulai besok pagi, mulai dari: senam pagi, makan bersama, operasi semut. Dan ada satu lagi acara yang menantang: jurit malam. Acara berlangsung selama tiga hari. Tepat pada malam terakhir perkemahan, akan mengadakan acara yang paling digemari siswa-siswi, malam api unggun.
Semuanya membubarkan barisan saat Pak Danu mengakhiri pembicaraan dan menyuruh muridnya untuk kembali ke tenda masing-masing.
Eliza masih bergeming dengan mata yang terus menyorot pohon besar yang tidak terlalu jauh dari area perkemahan.
"Lo ngelihatin apaan, sih?" tanya Ana yang mendapat respons gelengan dari Eliza. "Eh, lo mau ke mana?" Ana menahan tangan Eliza saat gadis itu hendak beranjak.
"Gue mau buang air kecil dulu, kalian duluan aja."
Adel mengangguk, kemudian gadis itu langsung pergi bersama Lili dan Veren. Sementara Ana, dia melihat seperti ada raut kebohongan dari Eliza.
"Gue anter, ya?" tawar Ana yang mendapat gelengan dari Eliza.
"Gak usah, lo pasti capek. Gue bisa sendiri, kok," tolak Eliza dengan diakhiri senyuman—meyakinkan Ana kalau ia akan baik-baik saja.
Ana mengangguk meski sebenarnya ia ragu. Tapi, benar juga kata Eliza, ia harus masuk ke tenda untuk mengistirahatkan badannya yang kelelahan. "Ya udah, gue masuk ke tenda. Lo hati-hati!"
Eliza mengangguk. Setelah Ana pergi dari hadapannya, gadis itu langsung beranjak untuk menuju sebuah pohon besar yang dari tadi menarik perhatiannya. Eliza tidak salah lihat, ia merasa kalau ada orang di balik pohon tersebut.
Saat setelah sampai di hadapan pohon besar itu, Eliza menatap pohon tersebut dengan ragu. Ia menelan saliva dan merasakan kalau bulu kuduknya berdiri. "Kok serem, ya?" gumam gadis itu, "excuse me, ada orang?"
Tidak ada sahutan selain kicauan burung saat Eliza membuka suara.
Eliza semakin merasakan hawa yang mencekam saat ia telah memutari bagian dari pohon besar tersebut, tetapi tidak ada siapa-siapa. Padahal ia yakin, sangat yakin kalau tadi ada seseorang yang berdiri di sini dan memerhatikan area perkemahan. Tapi, siapa?
"Lo ngapain?"
Eliza berjengit kaget saat tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Napas gadis itu sampai tersengal-sengal dan detak jantung yang berdetak lebih cepat. Ia mengembuskan napas lega saat menoleh dan ternyata orang ini adalah Zayn. "Lo. Ngagetin tahu, gak?!"
Zayn hanya nyengir merespons perkataan Eliza. "Ya abisnya lo jalan ngendap-endap, kayak maling aja. Emangnya lagi ngapain, sih?"
Pertanyaan yang lolos dari Zayn, membuat Eliza ketar-ketir—bingung harus menjawab apa. Masa iya dia harus bilang kalau tadi dia melihat ada seseorang yang mencurigakan? "Gue... abis buang air kecil," jawab Eliza dengan diakhiri cengiran yang membuat Zayn mengangguk paham.
Tapi saat Eliza melihat sesuatu yang dibawa sama Zayn, ia langsung bertanya, "Lo bawa apaan?"
Zayn langsung menyembunyikan tangan kanannya yang membawa sesuatu. Menyimpan benda itu di saku celana belakang jeans yang ia kenakan dan kemudian ditutup rapat sama kaos yang melekat di tubuhnya. "Gue... gue gak bawa—"
"Eliza!"
Panggilan itu memutuskan perkataan Zayn yang membuat laki-laki itu mengembuskan napas lega.
Farel datang dengan raut bingung yang tercetak di wajahnya. "Katanya lo mau buang air kecil? Kok malah berduaan sama dia?" tanya Farel saat ia sudah berhadapan dengan Eliza.
Farel menemui Eliza di sini karena dari tadi ia mencari gadis itu saat tidak melihat batang hidung Eliza. Saat Farel menghampiri tenda yang ditempati Eliza, ia menanyakan keberadaan gadis itu yang dijawab Ana kalau Eliza keluar untuk buang air. Jadi, Farel berinisiatif menyusulnya.
Terpaksa Eliza harus berbohong kalau ia tidak buang air kecil. "Udah, kok. Gak sengaja aja ketemu sama Zayn."
Farel mengangguk. "Balik ke tenda. Kepsek kan udah bilang, jangan pergi jauh-jauh, apalagi sendirian. Bahaya, El, ini hutan."
"Bentar dulu, Rel." Eliza menahan Farel yang menarik tangannya untuk jangan pergi dulu. Masih ada satu hal lagi yang ingin ia tanyakan sama Zayn. "Gue mau ngomong sama Zayn dulu." Mata Eliza menyipit saat melihat kaki Zayn yang bergerak seperti tidak tenang. "Lo—"
Belum selesai Eliza berucap, Zayn langsung memotong, "Sorry, El. Gue mau balik ke tenda, udah ditungguin sama yang lain."
Eliza menatap Zayn yang berjalan terburu-buru. Ia semakin yakin kalau laki-laki itu menyembunyikan sesuatu. Dilihat dari gelagatnya yang aneh.
"Ayok, El." Farel kemudian menarik tangan Eliza untuk kembali ke area perkemahan.
Sementara Eliza, pikiran gadis itu berkecamuk. Banyak tanda tanya besar di benaknya: tentang siapa yang bersembunyi di balik pohon, dan kenapa Zayn tiba-tiba muncul di belakangnya. Dan satu lagi yang membuat Eliza semakin penasaran, Zayn menyembunyikan sesuatu yang bahkan Eliza sendiri sudah tahu benda itu. Sebuah pistol. Tapi, untuk apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONARDO [SELESAI]
Teen FictionLeonardo Adiwalaga. Laki-laki yang terlahir dalam naungan zodiak Leo, membuatnya berambisi ingin menguasai dunia dan menjadi orang nomor satu. Si pemilik zodiak berlambang singa ini selalu jadi sorotan, baik di kalangan kaum Hawa yang mencoba untuk...