My Brother, Lonely! (2)

252 57 8
                                    


Mungkin, kali ini akan berbeda dari yang sebelumnya..
Ada banyak hal yang tak layak untuk disebut sebagai cara hidup yang baik.
Tapi, percayalah!
Ini hanya fanfiction!



(2)

Bus yang ia tunggu akhirnya datang juga. Sudah hampir setengah jam ia berdiri di Halte. Kini ia memilih berdiri saja, mengalah pada seorang kakek yang lebih membutuhkan tempat duduk daripada dirinya yang masih remaja.

Butuh waktu empat puluh lima menit untuk sampai di Halte dekat rumah barunya. Sebelum ia melajutkan dengan berjalan kaki lima menit menapaki sebuah gang yang lebar.

Kedua tangannya ia masukkan dalam saku celana. Langkah kakinya cukup tenang. Sesekali ia menghela napas panjang. Bukan karena lelah dengan jalan yang ia lewati, melainkan jalan hidupnya.

"Sampai kapan akan seperti ini?" ia mulai bicara sendiri "memiliki keluarga bukan alasan tidak merasa kesepian.. Hah! Apa aku sudah memutuskan hal yang keliru? Bukankah lebih gampang untuk hidup sendiri tanpa orang lain?"
Benar. Hidup yang dijalani sebelumnya memang cukup tenang. Justru kesepian yang ia rasakan sebelumnya lebih beralasan. Karena ia hidup sendiri.

Sekarang? Alasan itu sungguh tak masuk akal.

Tanpa sadar ia sampai di rumah keluarga Choi. Paman yang dinikahi ibunya itu orang kaya. Sebenarnya tak sulit bagi ibunya untuk memiliki apapun. Sayangnya, ada hal yang tidak bisa dimengerti olehnya. Mengapa ibunya masih menginginkan hak waris yang sudah atas namanya?

"Kau baru pulang? Kemana saja?"
Seorang perempuan menegurnya begitu ia memasuki rumah. Perempuan yang adalah ibunya. Dan kini ia harus berbagi ibu dengan kakak dan adiknya.

"Ada pelajaran tambahan.."

"Itu karena kau tidak belajar dengan baik, jadi harus mengikuti pelajaran tambahan. Contoh Jiwon.. karena ia pandai jadi tidak perlu belajar lebih.."

"Ibu membelanya lagi? Lalu kapan denganku? Sejak aku kecil tidak pernah sekalipun ibu atau ayah memujiku.."
Donghae berdiri di depan ibunya yang juga berdiri sambil membawa soup yang baru ia masak, mungkin untuk makan malam mereka.

"Apa yang bisa dibanggakan darimu? Maka tunjukkan padaku dan kau akan menerimanya.."

"kurasa itu tidak mungkin terjadi.." sanggahnya "apapun yang kulakukan tidak pernah ibu suka, walau itu perbuatan baik sekalipun. Bukankah aku selalu salah untuk kalian?"

"Donghae!" suaranya Nyonya Choi agak meninggi "jangan teruskan pembicaraan ini, sebaiknya kau pergi ke kamarmu sekarang.. mandilah, setelah itu kita makan bersama.."

Selalu begitu. Hanya setidaknya ia masih bisa makan bersama mereka, dan tidak perlu kelaparan malam ini.



-----



Keluarga baru itu nampak sangat bahagia. Ya. Mereka saling bicara dan terlihat cukup hangat. Jiwon bahkan sudah menceritakan banyak hal tentang sekolahnya. Ia juga menjadi sangat dekat dengan ibu baru-nya. Tidak ada rasa canggung diantara ibu dan anak itu.

Begitupun Siwon, yang malam ini bisa pulang ke rumah. Kebetulan tidak ada pasien untuknya malam ini. bibirnya terus tersenyum menanggapi setiap kebaikan ibunya.

Dari semua kehangatan dan bahagia itu. Donghae hanya menatap mereka satu per satu. Bagaimana Paman Choi yang menjadi ayahnya kini, menunjukkan cintanya pada sang ibu. Kakak dan adiknya merespon dengan baik.

Sayang..

Mereka melupakannya. Atau mungkin malah tidak menganggap kehadirannya.. tidak ada satupun dari mereka yang bertanya atau bicara padanya. Membuatnya hanya seperti bayangan belaka.
Sebenarnya hal itu sudah mulai terlihat sejak pertemuan pertama mereka. Sampai di hari pernikahan ibunya. Ia hanya dijadikan sebagai pajangan, dan bukan bagian..

Donghae tak ambil pusing. Ia masih menikmati makannya. Terus mengunyah dan menelan dengan tenang. Bahkan menghabiskan beberapa potong daging tanpa terusik sama sekali. Ia menganggap bahwa pemandangan dan percakapan mereka -yang di depannya- sebagai hiburan, menemaninya makan malam.



-----



Sejak satu jam yang lalu, seluruh penghuni rumah itu sudah dirasa berada dalam kamar masing-masing, tidur. Karena merasa haus, Donghae terpaksa keluar kamar menuju dapur. Berjalan perlahan, membuka lemari pendingin dan mengambil sebotol air es dari dalamnya.

Sewaktu ia tengah menikmati minumnya, tak sengaja matanya saling bertatap dengan Jiwon yang tiba-tiba berada di sana pula.

"Kau haus juga?"

Wajah Jiwon merengut "Bukan urusanmu.."

"Memang bukan, aku hanya bertanya. Tidak baik jika aku diam saja sementara kita sudah menjadi saudara sekarang.."

"Aku tidak pernah mengatakan kalau menerimamu sebagai saudaraku. Kakakku hanya Choi Siwon.. tidak ada yang lain.."

"Bagaimana dengan ibumu? Apa juga tidak ada yang lain? Jika kau menganggap ibuku sebagai ibumu juga, kenapa tidak menerimaku?"

Ck. Jiwon berdecih.. sedikit mengabaikan, ia malah membuka pintu lemari pendingin mengambil sebotol air es seperti yang dilakukan Donghae tadi.
"aku memang menganggapnya ibu, karena aku sudah lama tidak memiliki ibu. Tapi aku tidak butuh kakak lagi, karena aku masih memiliki Choi Siwon.."

Donghae sakit hati.. tapi ia mencoba menahan "Sepertinya kau gadis yang setia, tidak mau memiliki orang lain jika kau sudah punya.." sindirnya.

"Kau benar sekali. Itulah sebabnya aku tidak suka dengan keberadaanmu. Jika bukan karena ibu, aku tidak akan setuju waktu ia akan membawamu ke rumah ini.." jawabnya tak kalah sinis.
Gelasnya sudah kosong, Jiwon meletakkan begitu saja di meja dapur lalu pergi meninggalkan Donghae tanpa sepatah kata lagi.

Menatap punggung itu semakin menjauh, Donghae kembali menghela napas panjang.
"rupanya begitu mereka menganggapku..."







⍣⍣⍣

My Brother Series ❇️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang