My Brother, Lonely! (8)

225 42 20
                                    

Nyonya Choi melirik. Begitu pintu terbuka nampak tubuh anaknya yang lusuh masuk dengan gontai. Ia hanya berdecik. Memarahinya pun tidak berguna, karena ia sudah lama berencana menyingkirkannya. Tidak masalah jika anak itu terus membuat kacau hidupnya sendiri.

Breg!
Donghae menetapkan dirinya di sofa tunggal di depan perempuan yang dipanggilnya -ibu- itu.
"Ibu.. bolehkah aku bicara?"

"Aku melarang pun kau akan tetap bicara kan?"

"Ah, benar. Aku selalu begitu.." ia mengubah posisi. Memangku wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Seolah anak balita yang merajuk pada ibunya untuk diberikan ijin keluar bermain.
"Saat tahu aku akan hadir dalam kehidupan, ibu.. apa yang kau rasakan pertama kali?"

Ibunya kembali melirik "Untuk apa kau ingin tahu?"

"Itu penting untukku.. lalu bagaimana selama sembilan bulan waktu ibu mengandungku? Apakah aku rewel? Apa sangat sakit saat ibu melahirkanku? Apa yang ibu pikirkan?"

Pertanyaan sederhana namun di kedalaman hati sangat menyakitkan.
"Aku tidak memikirkan apapun... aku hanya ingin semua itu cepat berlalu... agar aku bisa hidup bebas lagi..."

Donghae mengangguk perlahan "Euhm, begitu rupanya! Bagaimana jika aku ternyata seorang anak perempuan.. apa kau akan tetap membenciku Bu?"

"Aku tidak menginginkan seorang anak.."

"Lalu kenapa kau begitu baik pada Siwon dan Jiwon? Sesuatu yang tidak pernah ibu perjuangkan hidupnya tapi ibu.. menerima mereka.. aneh sekali!"

"Kau yang aneh.."

"jadi menurut ibu aku siapa? kalau hanya ingin harta warisan Kakek ambil saja.. tidak perlu menunggu waktu sampai membunuhku atau menyiksaku perlahan.. hanya namaku di kertas itu, bukan tubuh dan hatiku!"

Begitu mengatakan semua itu ia pergi.. namun sebelum berlalu ia menoleh sambil menyatakan satu kalimat "Aku akan selalu menyayangi ibu, karena bagaimanapun juga kau sudah melahirkanku. Terimakasih.."
Berharap kalimat itu bisa meluluhkan ibunya, tetapi rupanya ia salah sangka. Bahkan hanya mengangkat kepalanya saja tidak.

-----

Ia terus memberi lingkaran pada sebuah angka di kalender. Sampai goresan pena itu menghitam pekat dan lencu. Itu adalah tanggal ulang tahunnya. Dua hari lagi..
Untuk kesekian kalinya ia merasa bahwa angka itu tidak bermakna. Bukan bermaksud ingin dirayakan. Donghae hanya ingin sekali mendengar bahwa tanggal itu berharga. Sejak kelahirannya, tanggal itu bahkan sudah dilupakan oleh orangtuanya. Mereka tidak pernah mengatakan apapun..

Sraakk!!
Bersamaan dengan pikirannya yang kacau, ia mendorong kursi yang ia duduki. Berdiri dan berniat menemui ibunya..

-----

"Ayo buat kesepakatan, Bu!" pintanya.

Perempuan itu tidak memperhatikannya, walau mendengar suaranya. Ia masih berkutat dengan buku yang ia baca di ruang tengah seperti semula.

"Di hari ulang tahunku, akan kuberikan warisan kakek untuk ibu sebagai hadiah.." sebenarnya siapa yang ulang tahun? Siapa yang memberi hadiah? "Asalkan dua hari ini Ibu bersikap baik padaku.. perlakukan aku seperti seorang anak. Masak makanan kesukaanku.. tersenyumlah padaku.. usap kepalaku.. tepuk pundakku.. dan peluk aku.."

Merasa tertarik dengan tawaran itu, Nyonya Choi menyipitkan matanya. Meletakkan buku di atas meja. Lalu melipat kedua lengannya di dada.
"Kau pikir bisa menipuku dengan hal semacam itu?"

"Aku tidak sedang menipu, Ibu. Aku hanya membuat kesepakatan saja.."

"Mengapa?"

Donghae tersenyum senang dan tenang "Aku hanya ingin tahu bagaimana punya seorang ibu walau dua hari saja. Seperti yang diceritakan teman-temanku waktu TK dulu.. aku masih mengingatnya. Mereka sangat bahagia memiliki orangtua. Aku tahu, terlalu kekanakan di usiaku yang sekarang.. tapi aku tidak peduli. Bukankah menjadi seorang anak itu terlihat menyenangkan?" wajahnya sudah berbinar ketika berbicara.

"Aku akan tetap mengambil warisan itu darimu, tanpa kesepakatan.."

"Benar, bukankah itu terlalu lama jika menunggu usiaku seperti yang tertulis di sana? Masih beberapa tahun lagi.. Bagaimana kalau lusa..?"

"Untuk apa kau melakukan ini?"

Lagi-lagi ia tersenyum, sepertinya akan berhasil.
"Tidak ada hal lain kecuali ingin merasakan memiliki seorang ibu. Bertanya berapa kalipun, hanya itu jawaban yang aku punya.."

"Kau merencanakan sesuatu yang lain? Kau ingin melakukan hal jahat pada keluargaku?"

"Oh, astaga!! Tidak akan! Siapa yang berani menentang Mafia seperti Paman Choi?" bisiknya "Suami ibu itu.. bukan lawanku. Aku akan kalah sekali tembakan pistol-nya" tanpa takut ia mengatakan semua itu seolah hanya lelucon saja.
Nyatanya. Itu benar adanya. Donghae yakin, Paman Choi akan langsung membunuhnya jika ia melakukan sesuatu pada keluarganya.

"Baiklah.." akhirnya, sang ibu sepakat "Dua hari ini bersikaplah baik. Aku juga akan bersikap baik sebagai ibu untukmu.. bahkan akan kubuatkan soup rumput laut untuk ulang tahunmu.."

Seketika Donghae berdiri tegak. Bahagia. "OK! Deal.."


⍣⍣⍣

My Brother Series ❇️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang