3✔️

16.8K 2.2K 21
                                    

Sebelum baca vote dulu yaaa

Bila ada kesalahan dalam penulisan boleh tandai dikolom komentar

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞


Pagi yang cerah dengan angin yang bertiup hangat, Madelina yang jiwanya diisi oleh Renata kini tengah berkutat dengan tumpukan buku dan tenggelam dalam dunianya sendiri.

Membaca buku adalah hal yang paling pas dilakukan bagi Madelina untuk bersantai, ia bahkan melewatkan sarapan seperti yang sering ia lakukan saat Karamel tak masuk kerja dikehidupan sebelumnya.

Dia butuh diingatkan, dan kali ini tak ada yang mengingatkannya sama sekali hingga perutnya meminta jatah sendiri.

Madeline mendengus, pelayan pribadinya, Lily. Sedang cuti hari ini karena ada kerabat dekat pelayannya itu yang meninggal dan Orang tua Lily meminta pelayannya itu, untuk pulang kampung sebentar.

Awalnya Madelina tak akan memberikan izin untuk pelayannya itu meninggalkan dirinya yang tak tahu apa-apa disini sendirian, sendirian bukanlah hal yang bagus untuk dilakukan didunia baru yang masih begitu asing.

Namun berlandaskan keperimanusiaan Madelina mengizinkan Lily untuk pergi selama dua hari saja.

Madelina mengusap perutnya yang berbunyi.
"Aku lapar, ah, pantas saja hari sudah mulai siang rupanya." gadis kecil itu turun dari ranjang dengan malas.

Gadis dengan tubuh yang terlihat kurus dan pendek dari ukuran normal anak seumuran itu sibuk mondar-mandir mencari makanan diarea dapur. Di mansion Teratai ini tak ada yang bisa Madelina minta tolong untuk sekedar mengarahkan dirinya.

Duke Jezon. Kaparat satu itu hanya memberi Madelina satu pelayan pribadi dengan teganya.
Padahal pak tua itu tahu bahwa keadaan tubuh Madelina cukup lemah jika kelelahan.

Benar-benar tidak punya hati!

Madelina memutuskan keluar, melihat ke luar bagian depan mansion. Matanya berbinar saat melihat empat pohon apel dengan buah yang terlihat lebat.

"Rezeki anak soleh!" Madelina memekik kegirangan. Gadis itu segera mencari wadah  apapun dan akhirnya mendapat keranjang kecil kosong untuk tempat mengumpulkan buah yang akan ia petik.

Madelina berjalan dengan riang. Sebenarnya ia tak harus mencari buah seperti ini jika saja Lily tidak pulang kampung, hari ini bagian pengiriman bahan makanan untuk mansion Teratai dari mansion utama.

Madelina merutuki orang tua macam apa yang dimiliki oleh sang tokoh.

Madelina dengan lincah memanjat pohon tersebut. Memetik beberapa buah dan memasukannya kedalam keranjang. "Delapan buah sudah cukup, tangan kecil ini tak bisa menjangkau lebih jauh." gerutu Madelina.

Madelina turun dengan hati-hati, namun sayang ia salah berpijak.

Bruk!

"Aduh, pantat ku yang cantik." gumam Madeline, gadis itu mengusap bokingnya yang terasa nyeri.

"Ah sial sakit sekali!"

Madelina berusaha bangun, namun kakinya justru terkilir. Madelina benar-benar merasa sial sekarang, gadis kecil itu bahkan mulai menangis. Kesal dengan nasibnya sendiri yang buruk.

"Kenapa kau menangis?" Suara itu terdengar lembut, seperti lonceng kecil yang tak sengaja diterpa angin. Seorang gadis bersurai putih panjang berjongkok dihadapnya Madelina.

Madelina mengangkat satu alisnya, mimik wajah masih belum bisa dikondisikan dengan benar setelah menangis.

Madelina memandang intens. Manik merah mereka saling bertubrukan dan untuk sesaat itu semua membuat Madelina menahan nafasnya saat sudah tahu siapa yang ada dihadapnya.

Dia adalah Michelina Alexandra Lawrence.

"Eh, mengapa kau malah melamun?" tanya Michelina membuat Madelina mengerijap lambat. Gadis itu segera mendorong sosok berambut putih dihadapnya.

Madelina memandang bingung. "Mengapa kau bisa kemari? Ini tidak benar." ujar Madelina, mudur dengan posisi masih terduduk ditanah. Adegan ini tidak pernah terjadi didalam novel, bagaimana bisa semuanya berubah secepat ini.

Michelina menampilkan wajah kecewa. "Apa kau tidak senang bertemu dengan saudari kembar mu? Ku kira kau akan sangat gembira."

Madelina menggeleng. "Sebaiknya kau pergi dari sini, sebelum ada yang melihat dan membuat ku dalam masalah. Aku tidak senang sama sekali bertemu denganmu."aku Madelina dengan enteng.

Michelina meremas sisi gaun yang dipakainya. "Mengapa begitu? Apa kau membenci diriku?"

Madelina mengambil keranjang buahnya. Tidak ingin menjawab pertanyaan dari tokoh didepannya. Madelina masih bingung dan takut secara bersamaanan, adegan yang tidak pernah ada dalam naskah sering membawa bencana.

Meski kesulitan Madelina bangun dengan kekuatannya sendiri.

"Aku bisa membantu mu Kakak ..." tawar Michelina.

"Jangan panggil aku begitu!" Madelina tak sengaja berteriak. Ia refleks membantah.

Michelina yang dibentak menunduk. "Lalu aku harus memanggil dirimu apa? Kau Kakak kembar ku," Madelina beranjak tak ingin melanjutkan percakapan lebih banyak lagi. Ia ingin mengurangi interaksi dengan para tokoh jika bisa.

"Bagaimana jika aku memanggil mu dengan sebutan Delina? Terdengar manis bukan?" Michelina menahan bahu Madelina. Madelina menghela nafas dan menyentak tangan Michelina.

"Tolong tinggalkan aku." pinta Madelina.

Michelina terlihat tak mau kalah. "Aku boleh memanggil mu dengan panggilan Delina, please, ku mohon. Atau aku harus kembali memanggil mu dengan sebutan Kakak?"

Madeline mendelik. "Terserah padamu! Minggir aku ingin lewat,"

Michelina masih saja menghadang jalannya. Gadis bersurai putih itu terlihat ingin kembali berbicara.

"Ku bilang minggir, artinya menyingkirlah, kau tidak paham bahasa manusia?!" Madelina terlihat marah. Itu membuat Michelina mundur gadis bersurai putih itu terlihat terkejut.

"Madeline!" panggil dengan suara bariton itu membuat Madeline langsung menoleh kearah sumber suara. Seorang pria paruh baya terlihat mendekat dengan ekspresi marah.

Sudah Madeline duga hal yang kurang baik akan menimpanya. Ia selalu memiliki firasat yang benar.

"Sial!" gurutunya.

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞
Tinggalkan komentar terbaik kalian dan jangan lupa vote kawan (◠‿◕)

rbilqisasiah

 

THE DUKE'S TWIN DAUGHTERS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang