26✔️

9.8K 1.5K 8
                                    

Sebelum baca vote dulu yaaa

Bila ada kesalahan dalam penulisan boleh tandai dikolom komentar

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Suara burung berkicau terdengar jelas ditelinga gadis yang tengah asik bergelut dengan tumpukan buku dari pagi-pagi buta. Madeline, gadis itu tengah bermalas-malasan dikasur.

Tiga hari yang lalu dia baru saja pulang dari hutan Carcoba, dan semuanya berjalan dengan lancar, membuat para rakyat puas dengan kinerja pemerintah yang sigap.

Madeline mengetuk jarinya, mengambil buku to do list yang biasa ia isi untuk mengatur jadwal harian. Mengecek kestabilan produktivitas keseharian. Waktunya banyak yang senggang setelah latihan bersama guru-gurunya.

Haruskah ia menambah kegiatannya? Tapi apa ya, —Oh bagaimana dengan berbisnis, Madelina menerawang langit kamarnya mencoba menimang-nimang.

Tapi itu akan sangat merepotkan bukan, eumm.

Madeline memutuskan untuk memejamkan mata sebentar untuk berfikir. Bayangan tentang repotnya memikirkan pemasaran, kebutuhan yang dibutuhkan konsumen dan Ah.

Madeline menggigit bawah bibirnya, seperti akan menyenangkan. Ia langsung turun dari kasur dan duduk dimeja belajarnya, mengambil buku baru dari dalam laci dan membuat rencana dan menulis ide-ide usaha.

Setelah mencoret-coret dan menulis semua yang ada dikepalanya hampir delapan lembar dari buku tersebut, Madelina bangkit dengan perasaan senang dan bangga pada dirinya sendiri.

Madeline hanya perlu meminta izin pada sang ayah dan melakukan observasi terlebih dahulu ke lapang untuk mengecek daya beli konsumen, dan tempat strategis untuk pemasaran-nya.

Ia berniat untuk menjual gaun-gaun dengan desain modern, ide yang cukup bagus bukan? Dan jika bisnis itu lancar ia juga berniat untuk ikut berkontribusi dalam bisnis produk kecantikan.

Saking tidak sabarnya Madelina bergegas untuk bersiap dan pergi keruang sang Ayah setelahnya.

Sepanjang lorong banyak yang menyapanya dan ia hanya membalas dengan anggukan singkat. Sampai diruangan sang Ayah, ia berpapasan dengan seorang pemuda, lebih tepatnya dia adalah Sean.

"Selamat pagi Nona, " sapanya dengan ramah, Madelina hanya melirik sekilas sebelum masuk tanpa mempedulikan Sean yang mematung karena terabaikan.

"Ayah! Anakmu berniat memperbanyak harta keluarga!"ujarnya mendobrak pintu dengan semangat alih alih memberi salam atau semacamnya.

"Madeline, jaga sopan santun mu."tegur Duke Jezon yang memandang penuh peringatan, sementara Madelina hanya membalas dengan cengiran polosnya.

Jezon menghela nafas, "Oke, jadi apa yang bisa membuat kekayaan keluarga menjadi meningkat hm?" tanya Duke Jezon dengan serius. Membuat Madelina meringis karena Ayahnya selalu begitu jika membahas tentang uang.

Ayahnya benar-benar tipe realistis, jadi tolong kalian lupakan bangsawan satu ini akan memanjakan putra putri dengan kemewahan, karena pria dihadapannya ini tidak termasuk dalam garis itu.

Duke Jezon hanya akan memberikan fasilitas yang diperlukan, dan memberikan yang terbaik sebagai kontribusi.

Itu Madeline simpulkan dari catatan pengeluaran mansion yang tertata rapih dan jelas, bahkan dengan nota bukti nya dan juga tak ada dari deretan pengeluaran itu yang tidak mengundang manfaat yang pasti.

"Aku akan mulai berbisnis, untuk itu aku akan meminta izin dari mu. Untuk modalnya sendiri aku akan menjual perhiasan yang tidak dibutuhkan dikamar ku sebagai modal awal. Dan soal pencatatan modal akan aku kelola dengan baik, bagaimana pun perhiasan itu pemberi dari Ayah."

"Apa keuntungan jika aku mengizinkan mu? Dan apa jaminan bahwa kau tidak akan mengalami kerugian yang berdampak pada keuangan keluarga ini."

Madeline merilekskan tubuh dengan menyandarkan punggungnya dikursi, "Aku percaya dengan kemampuan ku sendiri, Ayah tenang saja, aku tak akan membuat mu malu." ujarnya singkat namun tegas.

"Seperti kau melupakan berapa usiamu saat ini Madeline, delapan tahun. Apa yang akan kau jadikan ladang berbisnis, hm?"Duke Jezon tidak mau repot dengan memperhalus perkataan untuk menyadarkan kalau-kalau putrinya itu melupakan usianya sendiri.

Madeline memutar bola matanya, "Apa Ayah tidak ingat, umur berapa, baik Kak Louis maupun Kak Carlos awal memegang pedang? Bahkan Ayah memberikan hadiah pedang di ulang tahun ke-3 para Kakak ku itu."

"Itu tradisi Madeline," sahutnya dengan santai.

"Tradisi? Yang benar saja!" sarkas Madelina memandang tak percaya pada sang Ayah.

"Ayolah Ayah!"rengek Madelina, mengeluarkan jurus andalannya.

Duke Jezon mengangkat bahunya acuh."Bagaimana jika kau jatuh sakit nanti?" tanya Jezon mempertegas, membuat Madelina merengek lebih keras.

"Tidak! Aku kan menggunakannya spirit ku dengan baik, aku akan memanfaatkan berkah—" Madelina cepat-cepat menutup mulutnya, astaga ia keceplosan tentang itu.

Ekspresi wajah Duke Jezon berubah tegang. "Dari mana kau tahu hal itu?"tanya dengan suara dingin, Madelina yang sudah terpojok hanya pasrah dan menceritakan yang sebenarnya, tentang aksi menguping itu.

"Dasar gadis nakal," sang Ayah menjewer telinga Madelina, ashh, rasanya benar-benar sakit.

"Yah ... itu kan tidak sengaja terdengar! Jangan salahkan telinga ku yang tajam ini."belanya sambil mengusap telinga yang berubah menjadi merah.

Benar-benar kejam Duke satu ini, Madeline melayangkan tatapan tajam, sebagai balasan dari tatapan dingin sang Ayah membuat Duke hanya bisa menghembuskan nafas kasar.

Duke memejamkan matanya, anaknya yang satu itu lebih dewasa dari umurnya.

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞
Sudah tekan bintang dipojok?
Jangan lupa vote yaa ❤️

THE DUKE'S TWIN DAUGHTERS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang