36 ✔️

7.9K 1.3K 50
                                    

Sebelum baca vote dulu yaaa

Bila ada kesalahan dalam penulisan boleh tandai dikolom komentar

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Duke Jezon berjalan dengan langkah tegasnya diikuti oleh Hendrik. "Kau baik-baik saja?" pertanyaan itu datang dari mulut Duke Jezon mendudukkan dirinya ditepi ranjang milik Madeline.

Madeline terdiam untuk beberapa saat sebelum alis yang berkerut.

"Jika anda tidak ada dihadapan saya itu akan jauh lebih baik Duke,"jawab Madeline dengan nada dinginnya.

"Ada apa dengan mu?! Pertengkaran macam apa yang kamu lakukan dengan Michelina hingga kau berubah seperti ini?" Jezon bangun ia menatap Madeline.

Sementara sang putri hanya mendengus.

"Apa?! Aku tidak bertengkar dengan Michelina, jangan mengada-ada. Aku hanya bersikap sepantasnya," Madeline menoleh kepalanya untuk menghindari tatapan Duke.

"Kau bilang sikapmu pantas?! Yang seperti kau bilang pantas?"tegurnya, ia menghela nafas untuk meredakan gejolak amarah.

"Madeline dengar kau mungkin sedang emosi sesaat—"

"Berapakali aku sudah bilang, aku membenci kalian semua. Tidak perlu menasehati ku! Jadi tolong pergilah, atau aku yang akan pergi dari sini." ujar Madelina.

"Kau akan pergi dari sini, gadis lemah seperti mu? Hah, dengar ini, meski kau sekarang jarang sakit tak ada yang tahu hari esok, ledakan mana akan sangat berbahaya bagi mu." Duke Jezon betul-betul berusaha  bersabar.

Madeline mengangkat alisnya.

"Ayah ..."suara lirih dari Madeline membuat Duke bernafas lega.

Apa putrinya sudah mulai meredakan emosinya.

Tapi ternyata ia salah.

"Sudah aku bilang aku membencimu! Saat kau mendorongku untuk pertama kalinya, saat kau terus mengusap rambut Michelina tapi selalu menyalahkan ku atas kematian ibu ku sendiri, aku membencimu."lanjut Madeline, Duke Jezon terkesiap, itu adalah ucapan Madeline saat dulu, kejadian dimana sebelum Madeline mulai berubah.

"Aku terjebak disini! Disituasi dan emosi yang memuakan!"adu Madeline dengan penuh kekecewaan.

"Aku ingin menemui ibu tapi tidak bisa! Aku ingin menetap dalam tubuh ini tapi ini bukan lagi milik ku, aku membenci ini, aku membenci kalian!"Madeline meraung sambil melempar bantal disekelilingnya pada Jezon.

Madeline bangkit, ia memecahkan vas bunga dan mengambil satu pecahan yang paling tajam.

"Kau membenci ku kan?! Kau ingin melihat ku tiada, maka lihatlah." Madeline mengarah pecahan itu ke lehernya.

Duke Jezon bergegas menarik tangan Madeline untuk merampas pecahan itu, "Apa yang kau lakukan? Apa kau sudah gila?!" teriak Duke dengan marah, Hendrik ikut mengamankan situasi.

Madeline mulai berteriak, mengeluarkan seluruh perasaannya yang selama ini terpendam.

"Kau selalu bilang aku ini anak sialan!"

"Kau selalu bilang aku anak lemah dan pantas untuk tiada!"

"Aku mengingat itu semua Ayah! Meski begitu Aku tidak pernah mundur, aku tidak pernah mau menyerah mendapatkan kasih sayang mu. Tapi kau selalu menuduhku atas apa yang tidak aku lakukan!"

Madeline menganguk. "Aku memang jahat pada Michelina, aku membencinya! Aku ingin  dia tiada!"

"Madeline!" teriak Duke Jezon dengan marah.

"Apa kau mau marah?! Ingin menampar ku lagi? Ingin mendorong ku lagi, tidak ingat kau bahkan menyebabkan tubuh ini sering lumpuh meski hanya sementara!"

"Jaga perkataan mu! Kau tidak pantas berbicara begitu tentang Michelina!" Duke Jezon mulai tersebut emosi.

"Aku memang tidak pernah mendapatkan kata  pantas bukan? Bahkan untuk sekedar menjadi putri mu!" sahut Madelina.

"Kau hanya bisa memiliki satu dari kami Ayah, jika kau memilih Michelina maka aku yang akan menghilang. Dan jika itu semua terjadi, itu semua adalah salah mu, jadi ku harap kau tidak pernah bahagia."

Duke Jezon terlihat sedih. "Madeline tolong jangan katakan itu, kau dan Michelina sama pentingnya untuk Ayah, sayang." ujar Duke mencoba menjelaskan.

Ia menggenggam tangan Madelina.

"Itu terdengar seperti kebohongan Ayah ..."

Duke Jezon mencoba memeluk Madelina meski gadis itu terus memberontak. "Tidak, kalian adalah putri yang paling Ayah sayangi."bisik Duke Jezon meyakinkan.

"Tuan Duke! Nona Michelina pingsan!" seorang prajurit memberi laporan dengan tergesah-gesah. Duke Jezon langsung melepaskan pelukannya pada Madelina saat gadis itu baru saja ingin membalas.

"Apa yang sudah terjadi?"tanya Duke Jezon khawatir. Hendrik menahan sang tuan yang hendak pergi begitu saja.

"Nona Madeline membutuhkan anda tuan." gumam pria itu.

"Kau bukan Ayahnya Hendrik, kau tidak akan mengerti." Duke Jezon berlenggang pergi begitu saja. Hendrik tak punya kuasa apapun untuk menahan tuan nya.

Tangan kanan dari duke tersebut hanya bisa ikut memandang nona mudanya yang lain, yang terlihat rapuh dan kembali kecewa.

"Pembohong yang hebat." ujar Madelina.

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Dari 1 sampai 10
Berapa persen chapter ini bisa bikin kalian emosional?



THE DUKE'S TWIN DAUGHTERS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang