Sebelum baca vote dulu yaaa
Bila ada kesalahan dalam penulisan boleh tandai dikolom komentar
↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞
Madelina menumpuk dagu dengan wajah malasnya diruang Duke Jezon dengan ditemani setumpuk dokumen yang mulai dikerjakan oleh sang Ayah.
Oh sedikit informasi Ayah itu entah kerasukan setan apa. Tapi ia memberikan jadwal yang sangat padat untuk tiga bulan lamanya. Dan Madelina hanya bisa mengangguk mengiyakan semua itu.
Latihan berpedang
Latihan tata krama
Latihan bertarung
Latihan berkuda dan memanah.
Membaca list dari Duke membuat Madelina geleng-geleng kepala, memang sih setelah insiden hari itu tubuhnya tak pernah terasa lemas atau semacamnya. Tapi ini terlalu berlebihan bukan? Haduh malangnya nasib ku.
Duke Jezon tersenyum, "Kinerja mu sangat bagus, hebat hebat."puji sang Ayah melihat laporan seluruh dokumen yang pernah Madelina kerjakan.
Madeline mengangguk seadanya.
Ia sangat malas untuk sekedar membuka mulut saja, meski baru saja dipuji tak ada gejolak kebahagiaan seperti biasanya.
Madeline akhir-akhir ini lebih sering menghembuskan nafas panjang untuk menangani keresahan hatinya yang tak bisa ia tebak.
"Aku akan pergi berlatih pedang."pamitnya, sebelum pergi dengan langkah malas, keluar dari ruangan Duke. Dan Jezon hanya mengangguk singkat sebelum kembali sibuk dengan tumpukan dokumen baru.
Madelina akhirnya menelusuri lorong yang terlihat sepi. Langkahnya terhenti saat alunan musik dari alat musik piano terdengar jelas oleh pendengaran Madelina.
Alunan yang seolah menghipnotis dirinya, suara itu berasal dari ruangan diujung lorong, lebih tepatnya ruangan musik yang jarang terpakai. Madeline berjalan kesana dengan santai sambil menikmati alunan melodi itu.
Langkah kecilnya, berubah menjadi langkah penuh keanggunan. Madeline memutar badannya, menari secantik angsa, meliuk dengan badan kesana kemari sampai akhirnya didepan pintu ruang tersebut.
Saat dibuka—
Kosong!
Madeline menelusuri setiap sudut dengan netranya, namun tak ada siapapun disana. Piano dipojok ruangan juga terlihat tertutup dengan sehelai kain putih.
Madelina melangkah kakinya, alunan piano yang ia dengar diujung lorong masih terekam jelas dikepalanya.
Ahh ... bahagianya, seperti bernostalgia pada kehidupan di dunia nya yang dulu saat ia menjadi Renata yang berusia 13 tahun, dimana ada alunan piano disitu ada—
Balet.
Dan itu membuat Madeline kembali menggerakkan badannya dengan lentuk, dan bersenandung kecil, mengiringi langkah cantiknya.
Perasaan nya seolah terbebas, rasa kosong dan hampa yang mengikatnya dua hari kebelakang lenyap begitu saja.
Dentingan piano kembali mengalun dan Madelina berusaha tidak peduli dengan memejamkan matanya, ritmenya semakin cepat dan Madelina merasa semakin bahagia, tubuhnya terasa dipenuhi kumpulan mana yang tak pernah ia rasakan.
Saat dentingan melodi terakhir terdengar, itu terasa seperti kalimat putus asa yang baru menemukan kebahagiaan kembali. Madeline membuka matanya netranya bertubrukan dengan manik violet yang indah.
Madeline memiringkan kepalanya, apa dia sedang berhalusinasi? Nampaknya tidak, karena laki-laki pemilik manik berwarna violet itu masih menatap penuh binar kekaguman.
"Eh ... siapa kau?" pertanyaan itu lolos dari Madeline dengan raut wajah penuh intimidasi, laki-laki itu bangun dari kursi piano dan mendekat kearah Madelina.
"Nama ku Sean, putra dari tangan kanan Duke Jezon, Tuan Hendrik."suara laki-laki itu membuat Madelina mengerijap lambat, pip pemuda itu bahkan merona melihat Madelina terus menatapnya.
Suara yang terdengar lembut namun tegas, seolah menggoda namun terkesan misterius dan dingin. Perpaduan macam apa itu, Madelina masih menatap laki-laki, bernama Sean dengan intens.
"Sedang apa kau di sini? Apa kau menumpang dikediaman ini huh?"pertanyaan terdengar tidak sopan dan angkuh itu mencuat dari mulut Madelina dengan mulus.
Ohh sisi blak-blakan dan seenaknya itu sudah kembali seperti semula.
Sean pemuda itu, masih menatap penuh binar meski sudah disinggung oleh Madelina. Tatapan itu membuat Madelina ingin buru-buru pergi dari sana dan—
Sial latihan berpedang! Ah mati saja lahh ... Bagaimana ini ia melupakan hal itu.
Madeline keluar dari ruangan tersebut dengan terburu-buru, berlari semampunya untuk sampai ke arena pelatihan yang sudah diberikan oleh sang Ayah.
Sementara Sean, pemuda itu bersenandung kecil, membayangkan gerakan gadis tadi yang teramat indah dimatanya. "Ia membuat ku jatuh bahkan saat aku belum mengetahui namanya,"gumam Sean sebelum tiba-tiba menghilang dengan teleportasi.
↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞
Jangan lupa untuk meninggalkan komentar!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DUKE'S TWIN DAUGHTERS ✔️
Fantasy[TAMAT- CHAPTER MASIH LENGKAP] Renata Dirgantara pemilik agensi penerbit buku ternama di Indonesia. Wanita berusia 27 tahun yang banyak menyimpan duka dibalik sikap gila kerjanya. Wanita berhati keras yang mulutnya setajam belati itu tidak pernah me...