19 ✔️

11K 1.8K 24
                                    


Sebelum baca vote dulu yaaa

Bila ada kesalahan dalam penulisan boleh tandai dikolom komentar

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Semua berjalan dengan baik seminggu ini, Madeline rutin menjaga sang Ayah yang masih terbaring lemah. Ia diam-diam sudah memanggil dokter terbaik Kekaisaran kemarin.

Dokter gadungan dari kediaman ini, sudah ia kirim ke pelosok dengan dalih virus mematikan yang bisa saja menyebar sampai ke pusat Kekaisaran, mari tertawa, aku harap dokter itu terkena lalu tewas disana.

Meski begitu keadaan belum sepenuhnya aman, langkah Madelina harus serba hati-hati karena ia tak tahu siapa saja kawan dan lawan.

Yang pasti sudah dipastikan aman baru Michelina dan pangeran mahkota yang ia kirim ke daerah Refgar diperbatasan utara. Biarkan keduanya bucin seperti alur cerita semestinya.

Madeline merebahkan tubuhnya yang terasa penat disamping tubuh Jezon, tubuhnya bekerja serba ekstra hari demi hari.

Belum lagi jadwal tentang masalah air bersih belum terselesaikan karena, raja Quatro memberikan sedikit masalah diwilayahnya duchy.

Sedang lelah seperti ini, Madeline jadi teringat Lily. Pelayan pribadinya juga bernasib sama dengan sang Ayah terbaring lemah diatas kasur meski sesekali bisa berbicara meski sedikit.

"Kau kelelahan?"suara itu terdengar lirih, Madeline mendekatkan dirinya agar mudah dijangkau oleh sang Ayah. Tangan kekar Jezon terasa dingin dan ringkih saat mengusap rambut Madelina.

"Ayah jangan banyak bicara, suara mu saja membuat ku takut." Madeline meringis mendengar suara Jezon yang lemah.

Gadis itu, seiring berjalannya waktu mulai membuka hati, tak bisa terelakan bahwa dirinya menyayangi pria paruh baya ini, sebagai seorang Ayah.

"Jaga dirimu baik-baik, tak perlu mengurus ku lagi. Jika aku mati pun—

Madeline memeluk Jezon dari samping, "Jangan bicara seperti itu! Apa ayah tidak menghargai usaha ku?" jawab Madelina cepat cepat, ia tidak suka pembahasan Duke Jezon.

"Aku mengabaikan mu selama delapan tahun, dan kau malah mengurus ku seperti ini. Aku merasa malu, rasanya tidak pantas," Jezon membalas pelukan sang putri.

Madeline terdiam, tapi yang ia rasakan saat ini adalah kehangatan keluarga Lawrence, semua tingkah gila Carlos maupun dinginnya Duke Jezon memberi warna bagi hidupnya.

Lebih tepatnya bagi kehidupan Renata.

Mungkin jika jiwa Madelina asli yang ditanya, jawabannya pastilah berbeda diabaikan keluarga dengan rentang waktu yang lama dalam usia yang terbilang dini bukanlah hal yang mudah ditoleri.

Tangan Duke Jezon menggenggam tangan Madelina dan menyimpan lengan kecil putrinya itu didadanya. "Jika suatu saat detak jantung ini berhenti, berjanji kau akan menjadi gadis yang kuat."tutur sang Ayah.

Madeline tak bisa menahan air matanya, ia menggeleng. "Aku akan ikut," jawab Madelina sambil terisak, jawaban spontan dari Madelina membuat Jezon ikut menangis.

Kedua, Ayah dan anak itu berpelukan, "Jangan mati,"gumam Madelina mengeratkan pelukannya sambil terisak. Nafas Madelina terasa berat, telinga berdengung.

"Ssshhh ... sa-kit hiks,"rintih Madelina, Jezon melepaskan pelukan tersebut saat mendengar Madelina merintih.

"Delina, kenapa—" Jezon tak bisa banyak bergerak, saat Madelina semakin merintih kesakitan memegangi kepalanya sambil terisak.

Putrinya tampak sangat kesakitan dan ia tak bisa berbuat apa-apa, cahaya putih dari telapak tangan Madelina keluar membuat Jezon melebarkan matanya.

"Jangan lakukan itu Delina!"teriak Duke Jezon.

Jezon berusaha menyadarkan putrinya, tangan kecil Madelina mengusap lembut pipi sang Ayah. Cahaya putih itu menyebar keseluruhan tubuh Jezon.

Bashh...

Cahaya itu meledak, Jezon kembali memeluk Madelina sekuatnya.

Ledakan itu mengundang perhatian satu mansion, Carlos dan Louis berlari dari tempat masing-masing kesumber ledakan itu, lebih tepat kearah kamar Ayah mereka.

Langkah Louis terhenti sambil mengatur nafas, para prajurit berusaha mendobrak pintu kamar sang Duke. Namun mereka tidak ada satupun yang berhasil, Carlos yang baru datang langsung panik mendobrak pintu.

Namun hasilnya sama, tidak berhasil.

Didalam ruangan kamar itu berubah menjadi beku, ledakan mana Madeline membuat tubuh Jezon terpental kearah dinding dekat jendela kamar.

Duke Jezon memegang kepalanya, ada mana asing keluar dari tubuhnya, Jenzon menggeram marah saat tahu bahwa ada yang menaruh sihir kedalam tubuhnya.

Namun berkat ledakan mana Madeline dia sembuh, ia menatap sang putri dengan manik yang bergetar.

Madeline sendiri tengah menutup telinga yang berdengung, tubuhnya akan mengeluarkan ledakan mana kembali dan itu berarti—

Ia bisa saja mati.

Dengan langkah tertatih, Jezon melangkah kearah sang putri. "Sayang, dengarkan Ayah! Ayah ada disini. Sadarlah!"ujarnya memeluk Madelina.

"Kumohon sadarlah! Delina!"teriak Duke Jezon seperti orang kesetanan, suaranya terdengar sampai keluar kamar membuat semua yang berada diluar juga ikut panik.

Netra Madelina berubah menjadi biru, ia menatap Jennifer sambil merintih. "Ayah ini sakit," Madelina menujuk bagian dadanya dengan pilu.

Melihat tampilan Madelina, membuat Jezon seolah tengah berhadapan dengan Elizabeth, sang istri. Rambut hitam dan netra sebiru lautan, Jezon memeluk Madelina dengan erat.

"Jangan bawa dia Eliza, kumohon."

"Karena rasa sayang akan saling tarik menarik untuk mempertahankan satu sama lain, sekali'pun harus ada yang dikorbankan." Ucapan sang istri sebelum menghembuskan nafas terakhir, menggema kembali ditelinga Jezon.

Duke Jezon ketakutan setengah mati, ini yang ia takutkan. Ini yang menjadi sisi lemahnya terhadap kehadiran Madeline.


↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Ohh hayoooo apa cerita ini sudah masuk ke perpustakaan kalian?

Tinggalkan komentar dan bantu tandai jika ada kesalahan dalam penulisan ^^

See you next chapter guyss

THE DUKE'S TWIN DAUGHTERS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang