Sebelum baca vote dulu yaaa
Bila ada kesalahan dalam penulisan boleh tandai dikolom komentar
↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞
Jika saja orang melihat kedua insan yang kini saling berhadapan ditengah kegelapan mungkin mereka akan berfikir macam-macam, namun itulah yang sedang dilakukan oleh Madeline dan Nox dibelakang taman mansion utama.
"Denger ini baik-baik Nox, kau harus pergi ketempat yang sudah ku katakan. Disana temukan apapun yang bisa menujukan keberadaan seseorang, entah disebuah kertas atau benda-benda yang menurut mu bisa berguna nantinya," jelas Madeline berbisik, Nox berada dihadapannya dengan jarak yang sangat dekat.
Aroma lavender dari tubuh Madeline sedikit membuat Nox terlena untuk beberapa saat.
"Saya mengerti Nona."jawabnya, Madeline menepuk kepala Nox beberapa kali sebagai tanda bangganya.
Nox mendongokan wajahnya, menatap netra merah yang masih tampak mengkilap indah meski dalam kegelapan malam, mengapa tidak pernah ada yang bilang bahwa bocah delapan tahun juga bisa sangat mempesona.
"Apa yang kau lihat ksatria Nox? Jika tak ingin mati muda maka berhenti menatap ku dengan tatapan seperti itu."peringat Madeline tak main-main, gadis itu bahkan menggerakkan jarinya dileher sebagai ancaman.
Nox menatap ngeri, membuat Madeline terkekeh pelan. "Pergilah dan jangan sampai kau mati dijalan, kau harus tetap sehat tanpa luka saat pulang, okee!" Setelah mengatakan hal itu Madeline berlalu pergi dari sana dengan mengendap-endap.
Nox memegang dadanya yang bergemuruh aneh, namun terasa tak tahu diri juga tidak bisa ia kontrol, bahwa saat didekat nona kecilnya itu ia merasa berbeda.
↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞
Madeline masuki kamarnya, namun diranjang sudah ada Michelina yang tengah bersidekap dada."Siapa kau sebenarnya? Aku tahu kau bukan dari dimensi ini bukan?" Pertanyaan Michelina membuat Madeline mematung.
"Bicara apa kau ini Helina, jangan bercanda." sanggah Madeline, mengibas-ngibaskan tangannya keudara.
Michelina mendekat dan Madeline hanya memandang gadis itu dengan tatapan rumit.
"Karena aku juga bukan dari dimensi ini, jadi katakan siapa dirimu."bisik Michelina, Madeline melotot tak percaya.
"Pantas saja tokoh utama bisa seasik ini, ternyata kau bukan Michelina asli heh."ceplos Madeline, gadis dihadapannya mundur.
"Apa kita juga dari zaman yang sama? Nama asliku—Karamel,"tangan Michelina terulur hendak bersalaman, sementara Madeline refleks mundur setelah mendengar nama itu.
"Karamel?"ulangnya setengah tak percaya.
"Ada apa?"tanya Michelina bingung. Medeline tidak menjawab gadis itu bungkam dengan raut wajah yang tak dapat dimengerti.
"Keluar dari kamar ku,"pintanya mendorong tubuh Michelina menuju pintu.
"Ad-a apa? Aku hanya ingin—"ucapan Michelina tercekat ditenggorokan karena melihat netra Madeline berubah menjadi merah darah.
Apa dia seemosi itu, tapi kenapa, pikir Michelina. Michelina mengalah ia keluar dengan seluruh rasa penasaran dihatinya. Madeline menutup pintu kamarnya dengan kasar, membuat Michelina terkesiap.
Sementara di dalam Madeline menyandarkan kepalanya dipintu, ia memejamkan mata, hatinya terasa diremas, jika Karemel disini itu berarti sekertaris juga tewas saat insiden itu, Madeline memukul kepalanya.
"Bodoh! Bodoh!" ia memaki dirinya sendiri, Madeline menatap ke depan dengan tatapan kosong.
"Aku tak bisa menjaganya, aku membiarkannya mati, Karamel mati."gumamnya, Madeline menangis.
"Bagaimana bisa sekarang aku menjaganya, sedangkan tubuh ini saja lemah. Aku akan menjadi kakak yang buruk untuk adikku sendiri, dan aku malah meminta dia menjaga ku, kaparat!" Madeline kembali memukul kepala, ia kesal setengah mati pada dirinya sendiri.
Sebuah ide gila terpikir olehnya, "Rafelina, tokoh antagonis utama itu harus berada dikubu ku, aku harus tahu setiap pergerakan calon antagonis itu untuk menjaga Michelina."ujarnya, Madeline bangkit ia mencari kertas dan pena untuk menulis sebuah rencana.
Rencana yang mungkin akan mengubah hidupnya.
Butuh beberapa menit Madeline menulis semua rencana dengan rapi, setelah itu ia memanggil pelayan bernama Hauri untuk datang ke kamarnya.
"Nona memanggil saya," Dia Hauri, pelayan itu tampak berbinar saat melihat dirinya.
Madeline menarik pelayan itu untuk lebih dekat dengan dirinya. "Hauri aku memiliki pekerjaan penting untuk mu." tutur Madeline.
Setelah itu Madeline menjelaskan semua rencananya pada Hauri, jelas Madeline tidak memilih pelayan itu dengan asal. Ia tahu kemampuan Hauri.
"Lakukan, dan pergilah." final Madeline dengan seulas senyum tipis yang terukir dibibir.
↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞
Entahlah kenapa tiba-tiba pengen up malam ini (◕ᴗ◕✿)Terimakasih yang sudah berkenan untuk vote dan memberi semangat!
See you next chapter guys
(◍•ᴗ•◍)❤
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DUKE'S TWIN DAUGHTERS ✔️
Fantasy[TAMAT- CHAPTER MASIH LENGKAP] Renata Dirgantara pemilik agensi penerbit buku ternama di Indonesia. Wanita berusia 27 tahun yang banyak menyimpan duka dibalik sikap gila kerjanya. Wanita berhati keras yang mulutnya setajam belati itu tidak pernah me...