BAB 9 || Sapu Tangan

33.9K 4.4K 175
                                    

HAPPY READING

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT

***

Pagi ini zefanya pergi ke koperasi di temani oleh Falsya. Zefanya ingin membeli sebuah pulpen karena meskipun sudah satu minggu tinggal di pesantren ia masih belum juga mempunyai alat tulis. Saat mengkaji kitab gadis itu biasanya akan memaksa santri yang duduk di sebelahnya untuk memberikannya pulpen. Dan berakhir tidak dikembalikan.

“Beli!” ucap Zefanya dengan sedikit ngegas.

“Apa!” Ustazah Kiki sang penjaga koperasi membalasnya dengan tak kalah ngegas.

“Pulpen.”

“Pulpen apa?”

“Pilot.”

“Nggak ada. Adanya masinis.”

Zefanya menatap cengo ke arah Ustazah Kiki. Dia serius ingin membeli tapi penjaga koperasi itu malah menjawabnya dengan asalan. Zefanya yang pada dasarnya mudah terpancing langsung saja meluapkan emosinya.

BRAK!

Zefanya menggebrak etalase koperasi dengan sedikit keras. Beruntungnya etalase itu terbuat dari kaca yang tebal, jika tidak sudah bisa dipastikan etalase tersebut akan langsung pecah meskipun hanya terkena satu gebrakan saja.

“Lo niat jualan nggak, sih!” sentak Zefanya. Falsya yang melihatnya langsung menyenggol lengan Zefanya.

“Yang sopan kamu jadi orang!” balas Ustazah Kiki. Perempuan dengan tahi lalat di atas bibirnya itu tidak menyangka ada santri putri yang seberani ini padanya.

Ustazah Kiki ini memang terkenal sebelas dua belas dengan ustazah Syifa. Dua ustazah ini sudah terkenal dengan wajah judes dan perangainya yang galak. Jadi tidak heran banyak santri yang takut pada dua ustazah itu.

Setelah dilaporkan oleh ustazah Kiki mau tidak mau Zefanya harus menerima hukuman atas kejadian di koperasi. Zefanya dihukum berlari mengelilingi lapangan. Beruntungnya ia tidak dihukum sendirian, melainkan bersama santri putri yang lain yang juga melanggar peraturan dengan tidak mengikuti pengajian.

Setelah 5 kali putaran keliling lapangan Zefanya lantas duduk di atas rumput.  Kakinya ia luruskan sembari mengatur napasnya yang naik turun.  Zefanya merasa usianya saja yang masih muda tapi masalah fisik ia benar-benar merasa sangat jompo.

***

Leora dan Shiren tengah menyantap makan siang mereka di depan aula. Shiren selalu mengikuti kemanapun Leora pergi. Mereka diibaratkan seperti surat dan perangko yang selalu menempel.

“Ra, gue mau nanya deh. Kenapa lo musuh banget sih sama Zefanya? Dari awal ketemu lo kayaknya udah nggak suka gitu sama dia?” tanya Shiren. Pasalnya yang ia tahu Leora hanya akan mengganggu santri lain jika santri itu memulainya lebih dulu. Sedangkan permusuhan yang terjadi antara Leora dan Zefanya dimulai sejak keduanya bertemu saat pertama kali.

“Gue sebenarnya nggak benci banget sih. Gue cuma gedek aja liat gaya dia yang sok cantik. Cuma gue yang pantes jadi primadona di pesantren ini.” Leora membalasnya sembari tersenyum miring.

Dibalik pembicaraan keduanya ada seseorang yang bersembunyi di balik pintu aula. Zefanya yang tadinya hendak keluar aula menjadi mengurungkan niatnya.

“Cih, primadona.... yang ada piranha tuh lebih cocok,” decih Zefanya yang masih berada di balik pintu. Ia lalu keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan sengaja Zefanya berjalan di depan dua orang yang tengah membicarakannya.

ALFAREZ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang