BAB 15 || Perkara Durian

38.7K 4.6K 410
                                    

HAPPY READING

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT!

***

Suara adzan maghrib berkumandang. Semua santri berbondong-bondong menuju masjid, menunaikan kewajiban tiga rakaatnya.

Gus Farez dan juga Arzan masih setia berada di dalam masjid ketika semua santri sudah kembali ke asrama. Arzan mengajak Gus Farez duduk di di lesehan serambi masjid. Setelah merapikan sarungnya ia pun duduk di sana.

“Kok bisa sih Gus nikah sama santri baru itu?” tanya Arzan tanpa basa-basi. Pasalnya ia merasa heran dengan pernikahan Gus Farez yang diadakan secara tiba-tiba. Padahal beberapa hari sebelumnya terlihat jelas bahwa Gus Farez maupun Zefanya tidak ada hubungan apa-apa.

“Hm.”

“Ayo dijawab to, Gus. Ditakoni kok malah dehem tok iku piye...” (Ayo dijawab dong, Gus. Ditanyain kok malah dehem aja itu gimana).

Piya-piye! Aku nggak paham bahasamu, Zan,” gerutu Gus Farez. Meskipun dirinya pernah menjadi santri di Jawa Timur. Namun, tetap saja ia tidak akan paham jika Arzan berbicara logat Jawa dengan cepat.

“Makanya kalau ditanya itu dijawab, Gus.”

“Ya, namanya udah jodoh ya aku nikahi, Zan.”

“Nggak percaya aku Gus. Lha wong sampean wae ga tau nggodani wong wedok kok. Lha kok iso nikah ndisiki.” (Kamu aja nggak pernah nggoda perempuan. Kok bisa nikah duluan).

Maneh ngobrol sareng patung di ditu wae, Zan.” sangking kesalnya Gus Farez pun ikut membalas ucapan Arzan dengan logat sundanya. Ia pun bangkit dari duduknya namun berhasil ditahan lebih dulu oleh Arzan. (Kamu ngomong sama patung aja sana).

“Ampun Gus, ampun,” ujar Arzan. Ia pun menepuk sebelahnya agar Gus Farez kembali duduk. “Jadi gimana, Gus?”

“Belum waktunya untuk diceritakan, Zan.” Gus Farez memang belum bisa menceritakan apa-apa. Pasalnya ia sendiri belum menanyakan pada Zefanya perihal alasan gadis itu yang bisa berada di dalam kamarnya pada saat malam itu.

“Aku pamit ke Ndalem dulu, Zan.”

Sebelum benar-benar melangkah pergi. Gus Farez menolehkan kepalanya kembali ke belakang.

“Lebih baik diam tapi langsung aksi, daripada ngegoda ujung-ujungnya cuma janji. Alhasil cuma jadi koleksi,” ucapnya sebelum melangkah pergi.

Setibanya dikamar, Gus Farez melihat Zefanya yang tengah duduk diatas ranjang. Ia pun mendekat ke arah Zefanya. “Udah salat?”

“Udah,” balas Zefanya datar seperti biasanya.

“Ayo ngaji dulu.”

Mendengat ajakan Gus Farez, Zefanya pun memutar bola matanya dengan malas. “Ogah!”

“Kamu mau aku hukum?” Nada suara Gus Farez kini terdengar mengancam dengan alis yang terangkat sebelah. Seakan mengerti, Zefanya pun langsung menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, takut-takut bibirnya akan kembali dicium. Zefanya lalu menatap tajam ke arah Gus Farez. Namun, diabaikan oleh laki-laki tersebut.

“Ayo!” Gus Farez mengambil posii duduk bersila di atas karpet tak jauh dari ranjang kamarnya. Dengan sangat terpaksa Zefanya akhirnya menuruti perintah Gus Farez. Ia pun duduk tepat di hadapan Gus Farez.

“Jilbabnya dipakai dulu, Ze,” titah Gus Farez. Dengan mendengus kesal Zefanya pun bangkit lalu mengambil jilbannya. Ia memakainya dengan asal dan kembali duduk di atas karpet.

ALFAREZ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang