BAB 24 || Proses Hijrah

37.7K 5K 291
                                    

HAPPY READING

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT!

***

Gus Farez mendekatkan kursi ke samping brankar. Tangannya bergerak membantu membetulkan posisi Zefanya agar duduk bersandar dengan posisi yang nyaman.

“Sarapan dulu, ya,” ucapnya. Tanpa menunggu jawaban Zefanya, ia mengambil nampan berisi sarapan yang diantarkan suster setengah jam yang lalu.

Tangannya bergerak hendak menyuapi Zefanya. Saat sendok itu tepat berada di depan mulut, Zefanya justru menahan tangannya, membuatnya mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya.

“Gu-Aku makan sendiri aja.”

“Katanya mau hijrah. Salah satu proses hijrah itu juga harus nurut sama suami.”

Mendengar hal itu Zefanya pun mendesah berat. “Yaudah,” pasrahnya.

Gus Farez tersenyum mendengarnya. Ia pun melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Setelah memberikan lima suapan, Zefanya memintanya untuk berhenti. Gus Farez akhirnya menurut dan meletakkan nampannya kembali ke nakas, lalu memberikan segelas air putih pada Zefanya.

Zefanya meneguknya sampai habis kemudian memberikannya kembali pada Gus Farez. “Bubu gu- aku gimana?” tanyanya yang masih kagok karena belum terbiasa dengan sebutan 'aku'.

“Bubu?” tanya Gus Farez heran.

“Kucingku yang kemarin.”

“Kucingnya masih ada di pesantren?”

“Masihlah. Lumayan tau bisa jadi temen.”

“Dua temen kamu di pesantren masih kurang?”

Zefanya paham yang dimaksud dua temen itu adalah Falsya dan Sandra. “Mereka kan nggak bisa 24 jam sama aku terus. Mereka masih ada kegiatan ngaji di pesantren.”

“Ya emang mau ngapain 24 jam harus sama kamu terus?” heran Gus Farez.

“Ya nggak ngapa-ngapain. Kamu belum jawab pertanyaan aku. Bubu gimana?”

“Ya aku mana tau. Aku aja baru tau kalau kucingnya masih ada di pesantren.”

“Ntar kalau bubuku kelaparan gimana?” tanya Zefanya dengan wajah cemas.

“Yaudah nanti aku tanyain sama Arzan.”

“Sekarang,” sahut Zefanya cepat.

“Apanya?”

“Tanya Arzannya sekarang.”

“Kan aku lagi disini, Ze.”

“Kan, lewat telepon bisa.”

Gus Farez pun mengembus napas dengan kasar. Ia pun merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan handphonenya dari sana.

“Assaalamualaikum, Zan.”

“Waalaikumus-salam. Maaf Gus belum bisa nemu pelakunya.”

“Aku nggak lagi mau bahas itu, Zan.”

“Terus ada apa telepon, Gus?”

“Tolong kamu cek si bubu.”

“Bubu iku sopo, Gus?” tanya Arzan dengan logat Jawa-nya. (Bubu itu siapa, Gus?)

“Nama kucingnya Zefanya.”

Zefanya yang mendengar percakapan kedua laki-laki itu langsung merebut ponsel Gus Farez lantaran gemas karena dianggapnya terlalu bertele-tele.

ALFAREZ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang