BAB 48 || Zefanya Ngidam

32K 4.1K 324
                                    

Malam harinya Zefanya tak henti-henti memegangi perutnya dengan senyum bahagianya. Membayangkan ada janin baru di perutnya yang harus dia jaga mulai detik ini.

Zefanya meraih ponselnya dan mengetikkan sesuatu di laman pencariannya.

“Ternyata masih sebesar biji kacang hijau,” gumamnya seraya mengelus perutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ternyata masih sebesar biji kacang hijau,” gumamnya seraya mengelus perutnya. Pandangannya lalu teralihkan ke arah pintu saat decitan pintu itu terdengar. Rupanya sang suami yang baru saja pulang dari masjid.

“Mas, sini...” panggil Zefanya sembari menepuk sisi kosong di sebelah tempat tidurnya.

Gus Farez yang tadinya hendak meletakkan sajadah menjadi urung saat Zefanya memangilnya, memintanya untuk mendekat ke arah ranjang.

Dia menurut dan meletakkan sajadahnya di atas nakas untuk sementara. Tubuhnya ikut duduk berselonjor di samping Zefanya yang masih berbalut mukena.

“Dedek bayi sekarang udah seukuran biji kacang hijau, Mas,” ujar Zefanya senang.

“Oh ya? Tau darimana?” tanya Gus Farez. Dirinya menanggapi kerandoman Zefanya dengan antusias.

“Ini,” balas Zefanya seraya menunjukkan laman hasil pencariannya di internet.

Gus Farez tersenyum. Ia menundukkan kepalanya dan mencium sekilas perut datar milik Zefanya. “Sehat-sehat disana ya, Adek,”  ucapnya pada janin di perut istrinya.

“Aku tiba-tiba ngerasa takut, Mas,” ucap Zefanya dengan pandangan menerawang jauh.

Kening Gus Farez mengkerut saat mendengarnya. “Takut kenapa?”

“Aku takut kalau nanti nasibku akan sama kaya Mama.”

Gus Farez paham betul kekhawatiran Zefanya mengenai hal ini. Bahkan jauh sebelum Zefanya hamil, istrinya itu sudah sering mengungkapkan kekhawatirannya mengenai hal yang belum tentu terjadi itu.

Dia meraih tangan kanan Zefanya dan mengenggamnya. Ia kemudian menatap bola mata teduh milik istrinya itu. “Nggak perlu takut sama hal yang belum tentu terjadi, ya. Kamu tenang aja. Mas akan selalu dampingi kamu pas kamu lahiran nanti.”

Zefanya menoleh dan membalas tatapan Gus Farez. “Beneran, ya?”

Gus Farez mengangguk. “Iya. Mas nanti akan selalu genggam tangan kamu kaya gini,” ucapnya seraya mengangkat tangannya yang bertautan dengan tangan Zefanya.

“Tapi kalau di film-film biasanya para istri nggak cuma butuh digenggam aja, Mas. Ada juga yang sampe ngejambak rambut suaminya, terus ada juga yang sampe ngecakar punggung suminya. Emang Mas siap kalau nanti Mas, Zefanya gituin?”

Gus Farez sedikit menelan ludahnya setelah mendengar ucapan Zefanya barusan. Ia memejamkan kedua matanya sejenak lalu kembali bersi tatap dengan bola mata milik Zefanya.

“Mas sih siap-siap aja kalau nanti kamu ngelampiasin semua rasa sakit kamu ke Mas. Karena Mas tahu, rasa sakit yang nantinya Mas rasain itu nggak akan sebanding dengan rasa sakit dari perjuangan seorang Ibu yang melahirkan.”

ALFAREZ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang